25 : pamit

64 5 6
                                    

Adara
Aku pulang

Aksa menghela nafas berat ketika melihat pesan yang dikirimkan oleh Adara. Mengejar gadis itu pun mungkin akan berakhir ia diusir olehnya. Pasrah, Aksa berbalik lagi setelah benar-benar tak menemukan Adara di pintu masuk rumah sakit.

°°•••◇♡◇•••°°

Aksa gans😐
Aku minta maaf, gak seharusnya
aku bawa kamu ke sana

Setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Aksa, Adara memilih untuk tidak menjawabnya. Ia menyalakan lagu, menyumpal telinganya dengan earphone, lalu menyederkan kepala pada jendela bus -memandangi jalanan yang ramai.

Adara menarik nafas panjang kemudian memejamkan matanya. Setengah beban di dadanya hilang saat ia berhasil mengatakan semua yang ada di pikirannya dengan lantang pada Sherly. Mungkin terkesan dirinya yang jahat saat ia mengatakan agar Sherly loncat dari sana, tapi Adara bukan seorang malaikat berhati lembut yang akan memaafkan semua perilaku Sherly padanya. Sering terbesit di pikiran agar gadis itu mati saja, supaya hidupnya tak lagi rumit. Tapi ia sadar, memang tak ada yang lebih baik dari pada membenci Sherly.

Bukan rumah yang ia datangi seperti apa yang ia bilang pada Aksa, Adara duduk seorang diri di kursi taman dekat rumahnya. Karena taman dekat rumahnya ini hanya sepi saat siang hari, Adara memilih untuk menenangkan diri di sana.

"Ra!"

"Rara!"

Adara terjingkat saat kupingnya mendengar suara bisikan yang memanggil namanya. Di sini tak ada orang, siapa yang memanggilnya tadi? Masa iya setan datang di siang bolong seperti ini.

"Adaraaa! Woy!"

Kali ini suara itu terdengar jelas, ia pun dilempari oleh kerikil kecil. Adara menoleh kesana kemari, mencari orang yang memanggilnya.

"Sstt di sini, sini deket semak." Alena melambaikan tangan, ia duduk di dekat semak-semak.

Mata Adara melebar seketika saat melihat Alena berjongkok di dekat semak-semak, sedang apa dia di sana? Dengan cepat gadis itu bangun dan menghampiri Alena.

"Diem!" Alena menaruh jari telunjuknya di depan bibir. "Bodyguard nyokap gue lagi nyariin gue sekarang. Anjir! Berasa buronan gue," ujarnya dengan nada suara jengkel.

"Lo kabur?" tanya Adara dengan wajahnya yang cengo.

Alena menghela napas berat, kemudian mengangguk lesu. Dikurung di rumah sendirian membuatnya sangat muak, tak ada yang bisa ia lakukan selain bermain ponsel dan menonton film di laptop. Ia sama sekali tidak diberikan izin untuk bertemu dengan Adara. Masih dengan alasan yang sama, kedua orang tuanya menentang pertemanan mereka karena perbedaan kasta.

"Dari kapan lo di sini?" tanya Adara dengan suara pelan.

"Jam 9?" jawab Alena tak yakin, pasalnya saat kabur ia tak melihat jam sama sekali. Karena tempat mainnya dengan Adara hanya di taman ini, jadi Alena memilih untuk menunggu Adara di sana walaupun tak pasti Adara akan datang ke taman.

Suara perut Alena berbunyi.

Alena meringis ketika Adara memandangnya dengan wajah datar. "Laper, cari makan yuk!" ajaknya antusias.

AMBIVALEN [SEGERA TERBIT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang