Chapter 3 : Bencana sudah dimulai

26 11 3
                                    

Jessica mengambil sepasang sandal yang tersusun rapih diatas rak sepatu. Setelah memakai sandal itu, Jessica berjalan menuju depan pagar untuk melihat anaknya. Anak itu pergi tanpa rasa khawatir sedikit pun, karena sebenarnya ia tidak tau kejadian apa yang akan menimpanya. Itulah yang dipikirkan dalam kepala Jessica sedari tadi.

“Jessica!” teriak seseorang, orang itu mencoba memanggilnya.

Jessica pun tersentak karena tiba tiba ada yang memanggil namanya. Jessica sadar suara itu terdengar dari arah belakang, Jessica langsung menengok. Ternyata yang memanggil dirinya adalah Robert. Robert dan Joko pun makin mendekat, mendekat dan akhirnya mereka berhenti tepat disampingnya.

“Robert?” celetuk Jessica.

Robert memasang muka serius dengan matanya bercahaya terkena pantulan sinar mentari. Tangan kanannya menggenggam stang dengan sangat keras.

“Jessica, lu gak lupa kan?” tanya Robert.

Ekspresi khawatir bercampur kebingugan terpancar diwajah Jessica, ia pun menunduk, mencoba untuk menyembunyikannya.
Tidak tega melihat keadaannya, Joko pun mencoba menenangkan Jessica dengan berkata,

“Udah gapapa, Saya yakin semua bakal baik baik aja.”

Ucapan Joko sedikit menenangkan perasaan Jessica, ia pun kembali menunjukan wajahnya. Sepersekian detik kemudian, Joko mengeluarkan sepucuk kertas dari kantung bajunya, dan memberikan itu ke Jessica.

Sambil  mengulurkan tangannya Joko berkata,
“Jangan lupa bawa barang itu.”

Jessica pun menyambar tangan itu, soal barang yang dimaksud oleh Joko tentu ia tidak akan melupakannya. Barang itu sudah disimpan olehnya sejak 18 tahun silam.

“Yaudah kita pergi dulu, jaga dirilu baik baik.”

Setelah mengatakan itu, Robert langsung menjalankan motornya. Asap knalpotnya mengebul mengikuti jalannya motor itu, hingga lama kelamaan asapnya memudar dan Robert menghilang dari penglihatan Jessica.

Benar saja, situasi Tama saat ini benar benar tidak bagus. Tama terjebak macet, Jalan raya benar benar padat, hampir tidak bergerak.  Kebosanan pun melanda dirinya, ia melirik asal kemanapun mencoba mencari sesuatu yang menarik untuk dilihat.
Tidak sengaja, tatapannya terfokus ke sebuah apotek yang berada disebrang jalan. Di depan apotek itu terdapat beberapa orang yang lehernya terluka hebat, darah segar mengucur deras dari leher yang robek itu. Mereka yang terluka itu meminta bantuan di apotek karena Rumah sakit yang jaraknya cukup jauh sedangkan, keadaan jalan saat ini macet total.

Tama dengan fokus melihatnya, walaupun sebenarnya dia sedikit menahan mual. Semua tampak cukup biasa saja hingga tiba tiba keadaan menjadi tambah mengerikan. Orang orang itu mulai bertingkah aneh. Gerakannya patah kekanan dan kekiri, seperti kerasukan, sedikit demi sedikit urat urat mulai muncul disekujur tubuhnya.

Orang orang itu menggila, mereka menggigit siapapun yang berada disekitarnya. Situasi semakin rusuh, orang orang mulai meninggalkan kendaraannya dan memilih untuk berlari. Situasi mencekam ini mengakibatkan jalanan semakin bertambah macet.

TIN TIN TIN

Suara klakson saling bersahutan diiringi teriakan orang orang ketakutan yang mencoba berlari untuk menyelamatkan diri. Begitupun Tama, jantungnya mulai berdegup kencang, ia menengok ke sekitar untuk mencari jalan yang bisa membawanya keluar dari kemacetan. Ia melihat ke segala arah dengan teliti.

“Ya, lewat situ kayaknya bisa.” Gumam Tama,

Akhirnya dia menemukan jalan. Di arah jam 11,  terlihat ada sebuah celah diantara dua mobil. Jika celah itu berhasil dilewati, Tama akan bisa berjalan di trotoar dengan leluasa.
Tama pun turun dari motornya, ia mulai menuntun motor itu melewati lika liku kendaraan. Hingga akhirnya dia sampai dicelah itu. Tanpa pikir panjang, Tama langsung menaiki kembali motor kesayangannya. Ia pun tancap gas melewati celah itu.

BRUAK

Bunyi gesekan antara motor dan mobil terdengar dengan sangat kencang. Namun itu tidak masalah, karena celah itu sudah berhasil ia lewati. Tama mengebut diatas trotoar dengan leluasa.

“WOHOO!” Teriak Tama,

Ketakutannya hilang begitu saja, adrenalinnya makin terpacu. Tapi kesenangan itu tidak bertahan lama, sampai ia melihat ke spion.
Kumpulan orang orang yang menggila berlari mengejarnya, dengan darah segar yang masih mengalir dari mulut mulutnya.

Karena terlalu fokus melihat ke spion membuat konsentrasi Tama terbagi, ia pun tidak sadar, seseorang yang sudah menggila berlari arah depan, sampai pada akhirnya...

BRUK

Tabrakan tidak bisa dihindari, Tama terpental dari motornya, ia terpental dan membentur sebuah mobil bewarna biru. Karena benturan itu Tama jadi sulit untuk berkonsentrasi, tatapannya kabur, kepalanya pusing seakan ia sedang ada berada di tempat yang bergoyang.

Dalam kondisi setengah sadar, Tama mencoba meminta tolong kepada orang yang ada didalam mobil itu untuk membukakan pintu untuknya, namun orang itu tidak menggubris permintaan Tama. Ia terlalu takut untuk membukakan pintu.

“Sialan.”

Kumpulan orang itu berlari semakin mendekat, seorang laki laki gila dengan pakaian bewarna hitam berlari sangat cepat. Dengan kesadaran Tama yang makin menurun Ia mencoba membuka pintu mobil lain.  Dengana tertatih tatih ia berjalan menuju ke mobil Avanza yang sudah ditinggal pemiliknya.

Sesampainya di samping mobil itu Tama mencoba membuka pintunya dengan penuh harapan.

Sekali percobaan pintu gagal terbuka, yang kedua kali masih gagal, sampai yang ketiga akhirnya pintu itu terbuka. Sepertiya tuhan masih memberkati Tama, dengan cekatan Tama mencoba masuk ke dalam mobil. Tapi, tidak semudah itu ia selamat. Orang gila berkaus hitam tadi berlari semakin dekat dan langsung melompat. Kedua tangannya menarik pintunya agar tidak tertutup, sedangkan Tama yang keadaanya semakin memburuk mau tidak mau harus melawannya.

Orang itu sangat tangguh, tangannya mencoba mematahkan pintu mobil itu. Disituasi genting ini Tama pun teringat barang yang diberikan oleh Ibunya tadi. Tama pun mencoba merogoh saku jaketnya. Ketemu, tangan kanannya mengambil kartu itu, sedangkan tangan kirinya menahan pintu.

Sementara itu kumpulan orang orang gila tadi sudah berjarak sekitar 10 m didepannya.Tama mencoba memutar besi yang ada di kartu itu agar pisaunya terputar dan bisa ia gunakan.

“Agh.”

Jari tama terbeset pisau kartu itu tapi, untungnya pisaunya sudah terputar. Tanpa pikir panjang Tama langsung menancapkan pisaunya berulang kali ke kedua tangan orang gila yang menahan pintunya. Pegangan tangannya pun terlepas dengan cekatan Tama langsung menarik pintu itu sekuat tenaga.

BRUAK

Akhirnya, pintu mobil berhasil tertutup tepat sebelum kumpulan orang gila itu menerkam dirinya. Perlahan lahan Tama mulai kehilangan kesadaran. Orang orang yang semakin bringas itu menggoyang goyangkan mobilnya. Tama hanya bisa pasrah, hingga akhirnya ia pun kehilangan kesadarannya.

Ternyata, Robert dan Joko juga mengalami hal yang sama. Mereka dikejar kejar oleh makhluk yang haus akan darah itu juga. Untungnya, jalanan yang dilewati oleh Robert dan Joko cukup leluasa. Robert melihat ke spion, mereka masih mengejar.

“JOKO, GUA LUPA, MEREKA ITU PUNYA NAMA SEBUTAN GAK?” tanya Robert, ia berteriak agar Joko bisa mendengar suaranya.

“ADA, SEBUT AJA MEREKA ZOMBIE!”

ZombradoxWhere stories live. Discover now