21. Kedekatan & Kecurigaan

6.3K 745 38
                                    

Gira izin tidak masuk karena ingin membantu Geana pulang dari rumah sakit hari ini. Tentunya dia bertemu dengan sang ayah. Tapi jangan berpikir Gira ingin meminta maaf kepada pria yang pernah ia anggap menjadi cinta pertamanya itu. Berbicara saja dia tidak mau, apalagi meminta maaf! Lagian Gira masih tidak menyangka ayahnya berpikiran seperti itu kepadanya.

Beruntung ayahnya harus pergi lagi ke kantor karena ada kasus penting korupsi pajak yang ia tangani, jadilah Gira sendiri yang membantu Geana pulang. Tapi rupanya mereka harus menunggu ayahnya karena peraturan rumah sakit mengharuskan seorang pasien tidak boleh keluar rumah sakit tanpa walinya. Hal itu membuat Gira misuh-misuh, karena ternyata ayahnya jauh lebih licik dengan tidak membiarkannya untuk tidak kabur. Sekedar info, ayahnya adalah seorang jaksa di pengadilan tinggi. Makanya sangat pintar menuduhnya sembarangan seperti kemarin.

"Ayah nyebelin!"

Melihat putri tirinya yang misuh-misuh sendiri sembari duduk bermalasan di sofa ruang rawat membuat Geana terkekeh kecil. Dirinya tau bahwa suaminya itu pasti masih ingin berbicara dengan putri sulungnya ini. Makanya tidak menebus terlebih dahulu dan malah pergi terlebih dahulu. Jika begitu pasti Gira akan langsung pulang setelah mengantarkan dirinya.

"Kenapa, Ra? Kok misuh-misuh gitu? Nggak baik tau..." Tanya Geana sembari duduk di samping Gira. Tak lupa seorang bayi laki-laki mungil digendongannya.

Gira menatap kesal bayi itu yang tak lain adalah adiknya, walaupun berbeda ibu. Pasalnya Gara itu sangat mirip dengan ayahnya, Ian. Apalagi alis tebal itu, yang tidak diwariskan kepada Gira. Dia memang jauh lebih mirip Tina, ibunya. Satu-satunya kemiripan yang sangat jelas Ian turunkan adalah sifat keras kepala dan menuntut.

"Dek Gara, kenapa kamu mirip sama ayah sih? Nggak adil emang ayah sama kakak, ya?"

Pertanyaan polos Gira memantik tawa Geana menguar.

"Haha... Ra, kok kamu nanya gitu sih?"

"Ish, emang tau, Mbak! Nih liat, mukanya nyebelin kek ayah!" Cibir Gira mencibikkan bibirnya.

Semenjak kemarin dia jadi lebih banyak berbicara dengan Geana. Dan itu membuat hati sang ibu sambung menghangat.

Sampai jam makan siang berakhir, ayahnya juga belum menampakkan batang hidungnya. Membuat Gira semakin misuh-misuh tidak jelas.

"Ra, ayo kita jalan-jalan keluar keliling rumah sakit. Aku dengar-dengar dari suster, di lantai 4 ada taman." Ajak Geana seolah mengerti bahwa putri sambungnya itu sudah bosan.

Gira tampak berpikir sejenak. Lama-lama bosan juga dia di kamar rawat seharian menunggu ayahnya yang belum datang-datang juga.

"Ayo deh, Mbak!"

°°°

Gira mendorong kursi roda Geana menuju taman yang juga merangkap cafetaria itu untuk melepas penat sembari menunggu Ian datang. Sedangkan si bayi Gara tertidur nyenyak di gendongan sang ibu.

Ah, jika kalian bertanya dimana Jiana sekarang, anak itu untuk sementara dititipkan kepada tante Gira yang merupakan adik bungsu sang ayah. Rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah ayhnya saat ini. Karena tentunya anak sekecil Jiana belum diperbolehkan menjenguk terlalu lama, apalagi menjenguk bayi. Takutnya malah menularkan virus atau semacamnya. Anak seumuran seperti Jiana pasti akan lebih cepat terinfeksi virus yang dikarenakan imun kekebalan yang belum tinggi.

"Mbak, melahirkan itu sakit?" Tanya Gira polos kembali membuat Geana tertawa lembut.

"Kenapa kamu tanya gitu, Ra? Udah mau nikah ya kamu ya...?"

Cek Apartemen Sebelah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang