004. Gara-Gara Typo

17.9K 1.4K 760
                                    

"Jeno babi, kamu tidak bisu dan tidak tuli, tapi kenapa dari tadi aku ajak ngomong dikacangin begini?" Oliv mendesak lawan bicaranya dengan intonasi jengkel. Jeno sekarang sedang meletakkan kepalanya di atas meja dengan bantalan buku paket kimia, wajahnya terlihat begitu frustasi seperti orang kebanyakan hutang yang menjadi buronan rentenir.

"Aku ada salah sama kamu?" tanya Oliv lagi, kali ini suaranya agak dilembutkan.

Jeno menggeleng samar, mulutnya benar-benar tertutup rapat.

"Terus kenapa dari tadi aku didiemin coba?"

"Aku nggak diemin kamu kok," sahut Jeno lirih. "Cuma lagi badmood, makanya malas ngomong."

Oliv lantas menarik napas dalam-dalam. Jemarinya tergerak mengelus pundak Jeno. Gadis itu peka, pasti ada sesuatu yang terjadi pada Jeno hingga membuatnya berakhir seperti ini. Jeno kalau lagi diam itu tandanya sedang tidak baik-baik saja. Maka dari itu, Oliv memberikan atensi lebih dengan bertanya, "Ada masalah di rumah? Kamu boleh cerita sama aku. Siapa tahu aku bisa bantu."

Yang ditanyai tak langsung menjawab, melainkan mengambil posisi duduk dan lekas mengacak-acak rambutnya sampai berantakan. Lalu mulai menatap mata sahabatnya yang terlihat begitu tulus dan peduli padanya. Tapi, karena hal itu ia semakin ragu mau menceritakan kebenaranya. Masalah kemarin... ia bingung harus mulai dari mana.

"Ini lebih ke masalah harga diri sih, Liv," balas Jeno kemudian.

"Cerita yuk sama aku, biar lebih tenang," pinta Oliv seraya tersenyum manis yang terkesan menenangkan. "Aku tidak suka lihat Jeno murung. Lebih suka Jeno yang nyebelin."

Menghela napas panjang, Jeno lantas berujar, "Liv, aku butuh mesin penghapus hari. Aku ingin menghapus hari kemarin."

Oliv sontak mengernyit heran, "Memang kemarin ada apa?"

"Aaaaaa... Liv, bantu aku menghilang dari bumi plis," Jeno merengek seperti bayi. Lalu secara tiba-tiba membenturkan jidatnya ke meja dengan cukup keras.

Dug!

"Hei, Jen! Ngapain?" pekik Oliv kaget.

Dug!

"Jangan bunuh diri woy!" Oliv berusaha menahan tubuh Jeno, tapi apa daya tenaga laki-laki itu seperti sapi brahman, ia tetap melanjutkan aksi menyakiti dirinya sendiri.

Dug!

"Jen, tetaplah hidup walau tidak berguna," lanjut Oliv makin panik.

"Liv... aku malu banget sumpah demi dewa kahyangan," lirih Jeno tanpa semangat. "Plis kasih saran, lebih baik aku menguap atau menyublim biar bisa hilang?"

Dug!

"Jen, kamu kenapa sih? Jangan gini dong, aku masih butuh kamu buat kasih contekan PR," kata Oliv jujur.

Dug!

"Stop ya anjing! Malu-maluin." Pada akhirnya, Oliv tidak bisa lagi menahan emosinya yang sudah berada di puncak ubun-ubun. Seisi kelas memandangi mereka dengan sorot kebingungan sejak Jeno pertama kali membenturkan kepalanya sendiri seperti orang idiot. Dan kini Oliv yang menanggung malu.

"Oke-oke, nanti pas istirahat aku traktir kamu mie ayam, tapi harus cerita semuanya. Gimana?" tanya Oliv menawarkan sebuah solusi epik yang dibumbui sogokan tengik.

"Iya deh," balas Jeno selagi mengusap jidatnya yang mulai memerah. Semoga saja tidak benjol.





"Ayo cepat cerita!" tagih Oliv selang beberapa detik setelah ibu-ibu kantin mengantarkan mie ayam pesanan mereka. Oliv bahkan rela bayar lebih agar porsi mie ayam Jeno dibanyakin, terutama ayamnya. Hitung-hitung supaya badan Jeno agak berisi juga, biar tambah ganteng.

DOMINIC VANTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang