Chapter 10 : Angin tak dapat ditangkap, Asap tak dapat digenggam

5 3 6
                                    

Siang hari setelah pemakaman istri Robert, Jessica baru saja selesai merapikan warungnya dan Dewi sudah pulang ke rumahnya. Ia terburu buru karena katanya ada urusan.

Saat Jessica sedang santai menyapu halaman, tiba tiba tamu yang tidak diundang datang. Pria itu merangkul sebuah tas bewarna coklat tangan kanannya terlihat memegang pagar. Sepersekian detik kemudian ia berbicara,

“Jessica ya?” tanya pria itu.
Jessica menoleh, dia melihat pria itu dari ujung kepala sampai ke atas dada. Dia melihat wajahnya ada bekas luka bakar. Rambutnya sedikit kecoklatan dengan uban yang sudah mulai tumbuh. Jessica menatap pria itu cukup lama. Tentu dia tidak mengenalinya.

“Iya, bapak siapa ya?” Jessica menanya balik.

“Nama saya Joko, boleh masuk?” tanya pria itu sekali lagi, ia tampak gugup, badannya sedikit bergetar. Tatapan matanya tajam menatap Jessica.

Jessica memegang sapunya erat, bersiap siap melindungi diri, dia berkata

“Maaf pak, saya gak bisa ngasih orang gak dikenal masuk rumah saya.”

“Oh yaudah kalo begitu gakpapa, tapi saya ada sesuatu buat ibu.” Joko mengeluarkan amplop berisi sepucuk surat dari kantung jaketnya.

Diberikannya surat itu kepada Jessica.
Jessica ragu ragu, dia menatap Joko dengan penuh curiga, Joko berusaha meyakinkan Jessica, dia berkata,

“Gapapa bu, ambil aja, saya gak akan macem macem kok.” Tangan kanannya menjulurkan surat lebih dekat, Jessica meraih surat itu, dia melihat amplopnya, semua terlihat normal baginya.

“Surat apaan ini?” Tanya Jessica, dia masih ragu ragu dan tak berani untuk membuka  surat pemberian Joko itu.

Joko tidak menjawab pertanyaan Jessica. Kedua orang itu saling mengunci mulut. Keadaan menjadi hening.

Tidak ingin berlama lama dalam situasi akward ini, Joko melepaskan genggaman tangannya dari atas pagar. Ia membenarkan posisi tas yang ia rangkul. Ia pun berniat untuk pergi.

“Udah ya saya pergi dulu.” Pamit Joko.

Tentu hal itu membuat Jessica semakin curiga. Wanita itu pun mengabaikan salam Joko. Tanpa menunggu Jessica membalas, Joko langsung pergi menjauh.
Jessica bisa mendengar suara langkah kaki pria itu lama kelamaan memudar tergantikan suara gemuruh truk.

Jessica penasaran, kemana Joko pergi. Ia pun menaruh surat tadi dimeja ruang tamu. Diapun langsung bergegas keluar rumah, namun bukan sesosok pria yang ia lihat, melainkan rombongan truk truk proyek yang ukurannya sangat besar.
Tidak perlu ditanya kemana truk truk itu pergi.

“Pasti itu buat pembangunan bungker.” Ucap Jessica dalam hati.

-----

Kematian Grego menimbulkan luka yang amat dalam untuk Lutfi. Grego adalah satu satunya sahabat yang ada ketika Lutfi berada dititik terendah dihidupnya. Tidak ingin berlarut larut dalam kesedihan Tama angkat suara.

“Sekarang kita harus ngapain? Satu orang udah tumbang, gua gak mau ada yang kedua.”

Joko bersender kesebuah meja lab yang kosong. Dia meletakan tangan kanannya sebagai topangan. Pria berluka bakar itu menatap ke semua orang yang berkumpul didepannya. Dia berkata,

“Pasti kalian penasaran kemana presiden dan bawahannya pergi.”

Mendengar ucapan Joko semua orang langsung menoleh kepadanya terkecuali Eno dan Stephanie. Tak disangka Lutfi tiba tiba berdiri. Dia berjalan mendekati Joko seraya bertanya,

“Kemana?”

Joko menundukan kepala, dengan percaya diri dia membalas,

“Mereka pergi ke tempat teraman. Bungker Jati.”

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 01, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ZombradoxWhere stories live. Discover now