Chapter 6 : Perpisahan

23 14 2
                                    

Seorang satpam terlihat sedang terburu buru untuk menuntup gerbong sekolah, tiba tiba ia melihat pemandangan yang amat menyeramkan, sontak ia pun berteriak,

“PAK LIAT PAK!” Pak satpam menengok ke Eno, tangan kanannnya menunjuk ke arah jalan raya.

Tentu semua orang yang mendengarnya otomatis menengok kearah yang ditunjuk satpam itu. Alangkah terkejutnya mereka melihat ada tiga orang berboncengan pada satu sepeda motor, mereka bertiga mencoba menyelamatkan diri dari serbuan zombie yang berlari dibelakangnya.

Silvy melihat orang yang berbonceng tiga itu dengan seksama, sampai ia menyadari siapa mereka, dengan gigi yang bergetar ia berkata,

“Ayah? Tama?”

Melihat gerombolan zombie datang menyerbu Pak Eno langsung turun tangan, dia berlari menuju bis bis yang masih belum bergerak. Dia berteriak teriak marah,

“PAK CEPET PAK!” Tangannya melambai lambai memberi isyarat kepada supir supir bis untuk segera melakukannya. Bis bis itu mulai bergerak, namun beberapa supir memilih turun meninggalkan bis itu begitu saja dan berlari kedalam gedung sekolah.

Begitu juga dengan siswa siswi, mereka semua berlarian kesana dan kemari, mencoba untuk menyelamatkan diri. Orang orang itu berlari masuk kedalam gedung sekolah, tempat yang dirasa aman.
Stephanie menarik tangan Silvy yang masih diam mematung, dia menarik Silvy dan  mencoba untuk membawanya kabur. Namun, Silvy seakan tidak mau ikut berlari. Dia menahan tangannya. Tapi, tenaga Silvy tentu tidak sebanding dengan Stephanie yang merupakan seorang atlet taekwondo. Tanpa usaha yang berarti Stephanie berhasil menarik tangan Silvy.

Tidak ketinggalan, Lutfi dan Grego pun berusaha berlari menuju gedung sekolah,

“LARI KEMANA NI FI?” Teriak Grego, wajahnya pucat. Sambil mengendong gendong tasnya ia berlari mencoba untuk mencari tempat berlindung.

“UDAH KITA KEKELAS AJA.” Balas Lutfi, kepalanya menengok ke kanan dan kiri mencoba mencari jalan yang sepi.

Sial, gerbang menuju lantai 2 di gedung barat sudah terkunci. Orang orang masih berkumpul disana, meminta untuk pagar itu segera dibuka. Begitupun dengan pintu gedung utama, pintu besi itu sudah tertutup rapat.

“GREGO AMBIL TANGGA ITU GO, IKUT GUA!”

Lutfi ternyata melihat sebuah tangga bambu tergeletak ditaman sekolah. Grego pun ikut berlari menuju tangga itu. Mereka membopongnya. Beberapa orang pun sadar dengan apa yang mereka lakukan. Orang orang itu serentak berlari menuju Lutfi dan Grego.

“AYO AYO CEPET!” Teriak salah satu orang,

Mereka membopong tangga itu bersama sama, mereka membopong benda itu menuju gedung utama.
Disisi lain Eno hanya bisa pasrah melihat supir supir itu akhirnya meninggalkan bis, ia pun memutuskan untuk kabur. Tentu ia masih menyayangi nyawanya.

Suasana makin tidak kondusif, terjadi penumpukan didepan pintu utama. Orang orang itu masih berusaha membuka pintu besinya.
Ternyata seorang supir masih terduduk di jok mengemudi didalam bisnya. Pria itu bernama Juki. Ia terduduk sambil mendengar pesan suara yang dikirimkan oleh ibunya barusan saat sinyal masih ada. Di pesan suara itu terdengar ibunya merintih kesakitan, dengan suara lemas ibunya berkata,

“Juki, ini…ulah mereka. Ingat perbuatan mereka kepada ayahmu. Ingat selalu.. AARGHHH.”

Pesan itu berbunyi secara berulang ulang.  Sementara Juki masih diam mematung, seakan semangat hidupnya sirna. Air mata membanjiri pipinya. Tatapannya kosong, memandang ke kumpulan zombie zombie itu yang semakin dekat.
Juki pun mencoba menggerakan tubuhnya. Dengan tangan yang bergetar ia membuka laci penyimpanan. Kemudian ia mengambil selembar kertas foto. Dalam foto itu terlihat ayahnya dalam keadaan yang mengenaskan. Bersimbah darah. Melihat foto itu membuat adrenalin Juki bertambah. Kini amarahnya berapi api menggelora.

ZombradoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang