31. Langit Favorit

5.7K 601 25
                                    

1 tahun kemudian...

"Aa, aku datang bulan lagi!" Kesal Gira keluar dari kamar mandi kamar apartemennya dengan menghentakkan kakinya.

"Yahh malam ini nggak bisa nyetor dong!" Timpal Dewa namun mata pria itu fokus kepada laptop di depannya. Membuat sang istri semakin cemberut.

"Aa ngerti nggak sih maksud aku?" Tanyanya kesal. Kapan sih Dewa mau peka?!

Dewa mengangguk masih dengan menatap layar laptopnya, "Iya, ngerti. Bagus dong datang bulan. Itu artina Neng Rara masih cewek, bukan cwk."

Sontak perkataan polos pria itu malah mendapatkan lemparan guling dari istrinya. Membuatnya langsung meringis karena tabokan manjahlita penuh kasih sayang itu.

"BUKAN ITU MAKSUD AKU!" Teriakan membahana itu membuat Dewa menutup kedua kupingnya.

"Y-ya terus apa dong? Bukannya cewek itu tiap bulan harus datang bulan, 'kan? Berarti aku benar dong." Ujarnya tanpa pikir panjang tetapi menyerempet cari mati. Gira sudah beesiap dengan bantal di tangannya setelah mendengar perkataannya itu. Namun sesaat tiba-tiba saja istrinya itu menunduk.

"Kalau aku datang bulan, itu artinya aku nggak hamil... " Cicit wanita itu sangat pelan. Tetapi Dewa tentunya masih bisa mendengarnya. Membuat pria itu seketika menghela nafasnya. Pembicaraan tentang kehamilan selalu menguras pikirannya. Maka dari itu Dewa tidak suka tiba-tiba Gira membahas hal itu.

"Ra, kita udah bicarain ini dari kapan hari, 'kan? Pembahasan tentang kehamilan-"

"Kamu nggak ngerti, aa!" Cecar Gira tentunya dengan air mata yang sudah mengalir dari pelupuk mata wanita cantik itu.

"Apa yang aku nggak ngerti, Ra?" Tanya Dewa dengan nada yang sangat lelah. Perempuan dan pemikirannya selalu tidak bisa masuk diakal Dewa. "Aku ngerti banget. Aku juga mau memiliki keturunan, tapi mungkin aja belum-"

"Ayo kita periksa lagi!"

"Neng Rara... " Dewa memejamkan matanya sesaat. Pria itu berjongkok di depan tubuh sang istri yang duduk di tepian tempat tidur. Menggenggam tangan mungil itu untuk menyalurkan perasaannya. "Sanes Aa teu hayang, Neng. Cuma ya, kanggo naon? Urang geus mariksa di Bandung 8 bulan katukang. Dan hasilna... Urang cageur, 'kan?"

(Bukannya Aa tidak mau, Neng. Cuma ya, untuk apa? Kita sudah periksa di Bandung 8 bulan yang lalu. Dan hasilnya... Kita sehat, 'kan?)

Apa yang dikatakan Dewa memang benar. Satu tahun belakangan ini memang mereka sering pulang pergi Jakarta-Bandung untuk memantau restoran Apih yang suaminya kelola. Karena keduanya sudah sepakat untuk tinggal di Jakarta alih-alih di Bandung seperti awal rencana karena Gira tidak menginginkan pindah dari Miracle Residences. Bagi Gira, Miracle Residences sangat berharga. Ia ingin menghabiskan waktunya bersama Dewa hanya di apartemen ini.

Tak kunjung diberkahi janin di dalam rahimnya, Gira menjadi kepalang panik. Takut ada masalah dalam dirinya ataupun Dewa, alhasil keduanya memeriksa kesuburan di salah satu rumah sakit ternama di kota kembang. Dengan dokter kandungan yang paling terkenal. Dokter itu pun menyatakan bahwa diantara Gira ataupun Dewa tidak memiliki masalah sama sekali. Keduanya sehat dan mampu memiliki keturunan.

Namun selang 8 bulan lebih tak kunjung keduanya mendapatkan kabar bahagia itu. Sudah puluhan tes pack yang Gira gunakan berakhir dengan satu garis merah. Dia terus saja datang bulan setiap bulannya. Pernah sekali ia telat, namun ternyata hanya karena ia terlalu stress. Hal itu tentu saja kembali mendatangkan paranoid di dalam diri Gira. Semua kemungkinan bertabrakan menjadi satu di kepalanya. Ia takut tidak bisa memberikan keturunan sehingga membuat Dewa berpaling.

Cek Apartemen Sebelah [END]Where stories live. Discover now