fluisteren

168 32 1
                                    

fluisteren

bisikan

1 September, pukul 07.43

Tokyo, Jepang.

Ungkapkan kepadanya.

Ungkapkan apa? Batin sang pria bersurai pirang.

Semua.. semua yang ada pada dirimu itu. Katakan padanya dan tuntaskan apa yang ada di antara kalian.

Haruskah aku begitu? Ia dilanda kebingungan.

Perlahan retina milik Nanami menyesuaikan gelapnya cahaya kamar, mengambil napas teratur setelah entah apa mendatangi Nanami, lagi dan lagi. Mungkin itu sugesti dari dirinya sendiri, atau bisikan seseorang atau mungkin itu adalah bisikan dari kutukan yang berada di ujung kamarnya?

Nanami sendiri tidak tahu. Apa mungkin dia mengidap skizofrenia? Pria itu rasa itu hal yang sedikit mustahil--meski pengidap penyakit mental itu tercatat banyak.

Telapak kaki yang telanjang itu menyentuh dinginnya lantai kayu olahan, lalu figur Nanami berdiri seperti dinginnya pagi karena pendingin ruangan bukanlah masalah baginya.

Air keran dari wastafel mengucur deras, menimbulkan bunyi cipratan yang menggema di kamar mandi. Satu orang berbalut pakaian lengkap berdiri menghadap kaca, memandanginya sejenak kemudian menampung air dengan kedua tangannya, sebelum ia bilas wajahnya dengan air tadi.

Nanami memandangi wajahnya cukup lama sebelum menutup keran air. Menghela napas sebab rutinitasnya akan kembali berjalan. Hari ini ia diberi misi untuk membasmi kutukan sendiri, dengan gaji yang cukup tinggi lantaran kesulitan menghadapi kutukan tersebut.

Senjata kutukannya telah disiapkan tepat sebelum ia membilas wajah. Tangannya meraih remote televisi, menekan tombol on sehingga benda itu berfungsi.

Berita pagi menjadi tontonan bagi Nanami yang menyantap sarapan ringannya sebelum mengambil misi. Sekilas terpikir dibenaknya, tentang kejadian 16 Juli. Waktu berlalu dengan cepat, tak terasa kejadian canggung itu terlewat bagai angin berhembus di musim panas.

"Apa mungkin sebaiknya katakan kebenarannya saja?" tanyanya pada diri sendiri.

Pria itu menyantap sarapannya dengan tatapan kosong. "Tapi.." gumamnya. Gumaman itu terhenti entah karena apa.

Pandangannya beralih ke arah senjata kutukannya, diletakkan di atas sofa menghadap televisi. Senjata yang masih berbalut dengan perban bermotif polkadot hitam dibeberapa sisi. Ia menggunakannya demi mencabut eksistensi dari kutukan.

"... apa dia akan mengerti?"

Suara deru rendah dari pendingin ruangan menggantikan suara berat Nanami. Seolah deru itu memberi jawaban yang tak dimengerti.

Dalam benaknya terlintas bayangan kala ia menyatakan kebenarannya. Secara garis besar, ia merasa cemas, khawatir dan gelisah. Butuh perjuangan ekstra untuk bisa bertemu dengan wanita itu--[name]. Sebab pertemuan yang mereka lakukan tidak terjadwal.

"Bagaimana kalau... dia akan menolak kenyataannya, kemudian menjauh..?" Dia bergumam, memikirkan seberapa besarnya probabilitas itu terjadi.

Nanami menggigit sarapannya untuk terakhir kali, sebelum ia beranjak untuk membersihkan piring beserta garpu makan.

Baru kali ini ia dibuat gelisah oleh seseorang.

Terlebih ia adalah seorang wanita.

Membuatnya terlena dengan sebuah bisikan atau apa pun itu.

Yang menyerukan kenyataan dan kebenaran mereka.

Suara air yang jatuh dari keran mendominasi ruang dapur dengan ukuran sedang. Nanami berkali-kali menggosok piring hingga menurutnya sudah bersih dari sisa makanan. Mematikan keran dan menyusun piring ke rak.

Setelah itu bersiap untuk menjalankan misi. Ia meraih senjata kutukan miliknya, menatapnya lamat-lamat dengan durasi cukup panjang. Mulutnya terbuka mengucapkan sesuatu sebelum akhirnya meletakkan senjata itu di balik jasnya dan bergerak menuju lokasi.

Kemudian pagi cerah hari ini telah menyambutnya untuk menjalankan misi di hari yang segar. Langit dan awan bersorak di atasnya. Tapi dunia yang ia masuki bukan dunia orang-orang banyak berkumpul. Sisi lain yang gelap dan tak mengenakan pikiran juga batin. Dia adalah orang-orang yang bersembunyi di baliknya.

"Mungkin, suatu saat nanti aku akan mengungkapkannya," ikrarnya.

Tapi, kapan saat itu tiba, Nanami?

Dan suatu saat itu bisa berarti tidak pernah terjadi, bukan?

Ia mendengar sebuah bisikan lagi.



to be continue.
________________________

Gak kerasa buku ini udah mencapai 1 ribu pembaca

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gak kerasa buku ini udah mencapai 1 ribu pembaca. Terima kasih semuanya karena sudah mau meluangkan waktu membaca dan menunggu book ini update 🙆‍♀️😻💗💐💐

tacenda、 nanami kento.Where stories live. Discover now