002. Apa Aku Terlihat Seksi?

23.8K 1.7K 937
                                    

Author's POV


Dominic Vante melihat bayangannya di depan cermin—sekarang ia paham kenapa setiap kali berjalan selalu menjadi pusat perhatian, ternyata ia kelewat tampan.

Ia punya struktur wajah simetris yang mempesona, tubuh tinggi kekar, otak cemerlang, attitude bagus, dan yang terpenting tidak miskin.

"Bagaimana bisa ya orang sesempurna aku ditinggal pas lagi sayang-sayangnya?" Dom bermonolog selagi mengancingkan benik kemejanya satu per satu. Sedikit berandai-andai. Misalkan Tuhan belum mengambil Jessica dari dunianya, mungkin sekarang wanita itu tengah memeluknya hangat dari belakang sembari menungguinya bersiap-siap. Angan itu membuatnya bernostalgia.

Dom dan Jessica pernah tinggal bersama di salah satu apartemen mewah di Kanada selama kurang lebih satu minggu karena suatu urusan bisnis. Mereka sudah menjalin hubungan spesial, jadi tidak ada salahnya menghabiskan waktu berdua lebih lama. Dom sudah banyak berkhayal saat itu, tentang rumah tangganya bersama Jessica. Namun takdir Tuhan berkata lain. Mau menyesal juga tidak bisa, sebab ia tak mungkin menentang kuasa Sang Pencipta. Kini perlahan ia mulai membuka pikiran bahwa Tuhan sudah merencanakan segala sesuatu yang terbaik untuk umatnya. Di mata Dom, Jessica adalah yang terbaik, namun di mata Tuhan—bisa jadi Olivia adalah paling baik dari yang terbaik untuk Dom.

Selesai memakai kemeja, Dom berjalan menuju laci tempat di mana koleksi dasi-dasi mahalnya tersimpan. Sekarang ini yang paling cocok adalah warna abu-abu tua, senada dengan warna celana yang ia kenakan. Setelah diambil, Dom tak langsung memasang dasi tersebut, ia justru keluar dari kamar dan membawa langkahnya menuju kamar Oliv yang ada di lantai satu.

Tanpa mengetuk, Dom membuka pintu kamar Oliv begitu saja. Damn! Pria itu langsung menelan ludah susah payah saat mendapati Oliv hanya memakai handuk di tubuhnya dengan rambut ikat asal yang menggoda, di tambah lagi saat ini ia sedang berjinjit mengambil sesuatu di rak atas lemari pakaiannya—kaki jenjang itu membuat pikiran Dom jadi melayang ke mana-mana. Pemandangan gadis seksi di pagi hari memang yang terburuk, apalagi gadis yang dimaksud adalah Oliv, adik Jessica. Dom jadi merasa baru bertindak cabul pada gadis di bawah umur. Oh, semoga hormon testosteron pada Dom Junior bisa diajak kompromi, sebab tidak lucu jika tiba-tiba ada jiplakan menara Eiffel dari celananya.

Oliv akhirnya mendapatkan apa yang ia cari-cari dari tadi, ternyata rok sekolahnya terselip di lipatan-lipatan pakaian santai. Ia kemudian berbalik badan karena hendak memakai seragamnya, namun ia benar-benar nyaris serangan jantung sebab entah sejak kapan Dom sudah berdiri tepat di belakangnya dengan tatapan penuh keambiguan.

"ARGHHH!!" Tentu saja Oliv berteriak kencang sebagai bentuk reaksi spontan, ia kembali menghadap ke lemari sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada untuk mengantisipasi. Sementara Dom langsung menutup telinganya rapat-rapat karena teriakan Oliv sudah seperti bunyi terompet Sangkakala.

"Paman kok masuk kamar Oliv tidak ketuk pintu dulu sih? Tidak sopan tahu!" protes Oliv tanpa berani menoleh sama sekali.

Dom berusaha menarik napas, ia harus terlihat tetap tenang. "Kan kamu sendiri yang bilang kalau aku tidak perlu ketuk pintu. Kamu bilangnya masih tadi malam loh, masak sudah lupa?"

"Tapi kan harusnya Paman tahu situasi dan kondisi dong, kalau begini kan aku yang malu," ujar Oliv masih tidak mau kalah.

"Lah? Memang aku bisa lihat kamu lagi ngapain waktu masih di depan kamarmu? Pintunya tidak tembus pandang by the way." Dom jadi gemas sendiri.

"Iya juga sih."

"Nah, kan? Jadi siapa yang salah?"

"Paman Dom lah!"

DOMINIC VANTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang