Chapter 7 : Cairan hijau

18 11 5
                                    

Siang itu pemakaman istri Robert dihadiri oleh beberapa kerabat dan tetangga, dengan pakaian hitam hitam mereka mengiringi pemakaman yang penuh dengan tangisan itu. Mulai dari yang hanya sesekali meneteskan air mata, sampai yang meraung raung. Ya, yang meraung raung itu adalah Robert, saat itu ia terlihat sangat menyedihkan, Robert bagai terkena hantaman bertubi.

Robert memeluk nisan istrinya, memandanginya, 1 Juni 2002, tanggal itu akan selalu diingatnya didalam kepalanya sebagai hari terburuk kedua setelah hari kecelakaan itu. Robert mendekatkan kepalanya ke gundukan tanah makam istrinya, dia berbisik,

“Aku janji bakal ngembaliin kamu kesini.”

Zanzibar tertegun melihat keadaan Robert, sampai sampai ia ingin melihat ke arah temannya yang sedang berkelut dengan kesedihannya itu. Zanzibar mencoba melempar tatapannya secara acak. Pandangannya tiba tiba fokus ke seseorang, kurus tinggi, rambut hitam, berkulit kuning langsat, memakai kacamata bulat. Tatapan mata zanzibar terfokus ke orang itu karena style yang ia pikir style yang orang itu kenakan terlihat norak dan aneh.

"Cih, kupingnya dipakein apaan itu." ucap zanzibar dalam hati.

Ia melihat orang itu mengenakan sepasang benda yang dipasang dikedua lubang telinganya. Zanzibar masih memolototi orang itu, sampai akhirnya orang itu sadar bahwa ia sedang diperhatikan. Pria berkacamata itu memelototi balik Zanzibar. Tidak ingin kontak mata, Zanzibar membuang pandangannya kembali ke arah sahabatnya yang masih sibuk memeluk batu nisan. Zanzibar pun memegang pundak sahabatnya itu, dan mendekatkan wajahnya ke samping telinganya , dia berbisik

“Udahlah, ayo berdiri, gak enak diliatin orang orang.”

Robert pun berdiri, dia membasuh air matanya yang membasahi pipi menggunakan lengan baju kanannya.

Pemakaman pun selesai, Robert dan Zanzibar berjalan dijalan setapak yang disamping sampingnya berjejer kuburan kuburan lain. Mereka berjalan menuju mobil milik Zanzibar. Ditengah tengah perjalanan Robert tiba tiba berceletuk,

“Kita lanjutin lagi projeknya, dia harus gua balikin.”

Sambil berjalan, Zanzibar melirik Robert sesaat. Dia tidak membalas ucapannya. Mereka pun melanjutkan perjalanan dihiasi kesunyian.

Sementara itu, jauh dibelakang mereka berdua, Jessica istri Zanzibar yang sedang hamil 9 bulan melihat ke mereka berdua, ia melihat mereka dengan sangat fokus, hingga tiba tiba seorang wanita mengangetkan Jessica, wanita itu bernama Dewi.

Dewi adalah rekan sebangku Jessica dulu saat masih SMA. Dewi pun ikut melihat ke arah Zanzibar dan Robert yang berjalan makin menjauh.

“Si Zanzibar masih begitu?” Ucap Dewi yang sedang menggendong anaknya yang masih bayi. Perempuan. Wajahnya cantik nan imut. Stephanie namanya.

“Gimana ya caranya biar dia berubah?” Tanya Jessica balik.

“Hmmm pasti sewaktu waktu dia akan berubah kok Jes.” Balas Dewi. Mencoba meyakinkan, walaupun dirinya juga tidak terlalu yakin.

“Ehem, ngomong ngomong Dew nanti jadi bantuin beres beres warung baru aku kan? Aku gak bisa kalo sendiri.” Jessica mencoba mengganti topik. Dia baru saja membuka usaha kecil kecilan. Demi menambah nambah uang untuk kebutuhananya.

Dewi menjawab, “Jadi kok, nanti Stephanie saya titipin aja di rumah, mumpung suami lagi libur."

“Tapi, Zanzibar itu masih ngirimin uang kan? Kok kamu sampe buka warung?” Tambahnya, Dewi khawatir dengan keadaan Jessica. Memang sudah menjadi rahasia umum suami Jessica adalah orang yang susah merelakan masa lalu.

“Masih kok, tapi itu kan uang kompensasi karena kecelakaan keluarganya dulu. Sewaktu waktu pasti abis. Jadi aku buka warung buat biaya anakku nanti.” Balas Jessica, sambil mengelus ngelus perut besarnya menggunakan tangan kanannya.

ZombradoxWhere stories live. Discover now