XLIII

240 67 5
                                    

Hari berlalu dengan cepat, terlalu cepat untuk kujelaskan. Udara malam ini tak main-main, kurasa aku bisa membeku hanya dengan 1 jam berdiam di luar lab. Aku terbangun dari tidurku, keperluan untuk buang air kecil. Tak heran, sejak sore setelah Adrian meninggalkan dapur, hidungku mulai mimisan hebat, menyebabkan aku minum sesering mungkin. Dan kini, jam 12 malam, efeknya mengganggu tidurku.

Aku bangkit dari tidurku, mencoba pergi ke kamar mandi. Kuingat-ingat lagi, bahkan tadi, sebelum larut malam pun yang lain tidur lebih awal. Kuyakin sekarang mereka pun masih tidur. Lab terlihat jauh lebih sepi dibanding biasanya, ditambah udara dingin yang tiba-tiba menyerang. Bukan biasanya tak dingin, tapi malam ini berbeda. Bisa kurasakan suhu udara turun beberapa derajat.

Setelah menyelesaikan urusanku di kamar mandi, aku berniat kembali ke ruanganku untuk melanjutkan tidurku. Bahkan sebelum meninggalkan pintu kamar mandi, cairan merah itu muncul lagi, turun dari lubang hidungku. Aneh. Tak biasanya aku mimisan banyak begini. Spontan aku kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci hidungku, kau tahu, meminimalisir penggunaan tisu. Aku menyalakan kran air dan mulai membasuh.

"Srrrrksss" suara itu entah datang dari mana. Kupikir aku hanya berhalusinasi karena suara air kran cukup kencang, tapi setelah suara itu muncul beberapa kali, kurasa aku tak sedang berhalusinasi.

Kumatikan kran air, memastikan asal suara. Dari luar. Suara tak jelas itu datangnya dari luar lab, yang kebetulan kamar mandi terletak tak jauh dari pintu belakang. Aku segera keluar dari kamar mandi, berniat memeriksa ada apa di luar. Aku berdiam di depan pintu, memegang kenopnya, sebelum paranoid itu muncul.

"Tapi tengah malam yang dingin begini, siapa yang mau datang?" batinku menakuti diriku sendiri.

Aku mengurungkan niatku. Yah? Lagipula siapa yang mau datang jam 12 malam begini? Aku tersenyum remeh, berbalik untuk kembali ke ruanganku, sebelum...

"Ding! Ding!" aku yakin itu suara logam yang diketuk pada logam, dan aku yakin suara itu berasal dari pintu belakang, tepat di belakangku.

"Ding!" suara itu muncul lagi.

Aku tak bisa begini terus, setidaknya aku harus melakukan sesuatu. Regis tak membuat satupun jendela di area pintu belakang, dan aku terlalu takut untuk membuka pintunya. Aku berjalan tak jauh dari pintu, mencari sebuah celah untuk mengintip. Tak kulihat apapun disana. Aku mengetuk celahnya, mencoba menarik perhatian apapun yang ada di luar sana agar masuk ke dalam jarak pandangku. Dan benar saja, ia terpanggil. Kurasa ia juga melihat celah, dan ikut mengintip. Kami bertatapan, dan mata itu,... aku kenal mata itu.

"DAYNE!" teriakku kencang sesaat setelah aku melihat sepasang mata itu. Bola mata kanan ungu, dan bola mata kiri merah, bukankah begitu?

Aku segera membuka pintu, panik. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Bagaimana mungkin ia bisa bangkit dari kematian setelah sekian lama? Begitu pintunya terbuka, ia pun masuk, menenteng sabitnya yang kuyakin ia gunakan untuk mengetuk pintu belakang yang terbuat dari besi. Setengah bagian mulutnya sampai dagu rusak. Rambutnya jauh lebih panjang dari yang terakhir kali kulihat. Kantung matanya terlihat menghitam, benar-benar parah. Aku segera menghampirinya, menggenggam tangannya. Kedua tangannya tak jauh beda denganku, rusak total. Bedanya hanya tanganku rusak karena terbakar, dan tangannya rusak karena entahlah apa, penuh luka gores. Instingku membawaku untuk berteriak, memanggil orang paling penting baginya.

"MAAAAARKKK!!! MARK CEPAT KESINI!!" teriakku tak peduli bahkan bila aku membangunkan yang lain. Ini lebih penting dari apapun. APAPUN.

"Dayne, kau akan baik-baik saja. Kau akan baik-baik saja..." kataku masih memegang tangannya, dingin.

"..." ia tak menjawab, hanya mengangguk antusias.

Dalam beberapa detik, suara rusuh langkah kaki terdengar mendekat. Mark berlari sekuat tenaga, spontan memeluk Dayne singkat, melepaskannya, dan mengecek Dayne Yang lain pun datang ke lokasi, masih setengah sadar.

Life in Death 2 : IllusionWhere stories live. Discover now