〇7。real

1.8K 392 201
                                    

gue merutuk, nggak tau kalau tiga tegukan kopi buatan bang omi bakal bikin gue begadang sampe jam satu malem.

bahkan saking mati kebosanan di dalem kamar, gue lebih milih duduk di teras nikmati angin malam. mungkin kedengerannya serem karena duduk sendirian di teras tengah malam gini.

"[name]?"

gue terkaget. negok kearah pintu sana, nampilin mas shin yang mengenakan kaos hitam polos di padukan dengan celana kain selutut. muka lempeng, rambut acak acakan. persis anak kos.

"nggak ngantuk?" tanya mas shin yang duduk di sebelah gue. dengan meja kecil sebagai pembatas di tengah tengah kita rasanya begitu awkward.

gue menggeleng sambil menatap lurus, meski jalanan tertutup tembok yang di tumbuhi tanaman merambat milik mama itu gak membuat gue mengalihkan pandangan.

"pasti takeomi ngasih kamu kopi disana?"

kembali mengangguk gue menekuk lutut di diatas kursi guna menghalang suhu dingin. "pasti kalian habis ngomongin saya."

karena suhu yang mulai merambat, gue mencoba merapatkan pelukan lutut. mengangguk atas tebakan mas shin. "sebagian emang ngomongin mas shin." jujur gue tanpa menutup nutupi.

lewat ekor mata, gue bisa ngelihat mas shin yang tersenyum tipis. "saya yakin takeomi nggak mau cerita. dia cuma gamau buat persepsi kamu beruba sebelum ngedenger cerita saya."

entah rasa geram atau apa, gue menatap mas shin dengan tatapan menyalang. "persepsi saya sekarang kalau mas shin terlalu berbelit."

di luar dugaan, dia malah ketawa pelan sembari menatap gue lekat. "saya cuma nggak mau kamu buat kesimpulan sendiri dan berujung menghakimi saya. atau lebih parahnya bisa saja kamu membenci saya."

gue mengernyit, "buat apa saya membenci mas shin kalau saya sendiri belum tau apa pokok permasalahannya."

mendengar helaan nafasnya, dia mengusap rambutnya ke belakang "apa yang bakal kamu rasain kalau orang yang kamu sayangi membencimu?"

tunggu, kenapa tiba tiba keluar dari topik pembicaraan. gue diam tanpa menjawab pertanyaan random darinya.

kembali menghela nafas, yang terdengar berat nan panjang, dia nerusin kalimatnya. "satu minggu sebelum pernikahan berlangsung, saya mencekik istri saya sendiri hingga pingsan."

mata gue sukses mendelik seakan pengen pergi dari tempatnya. seperti apa yang di bilang bang omi dan mas shin, boleh gue berspekulasi untuk menyalahkan mas shin?

"tapi nyawanya bahkan nggak tertolong. semua keluarga saya bahkan menutup mulut dan tidak melanjutkan semua ini pada pihak yang berwajib." lanjutnya. 

tapi ada satu yang janggal, wajahnya kelihatan biasa aja. ini tindakan kriminal kan. tapi kenapaㅡ

"tapi setelah di otopsi, ia tengah mengandung anak yang bukan darah daging saya."

nafas gue tercekat. jadi siapa yang harus gue salahkan disini.

hanya suara sayup dari serangga yang ada di rerumputan mendominasi kita. seakan enggan untuk mengeluarkan sepatah kalimat.

"did you love her?"

pertanyaan itu sukses meluncur dari mulut gue. mungkin kedengarannya terlalu ingin tahu soal perasaan orang lain, tapiㅡ

"kamu nggak liat ekspresi saya waktu menyangkut dia?"

gue diam, memberi kesempatan mas shin buat ngelanjutin kata katanya.

"semua hasil perjodohan. dia anak yatim piatu yang diasuh oleh mama saya. entah racun apa yang dia kasih ke mama saya hingga mampu membuat beliau menuruti semua keinginannya."

menatap dalan manik mas shin sembari dia ngomong. "itu sebabnya semua tutup mulut, karena memang kita semua nggak ada hubungan darah dengannya. di tambah penghianatan yang makin membuat keluarga besar jengah."

gue bingung. entah apa kalimat apa yang harus gue lontarkan buat mas shin. karena nyatanya gue hanyalah seorang pendengar disini. bukan pemberi nasehat atau bahkan ngasih saran sesuatu yang harus mas shin lakuin.

gue terperangah kala mas shim merubah posisinya tepat di hadapan gue. spontan nurunin lutut, gue natap dia dengan tatapan kaget.

terlebih lagi kala mas shin meraih kedua tangannya. kerasa hangat meski suhu diluar cukup dingin.

gue menunduk, berpapasan dengan mas shin yang mendongak sembari nampilin seulas senyuman.

"saya mohon untuk jangan pernah membenci saya, [name]."


tbc,
pada line berapa nii

temenan lah skuy
cape idup di goa mulu:)

Pov : Sano Shinichiro✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant