Delapan

8.8K 1K 27
                                    

Siang ini istana Jungkook ramai oleh beberapa vampir yang bekerja mendekorasi istana. Istana di hias karena malam ini ada uparaca penyerahan mahkota ratu pada suami raja mereka, Park Jimin.

Jimin menatap orang-orang yang bekerja tanpa suara. Padahal jika di dunia manusia menghias istana sebesar ini akan sangat repot dan berisik, tapi orang-orang di sini berbeda.

"Ada apa? Ada yang kurang, Ratu?"

Jimin menoleh mendapati Jungkook yang tengah berdiri di sampingnya. Jimin memutar bola mata malas, ratu lagi.

"Hiasan di sini serba hitam dan merah. Kenapa?"

"Anggap saja merah sebagai umpama darah dan hitam umpama bahwa kami dari golongan hitam."

"Oh~"

Jungkook menoleh pada Jimin. "Aku akan melihat persiapan di luar istana. Kau mau ikut?"

Jimin mengangguk. "Boleh."

***

Jimin mengangguk sopan saat beberapa orang yang melihat mereka menunduk hormat pada Jungkook. Jimin mendengus saat melihat perbedaan setelannnya dan Jungkook.

Jungkook memakai pakaian formal seperti jas khas para bangsawan barat. Sedangkan Jimin? Jimin hanya menggunakan hoodie dengan jins hitam ketat yang mencetak lekuk ramping kakinya. Jimin mendengus, sangat kontras sekali.

Jika Jimin tidak berjalan di samping Jungkook mungkin orang-orang tidak akan tahu bahwa Jimin itu ratu di kerajaan ini.

"Ada apa, Ratu? Aku perhatikan dari tadi kau selalu cemberut."

Kata-kata yang keluar dari mulut Jungkook juga kata-kata sopan dengan intonasi yang tidak pernah meninggi. Berbeda sekali dengan Jimin yang suka sekali ngegas.

Jimin mendengus lagi. "Tidak apa-apa!"

Jungkook menaikkan sebelah alisnya dan menggeleng tidak paham pada Jimin.

Jimin mengernyit saat berjalan di jalan setapak dengan rumah-rumah gaya barat kuno. Di sepanjang jalan yang mereka lalui juga terdapat bunga mawar merah yang bermekaran indah. Jimin mengangah takjub.

"Di tengah hutan begini ada kota seindah ini?"

Jungkook tertawa pelan. "Kota vampir?"

"Ini kota vampir? Jadi seluruh penduduk di sini vampir?"

Jungkook mengangguk. "Hm. Semuanya vampir. Tidak ada makhluk lain selain vampir."

Jimin mengernyit. "Tapi, Jackson bilang dia bukan. Dia bilang dia penyihir."

"Dia satu-satunya penyihir yang aku perbolehkan tinggal di sini."

"Kenapa?"

Jungkook menunduk menatap Jimin lembut. "Hubunganku dengan kaum penyihir itu tidak baik. Saat peperangan kami dulu Jackson satu-satunya penyihir yang berada di pihakku. Dia bahkan membuat pelindung di sekitar kerajaan ini agar tidak ada yang bisa masuk tanpa seizinku."

Jimin mengangguk. "Begitu.."

Jungkook menggenggam tangan Jimin lembut saat mereka hendak melewati jembatan kayu. Beberapa orang yang melihat pemandangan raja mereka yang berlaku lembut pada ratu baru mereka membuat para vampir ikut menghangat.

Jimin terkekeh menatap pergelangan tangannya. "Kau lupa, Kookie? Aku ini juga pria, kau tidak perlu terlalu melindungiku begitu."

Jungkook berbisik. "Hanya formalitas, Ratu. Rakyatku tengah melihat ke arah kita, aku tidak ingin mereka menganggap raja mereka adalah raja yang kaku." Jungkook tertawa.

Jimin mendengus, "Dasar."

Bum!

Bum!

Jimin terdiam. Itu apa?

"Yang Mulia!"

Jimin dan Jungkook berbalik. Di belakang mereka Hoseok dan Jackson sudah menunduk hormat.

"Ada apa, Hoseok? Suara apa tadi?"

Hoseok menunduk dalam. "Yang Mulia, terjadi penyerangan di hutan barat. Di perkirakan ada kaum lain yang mencoba menghancurkan pelindung yang telah dibuat Jackson."

"Kaum apa? Kenapa mereka menyerang?"

Jackson menunduk. "Pernikahan anda dan Yang Mulia Ratu sudah sampai ke telinga kaum-kaum lain. Sesuai ramalan yang mengatakan bahwa anak kalian kelak akan menguasai seluruh kaum membuat mereka tidak terima. Mereka telah merencanakan penyerangan, Yang Mulia."

Jungkook menggeram, tanpa sadar genggamannya pada Jimin terlalu kuat membuat Jimin meringis.

Jungkook yang sadar segera minta maaf. "Maaf telah menyakitimu, Ratu."

Jimin menggeleng. "Tidak apa-apa."

Jungkook menatap Hoseok. "Siapkan pasukan. Jaga-jaga jika pelindung Jackson hancur. Dan Jackson, boleh aku minta bantuan?"

Jackson mengangguk. "Tentu, Yang Mulia. Katakan saja."

"Tolong perkuat sihir pelindungmu."

Jackson mengangguk. "Tentu, Yang mulia."

Setelah kepergian Jackson dan Hoseok, Jimin menatap Jungkook takut. "Jungkook, apa tidak apa-apa? Maksudku--apa ini situasi yang sangat bahaya?"

Jungkook mengelus lembut pergelangan tangan Jimin. "Tenanglah, Ratu, ini tidak apa-apa."

"Benarkah?"

"Percayakan pada pasukanku. Kaumku kaum yang kuat."

Melihat keyakinan dan kelembutan dalam setiap kata-kata Jungkook membuat Jimin mengangguk. Jimin menyentuh dadanya yang berdegub kencang. Sebenarnya dirinya tiba-tiba merasa takut.

"Jungkook."

Jungkook menoleh. "Hm?"

Jimin menggigit bibir dalamnya. "Jackson dan Hoseok tadi bilang tentang ramalan. Ramalan apa?"

Jungkook tersenyum kecil. "Ini ramalan dulu sekali sebelum kau lahir. Dalam ramalan tertulis, seorang pria istimewa akan lahir dan menjadi ratuku. Dari rahimnya akan lahir seorang anak yang akan menyatukan setiap kerajaan yang sekarang tengah terpecah bela. Menurut ramalan anak kita akan sangat kuat. Mungkin akan berpengaruh pada kau yang mengandungnya nanti."

Jimin menyentuh perut ratahnya dan meneguk ludah kasar. Jadi Jimin benar-benar diciptakan untuk mengandung?

Jungkook merangkul bahu sempit Jimin. "Tidak perlu takut. Jika kau belum siap hamil aku tidak akan menghamilimu. Aku baru akan melakukannya jika kau sudah siap, Ratu."

Jimin mengangguk kaku. "Jadi dentuman di luar kerajaan ini, itu pasukan yang ingin menangkapku agar aku tidak jadi hamil?"

Jungkook tersenyum lembut. "Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu, Ratu. Aku akan melindungimu sekuat tenagaku."

Dentuman-dentuman semakin kencang terdengar membuat Jimin merasa takut juga ngeri. Namun, perasaan takut Jimin menguap saat Jungkook terus memberi kata-kata penenang dan bisikan-bisikan bahwa Jungkook akan selalu melindunginya.

Jimin menghembuskan napas kuat. Jimin tidak boleh takut! Jimin mempunyai Jungkook, Jimin tidak boleh takut!


/Tbc

Queen [Kookmin/Jikook]Where stories live. Discover now