45. Berantem

65 13 21
                                    

Safira menangis di mobil, ia benar-benar tidak menyangka Nathan akan membohonginya seperti itu. Setidaknya jika ia memang tidak meninggalkan kelompoknya seharusnya lelaki itu jujur bukannya menutupi segalanya.

Rafa yang melihat gadis itu menangis hanya diam, ia sendiri bingung bagaimana harus menenangkan Safira. Jadi ia biarkan gadis itu menangis agar sesak di dadanya sedikit berkurang.

Rafa menepuk pundak Safira dengan satu tangan sementara tangan lain masih sibuk menyetir mobil.

"Kenapa Nathan harus bohong? Kenapa dia gak jujur aja sama aku kalau dia emang gak bisa keluar dari sana?" kata Safira, bertanya pada Rafa.

"Nathan pasti punya alasan, Saf. Mungkin dia gak mau lo khawatir jadi dia bohongin lo," kata Rafa yang sebenarnya juga hanya menebak-nebak. "Dia takut lo kecewa kalau sampai tahu."

Safira melirik ke arah Rafa. "Terus dia pikir aku gak kecewa saat tahu semuanya? Terlebih aku tahu dari mulut orang lain, bukan dari dia sendiri."

Rafa hanya bisa menarik napas panjang lalu mengembuskannya kasar. Ia bingung harus membela siapa kali ini.

"Tenangin diri lo dulu, Saf. Lo belum denger penjelasan dari Nathan, 'kan? Gue akui memang dia itu salah karena udah bohongin lo, tapi dia pasti punya alasan," kata Rafa mencoba menasehati.

Safira yang mendengarnya hanya diam. Ia bingung, apa selama ini ia terlalu mengatur Nathan hingga lelaki itu membohonginya?

Apa ia terlalu posesif padanya? Terlalu mengekang lelaki itu hingga akhirnya ia bosan? Entahlah Safira tidak ingin memikirkannya untuk saat ini.

Yang ia inginkan sekarang adalah pulang ke rumah dan beristirhat. Otaknya selama ini hanya dipenuhi dengan Nathan, kini ia sudah lelah. Ia ingin menghilangkan semua tentang Nathan sejenak dari kepalanya.

Terlalu larut dalam pikiran, Safira tidak sadar jika Rafa telah mengantarkannya sampai ke rumah.

"Saf, udah sampai." Rafa menepuk pundak gadis itu hingga membuatnya tersentak.

Melihat dirinya sudah sampai di depan gerbang rumah, ia buru-buru melepas safety belt lalu keluar dari dalam mobil.

Setelah berterima kasih pada Rafa, Safira masuk ke dalam rumah. Lelaki itu langsung memutar mobil dan pulang setelahnya.

*****

Pukul tujuh tepat, Safira sudah ada di sekolah. Gadis itu tengah membaca buku di perpustakaan, tadinya ia sedang menyalin materi pelajaran kemarin karena ia tidak masuk sekolah, namun kepalanya terasa pusing melihat begitu banyak catatan apalagi rumus-rumus kimia dan fisika. Akhirnya ia memutuskan untuk membaca beberapa buku ringan.

Gadis itu belum mendengar bel masuk sejak tadi. Melirik ke arah jam tangan, ternyata masih ada tiga puluh menit lagi sebelum masuk.

Ia bergegas merapikan buku dan memasukkannya ke dalam tas. Ia akan melanjutkan pekerjaan nanti saja.

Safira keluar dari perpustakaan di lantai satu. Berjalan melewati lorong untuk sampai ke kelasnya. Lorong perpustakaan begitu sepi, tentu saja karena banyak siswa yang enggan pergi ke rumah untuk para buku tersebut.

Safira baru saja hendak menaiki anak tangga, namun tangannya ditarik hingga gadis itu terhuyung dan hampir jatuh jika orang yang menariknya tadi tidak memeganginya.

Safira berbalik dan melotot ke arah orang yang menariknya. "Nathan?"

"Gue mau ngomong sama lo," kata Nathan lalu ia menarik tangan Safira menjauh.

Gadis itu mencoba meronta agar cekalan Nathan terlepas. "Lepas! Aku gak bilang kalau aku mau ikut kamu."

"Gue gak butuh persetujuan lo," balas Nathan santai. Lelaki itu mengajak Safira ke ring. Membuka pintu ruangan lalu menarik Safira masuk dan menutup kembali pintunya.

Fall in Love with Gangster Boy (END)Where stories live. Discover now