17. Yang Pernah Singgah

6.5K 675 20
                                    

Terkadang yang pernah singgah memang selalu bisa membuat bimbang tujuh hari tujuh lama-lamanya.

°°°

Suasana malam ini terasa kelabu menghampirinya. Angin berhembusan satu persatu menerbangkan rambutnya yang panjang. Terasa terpaannya yang dingin dan menusuk di atas kulitnya yang putih. Kedua kaki ia peluk sembari merasa gundah gulana. Menatap lempengan perak bermatakan berlian yang terpasang di jari manisnya.

Seharusnya ini menjadi hari bahagia Gira, bukan? Ia dilamar oleh pacarnya tepat di hari ulang tahunnya.

Namun hanya karena sebuah masalah yang bahkan tidak ada unsurnya, pertengkaran menjadi akibatnya. Gira mungkin bisa paham jika membahas hal yang berbau dengan 'keluarga' adalah hal yang sensitif bagi Nakula. Dan juga, Gira mengakui jika itu salahnya. Tapi apa tidak bisa mengatakannya, alih-alih membentaknya? Kan Gira bisa mengerti.

Jika sudah begini, apa mau dikata?

Terpaan angin seakan menjadi pengantar tidur baginya. Gadis bersurai coklat panjang itu larut dalam kegundahan hingga tidur menghampiri.

Di lain tempat. Dewa baru saja tiba di apartemen dengan wajah tertekuk. Kelihatan sangat lelah, bahkan kerutan di dahinya sangat tercetak jelas. Hari yang sangat sial baginya.

Mengasingkan diri untuk mengosongkan pikirannya sejenak di sebuah danau di taman kota, malah berujung dengan motornya ditarik karena ia memarkirkannya di area dilarang. Alhasil dia harus menebusnya, namun ternyata baru bisa di pagi hari. Ingin memesan ojol atau taksi daring untuk pulang, baterai ponselnya malah lowbat. Jadinya dia harus pulang dengan taksi konvesional yang memasang tarif tinggi di malam hari. Itupun harus dengan perjuangan mendapatkannya.

Pria itu segera memasukki kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya yang penat seharian bekerja dengan tekanan. Iya, tekanan dari hatinya yang mendongkol. Semua karena hari ini adalah hari ulang tahun mantan kekasihnya. Yang membuatnya dongkol adalah, dia yang tidak memiliki keberanian mengucapkannya. Padahal ia masih sangat mengingat dengan jelas.

Dewa memilih membawa kopinya ke balkon sembari ia mengetikkan balasan email kepada sekretaris Mahesa tentang laporan pemasaran yang sedikit terselip. Sebenarnya dia juga ingin mengecek unit sebelah. Hanya ingin memandangi dari kejauhan, tenang saja.

Namun, betapa terkejutnya Dewa begitu mendapati seseorang yang ia pikirkan seharian ini berada di luar. Duduk di stol yang memang disediakan disetiap balkon dengan kepala menunduk juga meringkuk memeluk kedua lututnya. Terdengar suara isakan yang memelan sangat parau dari gadis itu.

"Gira?" Panggil Dewa memastikan. Tetapi gadis itu tidak menjawab dan hanya isakan yang semakin melemah.

Dewa sebenarnya sedikit merinding. Takut jika orang yang duduk sendirian dengan suara isakan kecil itu bukanlah Sagira Navisha, mantan kekasihnya. Bisa saja mahluk jadi-jadian yang tengah menyamarkan? Terlebih lagi hari ini adalah malam jum'at.

Tetapi ketakutan itu lebih submisif ketimbang kekhawatirannya. Tanpa pikir panjang, pria itu segera melompat menuju balkon apartemen sebelah untuk menghampiri gadis itu. Beruntung jarak balkon unit keduanya hanya sebatas parit 25 cm. Jadi dia tidak perlu takut terjatuh ke bawah.

"Ra?" Panggil Dewa lagi sembari mengguncang tubuh gadis bersurai coklat panjang itu. Namun lagi-lagi dia tetap tidak menjawab.

Dewa berinsiatif mendongakkan kepala Gira dengan hati-hati. Dan betapa terkejutnya ia mendapati wajah Gira yang sembab. Matanya bengkak dan ujung hidungnya memerah.

Cek Apartemen Sebelah [END]Where stories live. Discover now