19 : percaya

36 7 0
                                    

"Semuanya bubar!" Perintah guru BK, membubarkan kerumunan yang ada di aula.

"Semua yang terlibat dalam kerusuhan ini, saya tunggu kalian semua di ruang rapat!" Murka Kepala Sekolah pada semua orang yang ada di sana. Setelah itu ia pergi keluar dengan langkah berdentum-dentum.

Aksa dan Gery saling memalingkan wajah, setelah itu Gery pun berdecih dan mengikuti siswa-siswi yang keluar dari ruang aula.

"Bener-bener dah," gumam Pak Rudi pelan, mengamati seluruh kerusuhan yang membuat ruang aula menjadi berantakan. "Mentang-mentang anak orang kaya pada seenaknya," ujarnya tak habis pikir, lalu berjalan mengikuti Kepala sekolah yang sudah lebih dulu keluar.

Wali kelas menatap tajam Felicia, Aksa, dan Adara secara bergantian, menghela nafas berat melihat kekacauan yang diperbuat oleh oleh anak muridnya. Amarahnya sudah berada di ubun-ubun, siap meledak kapan saja.

"Kalian!" Bu Sandra menghentakkan sepatu ke lantai dengan kuat, tangannya menunjuk mereka bertiga secara bergantian membuat ketiganya terkesiap. Lantas memijat pangkal hidungnya sembari menarik nafas dalam.

"Ibu tahu orang tua kalian kaya dan berkontribusi banyak sama kemajuan sekolah, tapi apa gak bisa kalian jaga sikap kalian? terutama kamu Felicia." Tekan Bu Sandra.

Felicia menanggapinya dengan malas. "Saya cuma menyampaikan keresahan siswa siswi di sini, yang harus Ibu salahin itu Adara. Dia sumber masalah dari semua kasus yang ada di sekolah, nama sekolah juga jadi tercemar karena dia."

Mendengar hal itu Aksa meliriknya tajam dan dengan begitu Felicia menunduk sembari mengulum bibirnya.

"Sudah sudah, ikut Ibu ke ruang rapat sekarang."

Felicia mengambil langkah, mengikuti Bu Sandra yang sudah jalan lebih dulu. Begitu juga dengan Adara, ia mengekori Bu Sandra.

Jika dipanggil ke ruang rapat sudah dipastikan mereka akan mendapat surat peringatan dan panggilan wali murid untuk membicarakan terkait masalah yang terjadi. Aksa menyugarkan rambutnya ke belakang, ini kali pertamanya melakukan keributan di sekolah dan ini adalah kali pertama Ayahnya akan dipanggil karena masalah yang diperbuatnya. Tapi walau begitu Aksa tak menyesal karena melakukannya.

Kini yang ada di pikirannya adalah sang Bunda, ia mengusap wajahnya frustasi. Ayah Aksa pasti akan menjadikan Bundanya sasaran atas kemarahannya.

....ooo¤ooo....

Sherly, Felicia, Olivia, Adara dan Aksa keluar dari ruang secara berurutan, membawa surat peringatan dan juga surat panggilan wali murid untuk hadir ke sekolah besok. Muka mereka nampak masam, pengang mendengar omelan Kepala Sekolah mengenai artikel yang beredar di internet tentang rusaknya reputasi sekolah karena kasus pembullyan itu. Pada akhirnya pria paruh baya itu kewalahan karena menerima banyak telepon dari kolega juga donatur sekolah yang mempertanyakan mengenai artikel itu, karena lelah akhirnya beliau membubarkan mereka.

"Olivia, maaf ya gara-gara gue lo jadi ikut keseret seret gini," ujar Adara pada Olivia yang memasang wajah sedih sembari memandangi kertas di tangannya.

Di sampingnya Aksa menyonggol lengan Adara, membuat gadis itu berdecak kesal sembari memelototinya. Aksa heran, kenapa juga Adara harus minta maaf pada Olivia.

"Bukan salah lo kok," balasnya dengan senyum teduh.

Matanya berotasi malas. "Emang bukan salah Adara," celetuk Aksa.

Walaupun Olivia berusaha menyembunyikan kemarahannya Aksa bisa melihat bahwa gadis itu tengah menahan kemarahannya setengah mati. Ia hanya belaga tenang dan anggun di depan Adara, walau amarahnya sudah memuncak dan siap meledak kapan saja.

AMBIVALEN [SEGERA TERBIT]✔Where stories live. Discover now