Chapter 5 : Sisi lain manusia

24 12 2
                                    

Di lapangan SMA Arezha, seorang guru bernama pak Eno lari terbirit birit, dia berlari menuju bus 4 untuk melihat keadaan murid muridnya, saat sudah masuk didalam bus pak Eno langsung berteriak,

“HP kalian tadi pada bunyi gak?"

Serentak murid murid didalam bus itu menjawab,

“IYA PAK!”

Sudah menjadi rahasia umum, Pak Eno walikelas 12 IPA 9 adalah guru yang dikenal korup. Bahkan,desas desusnya acara perpisahan ini yang sebelumnya dijadwalkan tanggal 25 Mei diundur menjadi hari ini. Agar orang orang yang ikut lebih banyak, dan ia bisa mendapatkan tambahan pundi pundi uang.

Eno melihat kearah TV yang menggantung dilangit langit bis, ia siaran TV itu sedang menyiarkan kekacauan yang sedang terjadi saat ini.

“Kekacauan terjadi di jalan pahlawan raya, Jayakarta. Terjadi macet besar besaran. Kerusuhan dimana mana. Orang orang menggila dan menggigit satu sama lain. Walikota Jayakarta tidak bisa ditemukan keberadaannya.”

Saat itu pandangan semua siswa didalam bus tertuju pada TV itu. Wajah Eno mulai berkeringat, dari ekspresinya sangat terlihat jelas bahwa dirinya benar benar panik.

“Apa apaan ini?” Ucap Eno dengan nada sedikit keras,

Semua murid melirik kearah dirinya. Seluruh murid sangat ketakutan, karena sinyal baru saja terputus. Sekarang mereka tidak bisa lagi menghubungi keluarganya masing masing.

Setelah melihat tayangan itu Pak Eno kembali berlari keluar, ia turun dari bus untuk bertemu guru guru yang lain.

Silvy tidak henti hentinya mencoba untuk mengirimkan pesan kepada Tama dan ayahnya. Disela sela kepanikan Silvy. Lutfi datang, pria dengan kacamata kotak itu duduk dikursi kedua disebelah Silvy yang sedang duduk tegang dengan kepala bersender ke samping kaca jendela. Dengan tatapan sinisnya pria itu membuka percakapan.

“Eh Silvy, cowoklu belom dateng?” Tanya Lutfi, sambil bergaya membenarkan rambutnya. Bisa bisanya disaat seperti ini dia masih memikirkan penampilannya.

Silvy enggan menatapnya, dia terlalu benci dengan Lutfi, duduk didekatnya saja sudah sangat memuakkan. Tapi, Silvy masih menjawab pertanyaan pria itu.

“Belom.” katanya

“Yakin tuh dia bakal bisa kesini? Kemaren aja ribut sama gua kalah dia.” Balas Lutfi, menyombongkan dirinya. Sekarang tangan kanan Lutfi iseng melipat lengan seragamnya, benar benar anak yang haus akan perhatian.

Mendengar ucapan Lutfi yang sudah kelewat batas tadi, membuat amarah Sivy meledak ledak, diapun menengok ke Lutfi, menatapnya dengan tatapan tajam seakan seperti binatang buas yang siap membunuh. Sepersekian detik kemudian perkataan Silvy menerkamnya, dia berkata dengan penuh kekesalan,

“Lu bener bener ya fi, gua udah diemin lu dari kemaren. Didiemin makin ngelunjak.”

Lutfi hanya bisa tertawa tawa melihat Silvy mengamuk. Karena Silvy berteriak cukup keras, seisi bus menengok ke arah mereka. Melihat situasi yang sudah tidak bersahabat, Stephanie pun datang berjalan menghampiri mereka berdua. Stephanie berdiri disamping kursi Silvy dan Lutfi.

“Sekarang  lagi genting begini bisa bisanya lu fi masih nyari perhaitan. Liat, mereka. Mereka semua lagi panik, nyoba nelfonin keluarganya masing masing. Dan elu? Gua gak liat elu panik sama sekali. Pergi lu!” Bentak Stephanie, telunjuk wanita berambut keriting itu menunjuk kearah teman temannya yang menatap mereka.

Lutfi pun beranjak dari kursinya, dia berdiri dan berjalan kearah belakang menjauh dari kedua wanita itu, dan duduk bersama teman temannya.
Stephanie duduk disebelah sahabatnya itu, mencoba menenangkan, dia mengelus pundak kiri Silvy, dan bertanya,

ZombradoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang