27 : remember me [END]

112 4 10
                                    

Bagian ini dua kali lipat lebih panjang dari part sebelum-sebelumnya.

◇◇◇

"Ra?" Alena memandang bingung Adara yang berdiri di depan pintu dengan wajah lusu dan mata sembab.

Alena sudah berada di rumah Adara, ia baru saja sampai dan minum teh hangat disuguhi Burhan. Burhan kini berdiri di belakangnya.

"Le." Adara mendongak menatap Alena dengan pandangan sedih.

"Le...." Suara Adara terdengar parau, ia mulai terisak dengan bahu yang bergetar hebat.

Alena membawa Adara ke dalam pelukannya. Mengelus rambutnya yang lembab, suara tangis Adara sangat terdengar pilu membuat Alena yang mendengarnya ikut merasa sakit. Apa yang terjadi hingga membuat Adara menangis seperti ini.

"Bawa masuk, Nak." Burhan berkata pada Alena, ia membuka pintu lebih lebar, memberi ruang untuk keduanya.

°°•••▪︎•••°°

"Apa lo bilang? Aksa lupa ingatan?" Mata Olivia melebar, menatap tak percaya pada lelaki yang duduk di depannya.

"Iya," jawab Gery, menyesap kopinya, kemudian menyender pada punggung kursi. "Lo gak liat tadi Aksa cuek banget sama Adara? Gila, gak nyangka banget gue."

Satu sudut bibir Olivia menaik, cukup menarik berita yang dibawa oleh Gery. Suasana hatinya mendadak senang karena Aksa tidak lagi mengingat Adara.

Tidak banyak yang tahu jika selama ini Gery dan Olivia berteman. Mereka tidak terlalu dekat, tapi karena mempunyai tujuan yang sama mereka sekarang lebih sering bertemu di luar sekolah.

Gery menyimpan dendam pada Adara, akibat viral wajah dirinya yang tengah membully Adara tersebar di mana-mana. Hal itu juga membuat Ayahnya murka saat pulang dari rapat sekolah dan membabi buta memukulinya. Gery juga dikunci di dalam kamarnya selama masa skorsnya berlangsung.

Dengan begitu saat Olivia menawarkan kerjasama Gery menerimanya. Kesempatannya untuk membalaskan dendam terbuka lebar.

"Bagus, gue bisa manfaatin ini buat nyingkirin Adara, jadi Aksa gak perlu inget dan liat dia lagi." Rencana yang sempat gagal membuat Olivia semakin bertekad untuk menyingkirkan Adara. Jika ia tak bisa miliki Aksa maka tak ada yang boleh memiliki Aksa juga.

°°•••▪︎•••°°

"Lo kenapa sebenernya?" Tanya Alena ketika Adara sudah mulai tenang.

"Aksa, dia udah gak inget sama gue," katanya dengan raut wajah yang sedih. Sekarang Adara tak bisa berpura-pura untuk kuat lagi, ia lelah untuk berpura-pura kuat di depan orang lain.

"Hah? Kok bisa?"

"Pak, Ale...." Adara memandang Burhan dan Alena secara bergantian.

"Aku jahat gak sih sama ibu kalo aku milih buat gak benci orang yang udah biarin ibu meninggal? Aku takut ibu marah."

"Maksud lo Aksa?"

Adara mengangguk lemah, dadanya terasa begitu sesak sekarang.

"Rara, meninggalnya ibu itu udah takdir. Memang butuh waktu buat ngobatin luka yang kita rasain waktu kehilangan ibu. Tapi kita harus bisa ikhlas, Nak. Meninggalnya ibu itu bukan salah Aksa, karena bapak tau anak yang udah tabrak ibu kamu sampai meninggal dan itu bukan Aksa. Aksa cuma saksi yang gak tau harus berbuat apa waktu itu."

AMBIVALEN [SEGERA TERBIT]✔Where stories live. Discover now