a proposito di te

319 52 2
                                    

a proposito di te

tentangmu.

19 Juli, pukul 21.37.

Tokyo, Jepang.

Malam kembali menyapa warga. Mengistirahatkan sebagian dari mereka, namun sebagiannya lagi masih melakukan aktivitas. Tidak seperti malam sebelumnya yang ramai karena hiruk pikuk dunia orang dewasa, malam ini terkesan lebih senyap karena sebuah alasan.

[name] dan juga Nanami menghabiskan waktu mereka di tempat uang sama seperti sebelumnya. Sesekali bercakap-cakap, tapi tak lama kembali terdiam. [name] membawa papan caturnya yang ia sempat bawa saat pertemuan pertamanya dengan Nanami.

Memainkannya tanpa lawan sebab Nanami tidak begitu mengerti permainan yang cukup rumit ini. "Bagaimana harimu?" tanya [name]. "Sama seperti biasanya, sama-sama melelahkan," jawabnya dengan sedikit mengeluh. "Monoton, ya?" Nanami mengangguk. "Khas salaryman sekali," tambah [name].

"Hari [name] bagaimana?"

"Jawabanku sama dengan jawaban Nanami."

"Entah mengapa membosankan sekali..." keluh [name].

"Hidup menjadi orang dewasa tidak mengenakkan, harus bergelut dengan berbagai urusan rumit yang bahkan tidak ingin diurus. Jadi terkesan-"

"Abu-abu, sama sekali kabur dan menyesatkan diri," potong Nanami. [name] menepuk kedua tangannya tanda setuju dengan ucapan Nanami. "Semakin kesini, semakin lama hidup disini tampaknya kita diperlihatkan cara kerja dunia yang menyiksa batin," ujar [name] melanjutkan perkataannya.

"Tidak ada kompromi yang didapat. Ada yang datang lalu pergi, juga harus menyimpan sesuatu yang tak boleh terlihat celahnya, ya kan?"

Pertanyaan itu sebenarnya merupakan pancingan dari [name] lantaran ia mengingat pemandangan yang ia lihat tanggal 16 Juli lalu. Siluet Nanami yang bergerak liar entah memburu apa. Namun, rupanya pertanyaan picisan itu tidak mempan terhadap Nanami yang peka dengan keadaan. Ia, Nanami bisa terancam jika menjawab 'iya' dengan begitu [name] akan bertanya tentang kelanjutannya. 'Apa yang Nanami-san sembunyikan?' Rahasianya bisa terancam.

"Bisa jadi, banyak hal privasi ketika beranjak dewasa," jawab Nanami setelah memutar otaknya untuk menjawab.

Rasa kecewa mencelis ke hatinya. Ia tidak bisa mengeruk sesuatu di dalam Nanami yang orang itu sembunyikan darinya. "Bagaimana dengan [name]-san sendiri? Apa setuju dengan pertanyaan [name]-san sendiri?" tanya Nanami balik. Nanami sedikit penasaran dengan [name] yang hampir membuka celah dari rahasianya. Menyudutkannya sejenak, memastikan apa dia mengancam privasinya?

Di sisi lain, [name] merasa disudutkan dengan mudah karena lancang mempertanyakan pertanyaan pancingan pada Nanami yang peka. Wanita itu memanfaatkan otaknya yang cerdas dengan inteligensi tergolong tinggi. "Bisa jadi, saya merasa saya lebih setuju dengan jawaban Nanami-san. Beranjak dewasa, kita jadi lebih paham apa yang harus ditutupi dan apa yang boleh dibagikan pada orang, benar begitu?" kini [name] memastikan bahwa ia tidak merasa tersudutkan. Nanami mengangguk kemudian menyesap kopi pesanannya yang telah dingin.

tacenda、 nanami kento.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang