Chapter 31

159 21 0
                                    

Kubiarkan gawaiku yang terus bergetar. Panggilan itu dari Roy. Aku sendang tidak mood bicara.

Meisarah kembali dengan sikap biasanya. Mengabaikanku. Padahal kemarin aku hendak membuat kejutan untuknya. Kalau saja berhasil membawanya naik perahu berdua, maka kesempatan bicara dari hati ke hati dengannya terjadi. Tapi lagi-lagi dia mengabaikanku. Apa aku menyerah saja?

"Kapt, jangan putus asa. Kalau kemarin tak berhasil. Kenapa tidak dicoba lagi?" ujar Son.

"Iya, Kapt. Jangan putus asa begitu. Kudengar Rajash sedang membuat kejutan untuk Meisarah besok malam," tambah Waode.

"Kapt, ayo bangun. Masa kalah sama Rajash. Besok Meisarah ulang tahun." Sontak aku melonjak dari kasur.

"Yang bener?"

"Iya, Kapt. Bener."

Ini kesempatan baik. Aku tak boleh mengabaikannya.

Baiklah Meisarah. Besok malam adalah penentuan. Aku mengatakan cinta padamu untuk yang terakhir kali. Kalau kau masih menolakku, aku berhenti mengejarmu. Berarti kita memang tidak jodoh. Biarlah ini menjadi sejarah dalam hidupku, aku tak bisa mendapatkanmu.

***

"Lapor Kapt. Meisarah berada di jembatan mangrove."

"Di mana itu?"

"Satu kilometer dari sini, Kapt. Di sana ada sungai mangrove dan jembatan panjang yang biasanya menjadi tempat wisata."

"Oh, jembatan kayu itu?"

"Benar, Kapt. Sesudah rumah Bagas. Kapten sempat melihatnya, kan?"

"Tapi ngapain Meisarah di sana?"

"Dia dibawa oleh Rajash. Katanya, ada kejutan untuknya di sana."

"Bangsaat!"

Tanpa menunda lagi, aku langsung pergi ke jembatan mangrove itu. Dengan kecepatan tinggi kubawa fortuner kepala desa. Tak peduli jalanan yang bergelombang dan rusak. Yang jelas aku harus segera sampai.

Sesampai di jembatan mangrove. Ada empat jembatan kayu. Ke utara, selatan, barat, dan timur. Setiap sisi jembatan ada lampu yang dipasang. Tampak indah jika malam hari.

Kucari-cari keberadaan Meisarah. sepanjang jembatan mangrove yang ke empat penjuru itu, namun takada. Aku berlari ke setiap jembatan. Pada jembatan terakhir, aku melihat Meisarah sedang menaiki perahu bersama Rajash.

"Meisaraaahh!" kupanggil-panggil dia tapi tak menoleh. Tak mendengar atau pura-pura.

Rajash ternyata piawai juga membuat Meisarah mau naik perahu bersamanya. Malam ulang tahun Meisarah, kebetulan purnama sangat cerah. Dari tebing, kulihat dia mulai mengayuh menuju muara. Aku gelisah.

Tak lama kemudian, anak camat itu kembali lagi merapat ke jembatan.

"Bagaimana bisa anak camat itu membawa Meisarah begitu saja?"

Rajash membantu Meisarah naik ke perahu. Dalam jarak sepuluh meter dariku.

"Doaarrr! Praakkk prasssh!" Kembang api tiba-tiba di atas langit. Di depan mataku, wajah Meisarah seketika sontak terkejut. Tulisan kembang api itu, "Happy Birthday."

"Meisarah, selamat ulang tahun."

"Terima kasih, Rajash."

Tiba-tiba Rajash mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Lalu bersungkur di depan Meisarah.

"Will you marry me?"

Menyaksikan itu, aku hanya bisa mengepal kedua tangan. Bahkan aku tak bisa memberikan kejutan seromantis Rajash.

Sebaiknya aku pergi.

Ketika aku berbalik, betapa terkejutnya melihat puluhan anak datang dengan membawa lilin di tangan masing-masing. Anak-anak itu melewatiku. Lalu membuat lingakaran. Sementara aku berada di belakang mereka. Aku kalah, Rajash.

"Selamat ulang tahun bintang hatiku."

Bintang hatiku? Itu, kan, panggilan sayangku untuk Meisarah. Dari mana anak-anak tahu?

"Ayo, Kapt. Maju!" Tiba-tiba saja Son dan Waode di belakangku.

"Kalian?"

"Ambil ini!" ujar Waode. Sebuah kotak kecil. Saat kubuka, cincin putih yang sangat cantik.

"Ayo, Kapt. Lamar Meisarah sekarang juga." Aku mengangguk.

Lingkaran anak-anak terbelah menjadi dua bagian. Aku tepat berada di tengahnya.

Meisarah yang masih kebingungan dengan beberapa kejutan. Rajash tak jadi memasangkan cincin karena kedatangan anak-anak.

"Meisarah, aku mengatakan ini padamu." Dia diam.

"Meisarah, aku tak dapat menunda lebih banyak lagi. Aku tak bisa berdiam lebih lama lagi. Aku tak mampu jika kau bersama orang lain. Maka di hari ulang tahunmu yang ke .... Aku tidak tahu berapa, tapi yang jelas, aku ingin mengatakan ini, maukah kau menjadi rekanitaku?"

Aku menjongkok dan memberikan cincin itu padanya.

"Will You?"

Tiba-tiba saja rajash tertawa.

"Lihat, Meisarah, bahkan dia tak tahu kau ulang tahun yang ke berapa? Dia ikut-ikutan denganku memberikan kejutan padamu. Tapi kau bisa bandingkan sendiri mana yang lebih niat." Mendengar itu, Meisarah mundur dari hadapanku.

Aku berdiri dan mendorong Rajash.

"Maksud kau apa, hah?"

"Kenyataannya begitu, kan? Kau memberikan kejutan karena kau ingin bersaing denganku tapi kau tak tahu dia ulang tahun yang kebereapa, kan?"

"Apa masalahnya. Emangnya harus, ya. Yang penting aku tahu dia ulang tahun malam ini."

"Baiklah. Anggap saja kita impas. Sekarang biarkan Meisarah memutuskan, siapa yang lebih pantas menerima cintanya. Bukan begitu, kan, Meisarah?" Meisarah menatap kami berdua. Apa yang ada di pikiran Meisarah? Aku melihat kekhawatiran di matanya. Atau ini hanya prasangkaku.

Meisarah terdiam lama. Aku dan Rajash menunggunya.

"Meisarah, jujurlah pada hatimu! Katakan kalau kau menerimaku karena kau juga mencintaiku. Kumohon Meisarah. katakanlah!"

"Meisarah?"

"Biarkan dia berpikir wahai pelaut."

"Aku Noah."

"Tidak, kau pelaut. Pe-la-ut!"

"Berhenti memanggilku pelaut, atau kau ...."

"Rajash, aku menerimamu." Aku menoleh kepada Meisarah. Syok bukan kepalang, Apa aku salah dengar?

"Kau dengar, kan, pelaut? Dia menerimaku. Sekarang pergilah!"

"Tidak!" Kusambangi Meisarah.

"Meisarah, apa aku salah dengar. Kau tidak mencintainya Meisarah. Aku tahu itu. Aku melihat tatapanmu. Kau mencintaiku. Bagaimana bisa kau menerimanya? Aku tak percaya ini. Kau, kau munafik!"

Kulempar cincin di tanganku lalu pergi.

Di Antara Takdir dan TabirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang