5 : teka-teki sifat

64 13 4
                                    

"Aksa!" Adara menegakkan badannya, rasa takut bercampur kaget membuat jantung Adara
berdegub kencang.

Lelaki itu tengah terlelap dengan ear buds yang menyumbat telinga dan topi hitam yang sedikit menutupi wajahnya.

Rasanya aneh melihat seorang Aksa di dalam bus. Dia adalah anak orang kaya yang bisa saja bergonta-ganti mobil semaunya. Jadi kenapa harus naik bus? Melihat Aksa yang tenang dengan jarak sedekat ini, aneh sekali rasanya.

Sepanjang Adara dibully, Adara tahu Aksa memantau saja tak ikut serta membully Adara. Ia tak pernah tertarik untuk berbicara pada orang-orang di sekolah apalagi terlibat dalam pembullyan yang dilakukan oleh adik dan teman-temannya.

Kejadian saat Adara ditumpahi sebotol yogurt itu adalah untuk kali pertama Aksa ikut serta merundung Adara, karena itulah saat Aksa ikut serta dalam perundungan itu teman-temannya tercengang.

Bagi Adara hanya memantau atau ikut merundung keduanya adalah hal yang sama. Sekadar memantau tanpa melakukan apapun saat dirinya dirundung oleh teman-temannya, itu sudah lebih dari cukup untuk sebuah alasan mengapa ia membencinya.

Ckitttt....

Bus tiba-tiba mengerem membuat Adara yang tengah melamun limbung seketika, tak sempat untuk mempersiapkan diri. Sampai-sampai kepalanya hampir saja membentur besi pada kursi di depannya jika sebuah lengan tidak menghalangi kepalanya.

Aksa meletakkan lengan kekarnya pada kursi di depan Adara. Gadis itu tertegun ketika sepasang mata Aksa membuka lebar dan menatap matanya. Di antara bisingnya protes para penumpang pada sopir, Aksa dan Adara bersitatap selama beberapa saat.

Aksa menatap Adara dengan datar. Pandangan itu, Adara tak pernah paham dengan tatapan mata Aksa, bukan benci, bukan juga suka. Tatapan itu terlalu abu-abu untuknya. Kosong.

"Minggir," ketus Aksa.

Dengan cepat Adara menegakkan badannya, memberikan ruang untuk Aksa agar bisa kekuar.

Aksa bangkit, lalu menyampirkan tas ransel yang dibawanya dan melangkahkan kaki keluar dari bus.

Busnya sudah berhenti di halte hanya saja tadi si sopir tadi berhenti secara mendadak membuat para penumpang kaget. Adara bergegas bangkit, melepaskan earphone dan berjalan keluar dari bus.

Saat turun dari bus gadis itu hanya diam, menatap punggung yang berjalan menjauh. Ia kini merasa bingung dengan apa yang terjadi saat di dalam bus. Kenapa Aksa menghalangi kepalanya agar tidak membentur bus? Harusnya jika Aksa membencinya seperti halnya teman-temannya itu, ia akan membiarkan kepala Adara terbentur besi kursi.

Dengan refleks yang sangat cepat itu, Adara yakin jika Aksa tidak benar-benar tidur, ia hanya memejamkan mata. Kalau memang benar Aksa tidak tidur berarti lelaki itu sadar jika Adara menatapnya?

Adara mengerutkan dahi, lalu menyugarkan rambut panjangnya ke belakang. Ia gregetan bukan main. Rasanya gadis itu ingin mencekal lengan Aksa dan menanyakan semua hal yang ada di pikirannya tentang lelaki itu secara gamblang. Tapi mungkin jawaban yang diberikan lelaki itu hanya ucapan ketus yang tak akan menjawab pertanyaannya. Sia-sia.

●□●□●□●

Bel jam pelajaran ketiga berbunyi. Mata pelajaran yang selajutnya adalah mata pelajaran Sejarah Indonesia. Selang beberapa menit guru memasuki kelas murid-murid bergegas mengambil buku pelajarannya dalam tas.

Laki-laki paruh baya, berjanggut tipis dengan kecamata berbentuk persegi panjang yang bertengger di hidungnya. Ia berdiri di depan meja Sherly, sorot matanya tajam dan mengintimidasi. Seisi kelas sunyi dibuatnya.

AMBIVALEN [SEGERA TERBIT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang