-Sebelas

39 9 2
                                    

Terkadang kita tidak tahu, kita dianggap seperti apa olehnya

.

"Ma-maksudnya?"

Willy terbang ke sampingku, mengatakan sesuatu lalu pamit pergi.

"Aku hanya bisa memberitahumu itu. Aku entitas lemah tidak berani memberitahumu hal lebih jauh tentang dia. Kau bisa bertanya pada si tua Xi," katanya yang kemudian menggulung api bersamaan dengan lenyapnya dirinya.

Kini, tinggal aku dengan makhluk itu.

Dia terdiam menatapku lalu mendadak berlari ke arahku. Dia berteriak, "KAUKAH ITU!?" dengan kepala maju sepeti hendak menyosor.

Tiba-tiba aku tertarik mundur dan pintu tertutup begitu saja. Makhluk itu pun sepertinya juga tidak berniat menyusul untuk menembus pintu.

Ternyata Esme yang menarikku dan gembok yang menempel di pintu dengan cahaya kemerahan tadi bergerak mengunci sendiri. Gembok itu sebelumnya dibuka tanpa kunci oleh Willy. Begitu Willy pergi, gembok itu mengunci lagi. Untung aku ditarik tepat waktu.

"Kau tak apa-apa Isla? Gembok terbuka itu memiliki pola mencurigakan jadi aku langsung menarikmu seusai dia membuat pola yang lebih aneh dan benar saja itu mengunci sendiri dengan mendadak."

Aku mengangguk dan langsung berterimakasih karena telah menolongku. Namun, kemudian Esme menanyaiku apa yang sedang kulakukan. Tentunya aku tidak bisa mengatakannya. Bayangan akan Esme tidak memercayaiku masih membuatku takut meski ia berkata percaya padaku.

"Kau tidak percaya padaku?"

Aku tidak bisa berkata-kata, jadi dengan terpaksa aku menjelaskannya pada Esme. Mulai dari aku yang meminta pertolongan Willy.

"Kau tidak mengajakku?"
Esme menatapku seolah tak percaya. Uratnya terlihat, rahangnya mengeras.

"Maafkan aku Esme, tapi kau tahu kan. Kau tidak melihatnya. Hanya aku yang bisa melihatnya."

"Aku percaya padamu Isla tapi perse-"
Lyona yang di belakang Esme membekap mulutnya dan berkata, "kalian bertengkar dan melupakanku. Ini sudah malam mari kita lanjutkan kembali di kamar."

Apa yang dikatakan Lyona benar untuk menengahi Esme yang akan meledak-ledakkan kata-kata yang tidak nyaman didengar telinga. Kami pun patuh masuk kembali ke kamar dalam diam, melewati lorong-lorong dengan mengendap agar tidak ketahuan guru penjaga.

"Jadi, apa yang kau dapat? Aku tidak akan mempermasalahkan ini lagi, tapi aku ingin si makhluk sialan itu cepat enyah dari sini. Ini sangat mengganggu."

Esme memulai tanpa mempermasalahkanku lagi. Namun, yang kutahu hanya seputar dia berada di dua dunia. Dunia manusia dan dunia makhluk mistis. Setelah mendengar penjelasankuu mengenai makhluk itu berada di dua dunia itu, Lyona memberikan saran.

"Mengapa kita tidak menyelesaikan masalahnya saja?" ujarnya yang berupa saran sekaligus pertanyaan.

Aku mengiyakan tetapi memberikan alasan sedikit menolak karena akan sulit dilakukan mengingat makhluk itu sangat agresif.

"Ingatkah kau Isla, saat menangani makhluk sejenis hantu pendendam yang sangat agresif, mereka dapat diredam oleh sesuatu yang mereka takuti!" seru Esme kepadaku yang langsung mengingatkanku pada roh anjing dekat toko suvenir yang suka sekali mengganggu pelanggan dengan gonggongan ganjilnya. Saat itu, aku diberitahu oleh Xi kalau dia takut dengan bunyi kerincing bel. Benar saja ketika toko suvenir di desa kami dipasangi bel pintu, anjing itu tidak berani mendekat.

"Atau kurcaci dari desa sebelah yang haus akan pujian, kita bisa menghentikan dirinya untuk bertengkar dengan xi-mu! Kita memberikan apa yang ia pinta. Pujian untuknya," kata Esme lagi.

{END} Look Before You LeapOù les histoires vivent. Découvrez maintenant