48. Beasiswa

60 12 2
                                    

"Rafa, bisa ikut saya sebentar?" tanya seorang wanita yang notabenya adalah salah satu guru di sekolah.

Rafa langsung mengangguk setuju. Ia menggendong tas punggung miliknya lalu berjalan di belakang sang wanita.

Setelah sampai di ruang kantor, guru tersebut mempersilakan Rafa untuk duduk. Setelahnya ia mengambil sesuatu dari laci meja kerjanya.

Sebuah berkas yang tersusun rapi dalam map besar. Sang guru itu membuka map dan mencari sesuatu. Sementara Rafa masih diam mengamati gurunya.

Karena penasaran, akhirnya Rafa pun memberanikan diri untuk bertanya alasan sang guru memanggilnya. "Ada apa ya, Bu?"

Sambil terus mencari sesuatu dari dalam map, sang guru menjawab, "Ini ada hubungannya dengan beasiswa kamu ke Jerman."

Seketika jantung Rafa langsung berdebar. Setelah melalui tes dua bulan yang lalu, ia selalu menunggu hasilnya dengan harap-harap cemas.

Akhirnya kini penantiannya membuahkan hasil. Ia berharap dapat diterima dan bisa pergi ke Jerman untuk melanjutkan pendidikannya sebagai seorang dokter. Cita-cita Rafa sejak berada di bangku sekolah dasar.

"Ini dia, selamat Rafa kamu diterima. Untuk berkas-berkas yang harus kamu serahkan, semuanya sudah tertulis di sini," kata sang guru sambil menyerahkan dua amplop putih pada Rafa.

"Saya diterima, Bu?" beo Rafa tidak percaya. Bahkan kedua tangannya bergetar hebat ketika menerima amplop tersebut dari tangan gurunya.

"Iya, kamu diterima. Selamat ya Rafa, jangan sia-siakan kesempatan ini, semoga kamu selalu sukses dalam menggapai cita-cita kamu."

Setelah mengatakan hal tersebut ia mengulurkan tangan untuk menjabat Rafa. Dengan senyum bahagia Rafa membalas jabatan tangan gurunya.

"Terima kasih, Bu. Saya akan berusaha semampu saya agar tidak mengecewakan nama sekolah yang sudah memberikan saya kesempatan ini," balas Rafa senang.

"Ini semua karena kegigihan dan kepandaian kamu, Rafa. Sekolah hanya sebagai perantara saja. Ibu bangga sama kamu." Sang guru menepuk pundak Rafa.

"Kalau begitu saya pamit, Bu." Sang guru menganggukkan kepala, lalu Rafa bergegas pergi dari ruangan.

Lelaki itu mencium amplop dengan bahagia, setelahnya ia membuka tas dan memasukkan benda tipis itu ke dalam tas.

Ia tidak sabar ingin segera menceritakan hal itu pada keluarganya. Impiannya sejak kecil untuk menjadi dokter akhirnya akan segera terwujud.

Rafa berjalan dengan perasaan gembira, di tengah perjalanan ia melihat Safira yang ternyata juga belum pulang.

Seketika langkahnya menuju parkiran terhenti. Ia membelokkan langkah menuju ke arah Safira. Memanggil gadis itu berulang kali agar Safira berhenti.

Safira yang mendengar seseorang memanggil namanya sontak langsung berbalik, mencari asal suara.

"Rafa, kamu belum pulang?" tanyanya pada Rafa yang semakin mendekat. Lelaki itu menggeleng sambil terus melangkah menuju Safira.

"Kamu sendiri kenapa belum pulang?" Kini giliran Rafa yang balik bertanya.

Dengan senyuman, ia menjawab, "Tadi ada sedikit urusan sama Nathan di atap sekolah, tapi ini mau pulang, kok."

Rafa hanya manggut-manggut mengerti. Ia berinisiatif untuk mengajak gadis di sampingnya pulang bersama.

Dengan senang hati Safira menerima tawaran dari Rafa, ia segera mengambil ponsel dari kantung seragam dan mengirim pesan pada supir jika dirinya tidak perlu dijemput karena akan pulang bersama teman.

Setelah mengetik pesan singkat tersebut, Safira kembali melangkah berdampingan bersama Rafa menuju ke parkiran sekolah.

Rafa membuka pintu mobil untuk Safira, setelah gadis itu masuk ia berlari kecil memutari mobilnya dan duduk di belakang kemudi.

Suasana di mobil cukup canggung karena keduanya saling diam. Rafa berdeham, lalu bertanya mengenai hubungan Safira dengan Nathan untuk mencairkan suasana di dalam mobil.

Gadis itu dengan antusias menceritakan mengenai pertemuan keduanya di atap sekolah tadi. Ia juga jujur pada Rafa jika dirinya sudah memaafkan Nathan, hanya saja ia masih ingin menguji keseriusan lelaki itu. Ia juga meminta pendapat pada Rafa apakah keputusannya sudah tepat atau malah salah.

Rafa hanya diam dan mendengarkan hingga Safira selesai bercerita. Setelah gadis itu menyelesaikan ceritanya ia terdiam, Rafa meliriknya sejenak sebelum kembali fokus menyetir.

"Menurut gue keputusan lo gak salah, Saf. Kita sebentar lagi lulus, kalau Nathan masih dipusingin sama hal yang kayak gitu, gue takut itu bakal ganggu pendidikan dia," kata Rafa.

Kini giliran Safira yang manggut-manggut. Perkataan Rafa ada benarnya. Nilai Nathan tidak mengalami peningkatan di semester lalu, padahal Safira sering mengajaknya untuk belajar bersama.

"Semoga aja setelah Nathan lepas dari belenggu geng itu dia bisa jadi lebih baik lagi," imbuh sang lelaki.

"Aku harap juga begitu, Raf. Beberapa bulan lagi kita udah ujian dan kelulusan. Aku takut Nathan gak fokus sama pendidikannya dan lebih memilih ngurusin geng gak jelas itu. Semoga aja Nathan bener-bener mau keluar dari sana," harap Safira.

Rafa kembali melirik ke arah Safira. Dirinya jadi teringat akan beasiswa ke Jerman, jika Rafa memilih pergi itu artinya ia akan meninggalkan Safira sendirian.

Entah kenapa sebagian hatinya masih tidak rela untuk meninggalkan gadis di sampingnya tersebut. Rafa ingin mendekap Safira, mengungkapkan kebahagiaan yang kini tengah ia rasakan. Namun diurungkan niatnya.

Kini keduanya telah sampai di depan rumah Safira. "Makasih, ya." Ia tersenyum lalu keluar dari mobil.

Melambaikan tangannya pada Rafa sebelum mobil lelaki itu berbalik dan keluar dari halaman rumahnya.

*****

Ponsel Rafa berbunyi, lelaki itu segera meminggirkan mobilnya dan mengangkat telepon.

"Halo, Nath. Kenapa?" tanya Rafa setelah menekan tombol hijau di smartphone miliknya.

"Safira udah sampai rumah dengan selamat, tenang aja," balas Rafa lagi.

"Gue mau kita ketemuan, Raf. Nanti gue share lokasinya ke lo. Lo bisa, 'kan?" tanya Nathan.

"Oke, gue bisa." Setelah itu sambungannya terputus secara sepihak karena Nathan menutupnya.

Beberapa detik kemudian, ponsel Rafa kembali berbunyi. Ia segera membuka pesan yang ternyata dari Nathan, lelaki itu sudah mengirimkan lokasinya. Ia segera tancap gas menuju ke lokasi tempat mereka akan bertemu.

To be continue ....


Jedarr, hayoloh Rafa kamu ngapain jauh-jauh ke Jerman? Mau ninggalin aku? 😂😂

gimana sama part ini, kawan?
dua part lagi stlah ini dah tamat, loh
rela gak Rafa pergi jauh buat menggapai cita-citanya?

Siapa tau nnti dia ketemu bule cwe di sana dan bisa move on, kasian ganteng2 koo sad boy? salah siapa? 😂😂

Dah segitu aja utk hari ini, so happy reading and don't forget utk tinggalkan jejak
Di vote and komen bnyak-bnyak, yaw
papai all


27/08/2021

Fall in Love with Gangster Boy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang