005. Ajari Aku Cara Berciuman

19.7K 1.5K 590
                                    

"Aku punya anjing kecil, kuberi nama Oliv. Dia senang mencaci maki, sambil berbuat keji~"

Suara nyanyian sumbang itu berasal dari eksistensi Jeno yang terlihat sangat bersemangat menaiki tribun penonton. Ia berlari kecil menuju tempat duduk paling ujung tepat di mana ada seorang gadis yang tengah menatapnya sensi dengan mulut komat-kamit seperti sedang membacakan mantra julid.

"Oliv guk guk guk~ Kemari guk guk guk~" Jeno masih melanjutkan kegiatan bernyanyinya, semakin asik karena terbawa suasana, tidak sadar bahwa suaranya lebih buruk dari bunyi knalpot rusak. Berpotensi bikin gendang telinga pecah, tuli, kejang-kejang, asma dan bahkan kematian.

"Bisa diam? Suaramu merusak dunia," tandas Oliv sambil menutupi telinganya karena takut kenapa-napa, ia tak mau membuang-buang uangnya untuk pergi ke dokter THT setelah mendengar Jeno bernyanyi.

"Ih, jahat kamu! Padahal suaraku kan merdu seperti-"

"Terompet sangkakala." Oliv menginterupsi.

"Justin Bieber kali maksud kamu," kata Jeno cepat-cepat mengoreksi, membuat Oliv langsung merotasikan bola mata keki.

"Omong-omong itu apa yang kamu sembunyiin dari tadi?" tanya Oliv sadar akan kedua tangan Jeno yang berada di belakang punggung seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

"Mau tahu banget atau mau tahu saja?" Jeno malah menggoda.

Gurat wajah Oliv seketika berubah datar. "Lima detik tidak kasih tahu, mandul."

"TADAAA!!!" seru Jeno bersemangat sambil menunjukkan dua bungkusan es krim, kemudian iseng menempelkannya pada masing-masing pipi Oliv hingga gadis itu berjengit karena merasa dingin. "Aku beliin es krim buat kamu."

"Kok es krim sih? Tadi kan janjinya mau dibeliin pizza sebagai upah kurir jaket Gucci kemarin," sungut Oliv kesal, tapi tidak berniat untuk menolak es krim rasa vanilla yang diberikan Jeno barusan. "Padahal aku nungguin kamu sampai selesai ekskul basket loh. Mana sendirian lagi."

Jeno mencubit hidung sahabatnya gemas, "Aw! Demi apa sih aku ditungguin orang cantik kayak kamu?"

"Najis!" Oliv berekspresi seperti orang mual yang mau muntah. Jeno terkekeh, kemudian mengambil posisi duduk pada kursi tepat di samping kanan Oliv. "Jangan dekat-dekat. Kamu bau."

"Ya kan memang habis basket, pasti keringetan lah," ketus Jeno. "Sini-sini aku ketekin sekalian biar pingsan."

Oliv terus mengelak saat Jeno makin usil dengan mengapit kepalanya di bawah ketiak. Rasanya bukan mau pingsan lagi, tapi lebih ke sakaratul maut. "Jeno babi! Sumpah ketekmu baunya kayak got ampas tahu. Lepasin woy!"

"Tidak mau, kecuali bilang 'Jeno ganteng kayak Justin Bieber' sebanyak tiga kali," gagas Jeno benar-benar tidak tahu diri. Ia tidak kasihan melihat Oliv yang bersusah payah menahan napas agar bisa bertahan hidup dari racun gas mematikan ini.

"Harga diri Justin Bieber turun kalau disama-samain sama kamu."

"Oh, ya sudah. Aku ketekin begini saja terus," ancam Jeno sambil mengosek pelan kepala Oliv. "Tuh, lihat. Es krim kamu sudah mulai mencair. Ayo cepat katakan."

Oliv awalnya tetap bersikukuh, tapi karena es krim vanilla adalah favoritnya, maka ia pun terpaksa mengatakan, "Jeno ganteng-ew hoekk!"

"Loh? Loh? Liv! Ayo yang serius." Jeno memperingati.

"Jijik banget sumpah. Kamu gantengnya kalau dilihat dari lubang pantat doang soalnya," kata Oliv berterus terang.

"Emang pernah lihat lubang pantatku? Hayolohhhhhh, kamu ngintip aku pas mandi ya-"

DOMINIC VANTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang