1〇。ibunda

1.8K 386 121
                                    

sambil makan kripik singkong dari toples, mata gue lurus natap layar televisi yang nayangin acara berita dalam negeri. meski suhu diluar agak dingin tetap aja nggak menggoyahkan bang chifuyu buat main keluar ketimbang nemenin gue dirumah.

hidupnya memang cuma buat bangun tidur ㅡmakanㅡmain ㅡberak ㅡtidur lagi, repeat. sambil merutuk gue memainkan handphone karena memang tayangan tv yang isinya itu itu aja.

sampai ada satu panggilan masuk dengan lagu bergenre blues terdengar. bukan dari handphone gue. tapi dari handphone mas shin yang tertinggal diatas meja, sedangkan sang empu lagi asik mandi sekitar sepuluh menit yang lalu.

jelas gue diemin selama beberapa menit hingga telepon mas shin kembali berbunyi. karena kebisingan ambil handphone tersebut yang menampilkan contact name 'moms sano'. cih alaymong.

"[name], saya tau kamu masih marah sama saya, tapi tolong angkatin sebentar! 

kepala reflek menoleh kearah dimana mas shin teriak. mau gamau gue juga harus angkat panggilan yang masuk.

"halo?"

"...eh, shin-chan nya mana ya?"

panggilan kesayangannya lucu, shin-chan. untung bukan crayon shin-chan bocil yang mesumnya minta ampun.

gue tiba tiba merasa gugup waktu ternyata suara yang keluar itu wanita paruh baya, yang dari awal gue tebak adalah mamanya mas shin dan ketiga sano lainnya. "mas shin, maksud saya orangnya lagi mandi tante."

sial, malu gak tuh.

gimana mungkin gue nyebut mas shin sama emaknya. bahkan tangan gue panas dingin tanpa sebab. padahal gue cuma ngejawab telepon mamanya mas shin tapi berasa kayak lagi ngomong sama calon mama mertua.

"ini siapa ya?"

gue rasa dari sebrang ngerasa heran karena gue yang jawab teleponnya. "saya [name] tante." jawab gue pelan hingga suara tawa kecil dari sebrang mengintrupsi telinga gue.

"oh maaf, saya mamanya shin juga mamanya izana, mikey, sama emma." jelasnya dari sebrang. yang bisa gue lakuin cuma tertawa canggung karena gatau harus apa lagi waktu tau ternyata ini beneran mamanya mas shim.

"saya pikir kamu siapa." lanjutnya dengan tawa sebagai iringan. kalimat yang seakan kayak udah kenal gue lama.

"tante tau saya?"

"jelas. anak anak tante sering nyeritain tentang kamu, apalagi shin. dan sekarang bener bener kebetulan saya bisa ngobrol langsung sama kamu." jelasnya yang membuat raut wajah gue merah padam seketika.

sambil ketawa canggung gue berucap "mas shin pasti cerita aneh aneh ya, tante." dari sebrang mamanya mas shin menimpali dengan tawa ringan.

"mas shin kedengeran lucu."

muka gue merah padan denger nyonya sano menyebutkan gimana cara gue manggil mas shin. "e-eh maaf tante, maksud sayaㅡ"

"gapapa [name], shin cerita kalau dia suka sama panggilannya. lagian bukan shin kalau nggak cerita aneh aneh. maaf ya kalau shin mungkin kadang suka nyebelin atau semacamnya, tapi dia gak se nyebelin adek adeknya kok."

saya tahu kok tan, tahu banget. apalagi anak cowok tante yang rambutnya pirang.

tanpa sadar gue mengulas senyuman, begitu tulus persis kayak waktu gue liat mama ketawa lagi setelah kepergian papa. beliau benar benar pribadi yang hangat.

"kapan kapan tante bakal main kesana ya. sampaikan salam saya ke shin, ya." ucapnya yang menyadarkan lamunan gue.

"iya tante, saya tunggu tante kesini." balas gue dengan tetap mematrikan senyuman meski disebrang ngggak akan tahu sampai panggilan terputus. 

meletakkan kembali handphone mas shin di meja, gue lihat dia balik mengenakan celana pendek selutut dipadukan kaos oversize ㅡlagi, dengan mengusap kepalanya yang basah menggunakan handuk kecil.

"mas kenapa nggak bilang sih kalau yang nelpon itu ternyaya mamanya mas shin?"

todong gue tanpa mempersilahkan dia buat duduk dulu. bentar, kenapa tutur kata gue persis kayak seorang istri yang lagi pundung ke suaminya?

alis mas shin berkerut sambil duduk dibawah karpet. "lah, mana saya tahu kalau ternyata mama saya yang telfon? kamu pikir saya punya jurus byakugan yang bisa lihat sesuatu dari tempat tertutup."

gue berdecak karena lagi lagi harus mendengarkan ocehannya yang panjang banget ngalahin ceramahnya punya mama sama bang omi.

tangannya menyodorkan handuk ke gue. dengan segala ketidakpekaan gue, dia meletakkan handuk tersebut ke tangan gue. "usapin rambut saya."

"nah gitu dong ngomong, jangan diem aja main ngasih handuk. dipikir saya paranormal yang peka kalau diujung ada tuyul."

gue ocehin balik sambil mas shin yang udah memposisikan diri duduk dibawah diantara kaki gue. mengusap rambut mas shin dengan tenang yang sesekali gue natap kearah televisi.

keadaan begitu sunyi cuma ada suara televisi yang lebih mendominasi sampai mas shin nempelin pipinya dipaha gue, yang sialnya gue lagi pake celana pendek lima belas senti diatas lutut. beberapa helai rambutnya yang masih basah main nempel gitu aja dipaha gue, bikin geli.

"mas, geli tau."

adu gue sambil nyingkirin kepalanya dari paha gue. dia malah balik badan menghadap ke gue, kepalanya mendongak natap wajah gue yang mau gak mau membuat gue natap irisnya yang keliatan kelam.

"apa?"

mas shin menghela nafas pelan usai denger pertanyaan singkat gue. "saya mau minta maaf. saya gak tau kalau kamu pernah mengalami hal semacam itu. tapi selama ini saya murni cuma candaan." ungkapnya yang membuat gue terdiam.

"kenapa diam saja?"

gue mengernyit. "ya terus saya harus apa? rebahan? atau jungkir balik didapur?" tanya gue yang mengundak decakan darinya.

"tadi mama saya ngomong apa saja?" tanya mas shin yang membuat gue inget akan kejadian beberapa menit lalu waktu gue ngangkat telepon dari mamanya mas shin.

"mas shin cerita apa aja ke mamanya mas?" tanya gue mengintimidasi dengan jari telunjuk gue yang terangkat bebas kearah mas shin. yang bersangkutan malah mengerutkan alisnya.

"saya tanya kenapa malah nanya balik?"

gue tau mas shin itu pribadi yang mungkin agak, atau bahkan sangat blak blakan dan terkesan to the point kalau ada hal yang gak pas dihatinya. beberapa hari ini kenal dengan mas shin membuat gue kebal dengan segala ketusan atau ucapan yang menusuk hati dari mas shin.

"kenapa diam saja? sedang mengamati ketampanan saya?" 

selain judes, self-confident nya juga tinggi banget ngalahin lapisan langit ketujuh.

gue mendecih sambil nunjuk dagu mas shin. "kayak gini dibilang ganteng?"

ya emang ganteng si. tapi gengsi ngomongnya, mau gimana lagi.

menaikkan alis kirinya mas shin menepis jari telunjuk gue dengan pelan. "yang kamu tunjuk itu barang mahal. tidak ada dipasaran." mendengar ucapan mas shin membuat gue merotasikan kedua bola mata gue.

yang bilang muka dia tepung kiloan juga siapa.


tbc,

kok ya aku
kangen kalian:((
btw ada yang nungguin
book ini gak ya...

Pov : Sano Shinichiro✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن