-Dua Puluh Delapan

17 4 0
                                    

Terkadang sudut pandang tiap orang dalam menilai sesuatu cukup berbeda
.

Dua bola cahaya yang berenang itu mengatakan kalau aku dan dia yang dimaksudnya memiliki abnormalitas. Dia yang mereka maksud kemungkinan antara Daisy dan Ash. Namun, kemudian aku menyimpulkan bahwa itu Ash.

"Bagaimana kalau melihat keadaanya sekarang?"
Pertanyaan yang seperti narasi itu keluar dari bola cahaya redup. Ia berputar-putar di tempat sebentar lalu bergerak melingkar beberapa kali dengan jarak cukup besar. Aku sedikit takjub pada hal yang ia lakukan sampai seperti sebuah proyektor bergambar muncul.

"Baam!"

Bunyi barusan mengagetkanku karena di dalam lingkaran itu tergambar mobil yang tengah terbakar dan seorang laki-laki sehat yang terbangun dan aku mengenalimya sebagai Ash.

"Mimpi dalam mimpi," kata si bola cahaya redup.

Tampilan tersebut dalam sekejap memutih dan berganti  menampilkan seorang gadis yang wajahnya tertutupi cahaya bersemu merah usai Ash mencium pipinya.

"Mimpi yang ada di dalam mimpi yang sedang bermimpi ingatan,"kata cahaya redup yang sangar dan terkesan sok tahu.

"Kau membingungkanku. Yang jelas intinya ini mimpi-mimpinya makhluk abnormalitasmu," kata cahaya yang terang terdengar tidak terima dengan apa yang diberitahukan si cahaya redup.

Setelah itu tampilan dalam sekejap kembali lagi pada Ash yang termenung dengan janggut yang hampir jatuh karena teringat barusan.

"Apa benar ini mimpinya? Ini lebih terlihat seperti kilas balik yang sebenarnya terjadi padanya."

Ucapanku barusan rupanya tidak digubris oleh dua bola itu mereka malah sibuk membicarakan Ash yang seperti boneka hidup berapi-api yang terobsesi menemukan gadis itu.

Ia di sana mencoba menciumi semua gadis hingga membuat banyak kekacauan karena sebagian orang berhasil merasakan sentuhannya meski sebagian tidak--mengingat Ash yang memang tiba-tiba mampu tembus pandang begitu saja--dan sampai suatu ketika di kantin ada seorang wanita berbadan besar yang tengah membawa pai ke meja. Ash langsung mengambil kesempatan untuk mengecek gadis itu dan mungkin naas saja ketika mencium pipi gadis itu karena terkejut painya jatuh ke lantai begitu saja dan wanita itu terjatuh. Mungkin agak kasar bila kusebutkan seperti puding yang bergetar saat digoyangkan pula seperti itu gadis tersebut terjatuh.

Awalnya hal itu yang kupikir menjadikan Ash takut akan puding dan pai. Namun, pada tampilan di proyektor ia terdiam di sana, dengan membeku seperti memikirkan sesuatu.

"Dia tidak memimpikannya dalam mata terbuka lagi. Lihat itu wajahnya saat menerawang pada masa lalunya. Betapa bodohnya." Si bola cahaya redup itu terkikih-kikih.

Aku tidak tahu apa yang ia ingat dari masa lalu secara mendadak dan menjadikannya benci dan marah akan puding dan pai itu. Namun, setelah itu ia menjalani harinya seperti biasa kembali. Benar seperti yang dikatakan roh kehidupan dan kematian yang entah yang mana, Ash terlihat seperti boneka berapi-api yang hanya peduli pada tujuannya. Sampai ada seorang gadis yang bisa melihat dan mendengarnya. Gadis berambut cokelat seperti kebanyakan gadis di asrama wanita, tetapi sorot mata birunya yang tajam menatap Ash.

Tunggu, itu aku?

Ash yang melihat aku di sosok itu merenungkan apa yang dilihatnya dan bahkan, ia merepetisi kalimatnya yang sebelumnya "Kaukah itu?" menjadi "Diakah orang itu?"

"Lihat astaga wajah bodohnya itu," kata si bola bercahaya redup sembari terpingkal-pingkal. "Astaga perutku sampai sakit," katanya lagi.

"Kau tidak punya perut bodoh," kata si cahaya terang. "Sudah-sudah, sadarkan dia dan bawa dia ke sini. Sudah waktunya pengambilan keputusan sebelum DIA datang," katanya lagi sembari menggoyang-goyangkan diri.

Si bola cahaya redup mematikan tampilan yang ada di hadapanku ini, dan membeku di udara. Berganti si bola cahaya terang yang mendekatiku. Aku pun mundur.

"Barusan kami sengaja memperlihatkannya kepadamu. Betapa berharganya dirimu di hadapan makhluk abnormal itu. Jadi, aku akan memberimu pilihan."

Aku menjadi waspada teringat ucapan Daisy tadi untuk berhati-hati dengan permainan mereka.

"Berbeda dengan Daisy yang tidak diterima di manapun. Dia terikat dengan dunia manusia dan dunia abstrak--kau tahu kami menyebutnya seperti ini karena kau tidak akan tahu jenis dari makhluk dunia abstrak apa saja, jauh lebih banyak dari yang kau tahu--dan untuk mengembalikan ke tempatnya. Kami harus melakukan hal yang terbalik juga." si Cahaya putih berenang mengitariku.

"Yang hidup dimatikan dan yang mati dihidupkan," katanya lagi yang langsung membuatku ngeri.

"Daisy memiliki abnormalitas kelahiran, ia tidak bisa diterima di mana pun dan dia--kau beri nama dia apa? Kami tidak bisa menyebut nama aslinya karena dia belum resmi lewat--memiliki abnormalitas kematian."

Aku memberitahu cahaya terang bahwa ia kusebut Ash dan si cahaya terang melanjutkan pembicaraanya mengenai abnormalitas. Katanya Daisy harusnya lahir biasa dan Tom harusnya mati secara biasa. Namun, terkadang dunia memiliki kebijaksanaannya tersendiri yakni menciptakan abnormalitas yang mana harus roh kematian dan kelahiran normalkan.

Katanya, mereka jarang berdekatan karena mereka adalah elemen berlawanan. Mereka kebetulan dekat karena adanya abnormalitas lain yaitu abnormalitas kehidupan dan itu adalah aku.

Aku yang menarik mereka dekat di mana mempersulit roh kelahiran dan kematian menormalkan mereka. Menciptakan sebuah kebetulan yang sesuai nalar adalah hal yang sulit karena aku adalah hal yang di luar nalar. Beberapa orang memang diberkati keabnormalan dari kebijakan dunia atau disebut keabnormalan kehidupan atau pun berkat kehidupan tetapi biasanya tidak bisa berurusan dengan dunia abstrak.

"Dan kau benar-benar membuat kami sakit kepala sampai kami tidak ada pilihan lain harus menghasut banyak makhluk abstrak lebih parah."
Roh bercahaya terang mendorong roh bercahaya redup yang tiba-tiba ikut berbicara lagi setelah dia terdiam cukup lama dan si cahaya terang kemudian mengatainya mereka tidak punya kepala lalu mulai bertengkar.

Pertengkaran mereka tidak berefek apapun selain amu mengkaku. Kini aku mengerti penyebab para makhluk abstrak membenci Daisy bahkan berniat meniadakannya. Lebih dari sekadar tidak diterima di manapun. Ini membuatku mulai berderai air mata lagi. Marah.

"Berarti bisa saja Daisy sebenarnya masih bisa hidup kan? Asal tidak kalian hasuti makhluk-makhluk itu?" aku merujuk pada makhluk-makhluk mistis yang mengganggu Daisy dengan penuh emosi.

Si Cahaya terang yang kalem tersebut hanya menggeleng ringan setelah berhasil membuat cahaya redup terpukul jauh ke belakang.

"Ibaratnya Daisy adalah tantangan dari dunia untuk kami agar tidak tererosi dan tetap murni sebagai sosok seperti ini. Jadi, memangnya siapa yang bisa menunda menyelesaikan tantangan tersebut? Tetap saja Daisy akan menerima kematian lebih cepat."

"Kalian membicarakan apa ketika aku pergi menjemput si bodoh ini? Tubuhku di sini tapi aku tidak di sini, dan aku menyimak beberapa hal tadi." si Cahaya redup tiba-tiba muncul lagi bersamaan dengan Ash yang berjalan di belakangnya.

Ash menatapku tidak percaya dan langsung berlari memelukku bagai bertahun-tahun tidak bertemu. Dia mengatakan, dia memimpikanku karena aku tiba-tiba tidak ada di dekatnya. Baru ketika aku berdehem Ash melepaskan pelukannya. Jantungku jadi tidak karuan dibuatnya.

"Sepertinya si bodoh ini menjadi penggemar fanatikmu. Dia bertanya tentang dirimu terus selama perjalanan. Padahal aku sudah memberitahunya kalau aku roh kematian yang bisa saja membawanya pergi," kata si roh bercahaya redup.

Aku jadi ngeri dan langsung menatap Ash. Wajahnya memerah. Rasanya setengah mati aku ingin menangis lagi karena ini bukan saatnya seperti itu.

"Jadi, seperti yang kuberitahukan tadi padamu. Aku akan memberi tawaran kalian." Si cahaya terang atau si roh kelahiran itu bergerak mendekat kepadaku lalu mundur sedikit menjajari Roh Kematian di sampingnya.

"Siapa yang mau lahir kembali?" tanya si roh kelahiran.

"Ini untuk menormalkan abnormalitas si bodoh ini," tambah si roh kematian.

Aku meneguk ludah dan menyadarinya. Pilihan ini, adalah permainan mereka.

~
1104 kata

{END} Look Before You LeapWhere stories live. Discover now