22. Hukuman 🌷

22K 2.1K 1.8K
                                    

🌷🌷🌷

Hoppsan! Denna bild följer inte våra riktliner för innehåll. Försök att ta bort den eller ladda upp en annan bild för att fortsätta.

🌷🌷🌷

"Cinta itu bisa membuat orang bodoh sampai tidak bisa memilih mana yang baik mana juga yang buruk - ALVIVA"

🌷🌷🌷

Kring kring kring

"Argh."

Dengan susah payah, Adiva meraih ponsel di atas nakas untuk mematikan alarm dari ponselnya.

Kepala Adiva masih terasa berat sehingga membuat cewek itu kembali memejamkan mata, terlelap dalam tidur.

Drrt drrt drrt

Lagi-lagi ponselnya kembali berbunyi. Bukan alarm, tapi telepon. Merasa berisik, Adiva menutup telinga dengan bantal hingga akhirnya nyerah. Menghela napas panjang, cewek itu akhirnya mengangkat telepon.

"Hm pagi. Dengan Leo di sini."

Mata Adiva spontan terbelalak besar. Cewek itu melirik jam di layar ponsel. Buset! Baru juga jam 6 pagi sudah di morning call.

"Hm?"

Adiva buru-buru menempelkan ponsel kembali di telinga. "Ada apa pagi-pagi telepon, Le?"

"Bisa keluar sebentar?" tanya Leo datar seperti biasa.

"Hah? Keluar?"

"Iya. Gue lagi di depan rumah."

"Okay, tunggu bentar."

Buru-buru Adiva mematikan telepon. Cewek itu beranjak dari kasur. Memukul kepalanya yang masih terasa berat. Apa yang terjadi semalam? Semakin dipikirkan, kepala Adiva semakin berdenyut.

Memutuskan untuk tidak berpikir lagi, Adiva mengedarkan pandangan. Detik berikutnya, cewek itu reflek  meneguk ludah kasar ketika bertatapan dengan bingkai besar foto Vivian yang bergantung di atas kasur.

"Vi-Vivian. I-ini lagi di rumah Alvian? Kok, bisa?" Seingat Adiva tadi malam ia temenin Weggyana ke club, habis itu lupa.

Hiiyy. Jangan-jangan Adiva dicekokin Alvian alkohol? Makanya, berakhir di sini. Entahlah. Sejak kejadian rokok itu, Adiva jadi selalu berprasangka buruk sama Alvian.

Merasa aneh, buru-buru Adiva keluar dari kamar. Cewek itu berlari kecil ke arah tangga hingga tak sengaja menabrak dada bidang seorang lelaki.

"Aduh," gerutu Adiva sembari mengusap jidatnya.

"Punya mata?!"

Suara Alvian terdengar galak seperti biasa. Lagi-lagi adiva meneguk ludah kasar. Dengan penuh keberanian ia mendongak ke atas untuk melihat wajah murka Alvian. Alvian yang lebih tinggi satu kepala daripada Adiva tengah melototnya.

ALVIVA (END)Där berättelser lever. Upptäck nu