XXXIII

437 97 6
                                    

Aku bergegas bangkit dan lari ke kamar dimana Ex berada, diikuti oleh yang lainnya di belakangku. Bahkan Ny. Daisy dan Tn. Jonathan pun ikut serta menghampiri Ex, tak terkecuali anak-anak kecil yang berlarian dan cukup membuat langkahku terhalang. Tak sampai semenit, kami semua sampai di kamar itu. Ex terlihat terduduk berkeringat di atas kasurnya, memegang erat selimutnya.

"Mam, pipi Mam kenapa?" tanyanya tiba-tiba. Anak ini memang tak jelas.

"Kenapa malah membahas pipiku? Kau yang kenapa, Ex?" tanyaku. Memangnya ia pikir kami semua berlarian menghampirinya hanya untuk mendengar ia bertanya soal pipiku?

"Ah iya,... kakek?" tanyanya bingung.

"Iya?" jawab Tn. Jonathan canggung.

"Huh?" ucap yang lain bingung, hampir tak tahu apa yang harus dilakukan .

"Kau sudah ingat, Alexa?" tanya Ny. Daisy pelan sambil menghampiri Ex. Ah iya, sekarang aku harus memanggilnya apa?

"... nenek?" tanya Ex memastikan.

"OH ASTAGA, KAU SUDAH INGAT" kata Ny. Daisy kencang sambil buru-buru memeluk Ex yang masih berada di kasur. Ex membeku, wajahnya terlihat kaget. Air matanya meleleh turun ke pipinya. Perlahan, tangannya naik, membalas pelukan neneknya itu.

Hampir semua orang yang ada di sini bingung, tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Walaupun tak mengerti, atmosfir ini mengalahkan semuanya, dipenuhi rasa haru yang bahkan aku sendiri pun tak tahu bagaimana menjelaskannya. Tn. Jonathan menatap Ex dan istrinya dengan penuh kerlipan di matanya.

"Pou pou, aku juga ingin dipeluk" ucap Tn. Jonathan mendekat ke arah mereka berdua.

"Sudah kubilang jangan panggil aku Pou Pou, tapi biarlah, mari kita pelukan" jawab Ny. Daisy sambil menarik Tn. Jonathan, mengajaknya agar ikut berpelukan.

"Aku juga! Aku juga!"

Anak-anak kecil itu sedikit meringis dan berlarian untuk ikut berpelukan. Mereka terlihat bersemangat walaupun tak tahu apa yang terjadi. Tawa-tawa pelan dan tangan-tangan kecil itu berebut untuk mendapat pelukan. Diam-diam, Ex dan Ny. Daisy menghapus air mata yang tumpah ke pipinya, berharap anak-anak itu tahu bahwa tak ada lagi hal yang perlu dikhawatirkan.

Sedangkan aku, hanya berdiri di sini, bahkan tak cukup kuat untuk hanya ikut berpelukan dengan mereka. Aku hanya mematung sambil menahan tangisku, tersenyum kecil, bangga karena akhirnya mampu mempertemukan Ex dengan keluarga yang dicarinya. Hanya dengan melihat mereka berkumpul membuatku merasa bahwa tugasku di dunia ini telah selesai, yang jelas; belum. Aku menghela nafas panjang, teringat terakhir kali aku memeluk ibuku. Perasaanku bercampur aduk, terlalu lelah untuk sekedar mencari tahu apa yang kubutuhkan sekarang. Tanganku sedikit bergemetar, mencoba untuk tak menangis lagi.

Mark menatapku sekilas. Tangannya hampir menyentuh bahuku sebelum ia sadar David menghampiriku lebih cepat dan ia menarik kembali tangannya. David menghela nafas pelan, lalu memegang jari kelingking kananku. Aku meliriknya, bahkan sebelum aku mengucapkan sesuatu, ia sudah menimpalinya.

"Jangan bicara, El. Aku rinduku ibuku" ucapnya pelan, tak menatapku sedikit pun.

Aku masih bungkam, terlalu mematung sampai tak menyadari bahwa air mataku sudah jatuh sedari tadi. Ziu yang kebetulan berbalik menatapku beberapa detik sebelum akhirnya bergumam pelan.

"Kakak itu menangis" gumamnya, mengalihkan pandangan anak-anak kecil itu padaku.

"EEEEHH JANGAN MENANGIS" kata Kimora kencang sambil menghampiriku.

"Tak apa, tak apa" kata Rei mencoba menenangkan, menatapku dengan sedikit rasa iba.

"Jangan menangis, perempuan tak boleh menangis" kata Loui ikut-ikutan. Lagipula peraturan macam apa itu?

Anak-anak itu hanya mengelilingiku, sesekali menepuk-nepuk tanganku karena mereka tahu mereka tak akan bisa menepuk pundakku. Aku tersenyum kecut, sadar betul bahwa aku tak begitu suka anak-anak, tapi entah mengapa, melihat mereka semua di sini membuatku sedikit bahagia. Setidaknya, aku tak sendiri.

Malam itu tak sedingin biasanya. Kami semua berkumpul di sebuah ruangan, dimana aroma kue panggang menyebar, menggoda indra penciumanku. Tn. Jonathan dan Ex sibuk berbagi cerita, bagaimana rasanya bertemu yang sudah lama hilang. Yang kuingat hanyalah kami tertawa bersama, baik karena lawakan tua Tn. Jonathan, atau pun tingkah Loui yang terkesan random. Lampu remang kuning ini membuat semuanya menjadi semakin hangat. Kurasa tak ada lagi yang perlu kukhawatirkan, setidaknya, untuk sekarang.

"David, ambilkan kue yang di sana" kataku sambil menyenggol David, menunjuk ke arah tumpukan kue jahe yang berada lebih dekat dengannya.

"El, kita masih bermusuhan. Aku tak ingin bicara denganmu" kata David menolak. so' jual mahal sekali dia.

"Oh, ayolah... tanganku terlalu pendek untuk mengambilnya" jawabku membujuknya.

"El! Aku sedang marah! Tidakkah kau mengerti?" tanya David menatapku dengan serius, kecuali,... gigi ompongnya.

"Tidak. Sekarang tolong ambilkan kue yang di sana" jawabku mencoba tak peduli.

"Huft, kau ini" katanya menyerah sambil mengambil kuenya.

"Apa?" tanyaku.

"Menyebalkan" jawabnya sambil memasukkan kue itu ke dalam mulutnya. Sialan.

"Bocah setan" kataku pelan sambil memalingkan diri.

Jam berdetik dengan cepat. Semilir angin dingin mulai masuk tanpa permisi, menandakan sudah waktunya untuk tidur. Anak-anak kecil itu berbaring di kasurnya masing-masing, dengan Ny. Daisy yang siap dengan buku dongengnya. Begitu pula kami, kembali ke ruangan dimana kami akan beristirahat. Aku membaringkan diri dan menghela nafas panjang. Apalagi hal yang mungkin terjadi ke depannya? Aku bahkan tak berpikir untuk melanjutkan perjalanan. Tak bisakah kami hanya berdiam di sini? Hidup yang cukup aman dengan keluarga baru? Ah,... hari ini bahkan sudah cukup melelahkanku, dan yang kubutuhkan saat ini hanyalah tertidur pulas.



----------------------------------------------------

Kalian jangan bosen yah baca cerita aku :( insecure banget asli karena akhir-akhir ini sibuk kerja jadi buntu ide. Maafin kalo kurang rame, nanti aku perbaiki lagi ke depannya.

Btw, ini endingnya kalian ga bakalan nyangka, jadi plis jangan dulu ninggalin cerita ini ya huhu

Life in Death 2 : IllusionDonde viven las historias. Descúbrelo ahora