Chapter 8 : Tamu tak diundang

15 11 12
                                    

Alangkah terkejutnya Zanzibar orang yang sedang diperbicangkan muncul dihadapannya. Orang itu berdiri tegap didepan pintu, cahaya matahari memantul di mata coklatnya.

“Boleh masuk?” tanya orang itu.

Zanzibar masih diam mematung. Dia mencoba berbicara pelan,

“Ya masuk aja.” Zanzibar pun mengantar orang itu masuk, Orang itu berjalan masuk mendekati  Robert, dia duduk persis dihadapannya.

“Siapa lu?” Tanya Robert, keras.
Pria itu tidak gentar sama sekali, dia melipat kaki kanannya dan menyondongkan kepalanya. Senyum tipis tergambar di wajah pria dengan luka bakar itu.

“haha santai aja. Panggil aja Joko.” Ucapnya, nadanya benar benar santai.

Setelah menutup pintu, Zanzibar berjalan menuju dapur, dia mengambil sebuah ceret berisikan air putih. Dan dia menyajikannya kepada Joko.

“Joko? Nama lu sama kayak nama ayah gua.” Balas Zanzibar sambil menuangkan air putih itu ke gelas.
Sepertinya Joko tidak ingin membuang buang waktu. Dia menaruh tasnya yang bewarna coklat. Robert memandangi tas itu, dia memandanginya dengan fokus, sampai akhirnya, Robert sadar. Tas itu sama dengan tas yang ia dan Zanzibar miliki. Zanzibar sepertinya juga menyadari itu, ia pun menarik kursi dan duduk disamping Robert.

Klap

Joko menepuk tangan sekali, ia pun memulai ceritanya,

“Singkat aja, banyak yang harus gua kerjain. Ehem jadi gini, beberapa hari lagi bakal ada seseorang yang dateng kesini. Tapi, gua gak bisa kasih tahu siapa dia. Karena nantinya dia bakal jelasin sendiri.” Jelas Joko, sambil menyeruput air putih yang sudah disiapkan Zanzibar.

“Hemm.. jadi lu kesini buat ngasih tau ini doang?” Tanya Robert.

Zanzibar memperhatikan dengan sangat cermat, dia bahkan sesekali lupa berkedip.

Joko masih menenggak air putih itu, ia menenggaknya tanpa henti. Setelah air digelasnya habis, Joko lanjut menjelaskan alasannya, dia berkata
“Enggak cuman itu doang, gua punya oleh oleh spesial buat kalian. Sebentar ya.” Joko mengeluarkan sebuah gulungan kertas dari jasnya.

“Ini resep membuat senyawa Zombradox, gua yakin kalian butuh ini. Selesain senyawa ini dalam kurun waktu 18 tahun.” Lanjut Joko. Dia menyodorkan tangannya yang sedang menggenggam kertas resep itu.

“Darimana lu dapet ini?” ucap Zanzibar sambil mengambil kertasnya, dia pun membuka gulungannya karena penasaran.

“Darimana? Gua yang buat.” Jawab Joko, dia sedikit tertawa. Jawaban itu membuat Robert yang sedang menenggak air menjadi tersedak.

“Sebenernya lu siapa? Kenapa bantuin kita?” Tanya Robert, sedangkan Zanzibar masih fokus memandangi kertas resep.
Tiba tiba Joko berdiri dari kursi, sepertinya dia bersiap untuk pergi lagi, sambil mengangkat tas coklatnya ia berkata,

“Ada beberapa hal didunia ini yang sebaiknya gak lu ketahui.”

Zanzibar dan Robert pun berjalan untuk mengantarnya ke pintu lab, sebagai tanda berpamitan. Mereka pun berdiri didepan pintu, melihat Joko yang berjalan menjauh dari lab.
Robert tidak habis pikir, kenapa sangat kebetulan, bahkan Robert masih memandangi Joko yang sudah berjalan menjauh, hampir sudah tidak terlihat.

-----------

Hari itu memang benar benar penuh dengan kejutan, hari itu benar benar hari yang panjang. Robert sedang fokus mengatur senapannya, dia mengisi kembali peluru peluru kedalam senapannya, kemudian tiba tiba

“AGHH”

Akhirnya Tama terbangun dari pingsannya, dia melihat ke sekelilingnya, dia melihat Robert yang sedang bermain dengan AK47, Eno yang sedang mengurut kakinya yang terkilir, dan Joko, dia sedang mengutak atik tas coklatnya. Joko menengok ke Tama yang baru saja terbangun.

“Bangun juga lu akhirnya, udah 9 jam lu gak sadarkan diri.” Ucap Joko.

Tama mengambil nafas panjang, dia menundukan kepalanya.

“Yang lain gimana? Silvy?” tanya Tama, lemas,

Robert mengalihkan pandangannya dari senapan miliknya itu, ia pun menatap Tama. Dengan mata berlinang penuh harapan dia menjawab,

“Tadi jam 9 sebelum internet terputus lagi, dia bilang, mereka ada di kelas 12 IPA 9” Sambil mengambil handphone yang tergeletak di lantai dan menunjukkan pesan WA nya.

“Berarti buat kesana kita harus ngelewatin taman belakang, dan masuk lewat koridor barat buat naek kelantai 2.” Ucap Eno, memperjelas ucapan Robert.

Sambil mengayunkan kapak pemotong kayu Joko juga buka suara,

“Tadi udah gua itung, ada sekitar 15 zombie di taman belakang. Kalo Robert nembak sekali aja, suara tembakan yang berisik bakal ngundang zombie zombie itu.” Tutur pria berambut coklat gelap  itu.

“Ibu..” Ucap Tama pelan, tentu ia mengkhawatirkan ibunya.
Ternyata Robert mendengar ucapan pelan Tama, ia pun membalas,

“Tenang aja Tama, ibumu udah aman.”

Tama bisa sedikit bernafas lega, tiba tiba Tama berdiri, dia berjalan menuju kotak perkakas. Dia menemukan sebuah gergaji berukuran sekitar 30cm panjangnya. Tama pun langsung mengambilnya, dia berbalik badan ke arah orang orang yang masi terduduk santai.

“Mau gak mau kita cuman bisa pake benda tajam.” Kata Tama, pria berambut coklat dengan badan tegap berototnya, sambil mengayun ayunkan gergaji kecil ditangan kanannya.

Semua mata tertuju menuju Tama, tatapan mereka menunjukkan semangat yang berapi api. Robert pun berdiri, dia menyelempangkan senapannya, dan mengambil sebuah gergaji yang sama dengan yang Tama pegang dari dalam kotak perkakas.
Dengan kaki yang masih sakit Eno berusaha berdiri, sambil menggenggam kuat sabit rumput yang sudah ia ambil sebelumnya.

Disusul oleh Joko, ia ikut berdiri, dengan tas coklat dipunggungnya dan sebuah kapak ditangannya, ia siap menebas semua zombie yang menghalanginya.

Di pimpin oleh Tama mereka pun siap berangkat, dengan jantung berdebar Tama berdiri dibelakang pintu, dia mengumpulkan nyali untuk membukanya.

“Hati hati, zombie itu peka banget sama suara.” Bisik Joko dengan tiba tiba menganggetkan Tama, badannya bahkan sedikit bergetar. Tama menggangguk, syarat bahwa ia memahaminya.

Setelah nyalinya terkumpul Tama membukanya perlahan. Dengan perlahan Tama berjalan keluar, diikuti oleh orang orang dibelakangnya.

Benar saja, dengan penglihatan yang sedikit terhalang oleh semak semak taman Tama melihat gerombolan zombie didepan koridor barat. Zombie zombie itu adalah murid murid yang sudah terinfeksi, dengan darah yang menylimuti tubuhya mereka siap menunggu untuk menyantap mangsa.

Mereka berusaha berjalan dengan sangat pelahan agar zombie zombie itu tidak menglihatnya. Robert menggenggam gergajinya dengan sangat erat.

“AHHH!”

Tiba tiba suara teriakan perempuan menggelegar menggetarkan dada. Tidak perlu ditanya lagi zombie zombie itu langsung berlari menuju sumber suara.

“SILVY!” Teriak Robert, ternyata suara itu adalah suara anaknya menjerit. Mendengar itu ia langsung ikut berlari sekuat tenaga mengikuti  zombie zombie itu. Joko dan Tama terpaksa ikut berlari dibelakang Robert, Eno berusaha berlari dengan sekuat tenaga, sampai kakinya terseret seret.

Muka panik Tama tidak bisa disembunyikan, kenapa bisa bisanya mimpi buruk ini terjadi. Pikirnya dalam hati.  Joko melihat zombie zombie berlari didepannya.

Ya, pertempuran ini tidak terelakan lagi.

ZombradoxWhere stories live. Discover now