Tujuh belas

7.4K 923 112
                                    

"Jimin~"

"Kalian dimana?!"

"Disini. Tolong kami, Jimin."

Jimin berjalan dengan meraba dinding dingin di sampingnya agar tidak terjatuh. Sungguh, Jimin tidak suka gelap. Dan ruangan ini sangat lembab dan gelap, Jimin benar-benar tidak suka.

"Jimin~"

"Hei, kalian dimana? Aku harus kemana?" Teriak Jimin saat hanya bisa mendengar suara tanpa tahu berada dimana suara itu.

"Tolong kami. Tolong kami, Jimin."

Jimin melihat pada pintu besi karatan yang sudah nampak tua. Suara minta tolong itu dari sana, Jimin yakin.

Ckitt

Suara nyaring gesekan pintu besi yang usang dan lantai batu yang keras dan lembab menyebabkan suasana semakin menyeramkan. Jimin meneguk ludah kasar saat lagi-lagi dua orang yang sama--yang selalu hadir dimimpinya-- tengah tersenyum lega menatap dirinya penuh permohonan.

"Jimin. Akhirnya bisa melihatmu lagi." Suara bergetar salah seorang diantara keduanya membuat Jimin tersenyum sedih.

"Maaf. Bersabarlah, aku akan membuka ikatan kalian."

Jimin bergegas menghampiri mereka tapi yang terjadi lagi-lagi dirinya terpental. Lagi-lagi pagar tak terlihat itu menghalangi dirinya untuk menyelamatkan dua orang itu.

"Jimin, jangan paksakan."

Jimin menjambak rambutnya frustasi saat melihat keadaan menyedihkan kedua orang yang tengah terikat rantai disekujur tubuhnya. Jimin meringis, "Sejak aku kecil kalian seperti ini. Bagaimana aku bisa menyelamatkan kalian?! Kalian tahu, kalian tampak sangat menyedihkan! Berhenti minta bantuanku atau kasih tahu aku bagaimana cara membebaskan kalian! Aku tidak bisa berbuat apa-apa disini! Bantu aku!" Marah Jimin.

Jimin menunduk. Ia berlutut menumpahkan semua air matanya yang sudah sejak kecil dirinya tahan. Jimin itu bukan orang baik, tapi dirinya itu hanya manusia biasa. Melihat orang lain menderita dan diperlakukan selayaknya binatang seperti sekarang sungguh membuatnya ikut menderita. Jimin tidak ingin mimpi ini terjadi lagi dalam hidupnya. Jimin ingin bangun.

"Aku tahu ini mimpi. Aku ingin bangun! Aku tidak ingin melihat kalian!" Teriak Jimin memukul kepalanya mencoba membangunkan dirinya yang ia yakin tengah tertidur atau mungkin pingsan.

"Jimin.."

"Jangan panggil aku! Jangan berharap padaku! Aku tidak bisa membantu kalian... hiks, jadi mohon jangan mengharapkan aku lagi.. aku tidak bisa..." lirih Jimin putus asa.

"Kau bisa. Kau lahir untuk kami, untuk membebaskan kami. Kau bisa, Yang Mulia Jeon Jimin."

Suara berat pria satunya membuat Jimin mendongak. Dengan mata merah dan masih sesenggukan Jimin membalas tatapan yakin pria yang bermata sipit itu. "Bagaimana aku bisa?" lirih Jimin tidak yakin.

Pria yang nampak gagah walaupun terlihat kacau itu tersenyum menawan. Senyum kebapak-an pria itu membuat Jimin seketika merasa sedikit tenang. "Kau akan tahu."

Jimin menggeleng lemah. "Aku tidak tahu bagaimana caranya. Di dunia aneh ini aku merasa sendiri. Aku tidak mengerti apapun."

Pria itu tersenyum lembut dan menunjuk dengan dagu pada sesuatu di samping Jimin. Jimin menoleh untuk melihat apa yang di sampingnya. "Tata?" Gumam Jimin saat melihat boneka kayunya lagi-lagi ikut di dalam mimpi anehnya ini.

"Kau juga punya pria di sampingmu."

Jimin menoleh lagi pada sampingnya yang lain, memicing pada pria yang tengah menjulurkan tangannya pada dirinya. Walau berusaha sebisanya, tetap saja Jimin tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria tinggi dan sempurna di sampingnya.

"Kau punya mereka berdua. Kau tidak sendiri, Jimin."

Jimin menghela napas lemah. Kenapa beban seperti ini harus orang sepertinya yang memikulnya? Kenapa bukan ayahnya saja atau orang lain? Jimin rasanya tidak sanggup.

***

"Eungh..."

Jimin mengernyit saat sinar matahari membuat dirinya silau. Ia mencoba membuka mata dan duduk secara perlahan. Dilihatnya sekeliling dirinya sekarang yang sedikit aneh dari tempat sebelumnya.

"Aku dimana?" Gumam Jimin.

"Sshh, argh..." Jimin menyentuh pada punggungnya yang terasa sangat sakit. Rasanya dirinya tidak bisa bergerak karena sakit dan pegal yang menjalar di sekujur tubuh.

Jimin menyandarkan dirinya pada batang pohon besar yang ada di belakang tubuhnya. Dilihatnya hutan di sekelilingnya, dan sungguh rasanya jauh berbeda dari hutan di tempat Jungkook. Hutan ini terasa hidup sendiri. Dan ini membuat Jimin sedikit takut.

"Apa yang terjadi padaku?" Jimin memutar kembali kenangannya saat sebelum sampai ke hutan aneh ini.

"Ikut aku kesana!"

"Bless!"

Jimin membekap mulutnya sendiri saat ingat apa yang sudah dirinya lakukan pada wanita vampir itu. "Apa dia mati?" Gumam Jimin tidak percaya.

"Tapi, tunggu. Bagaimana aku bisa disini?"

Jimin mengetuk-ngetukkan jarinya ke pelipisnya mencoba mengingat apa yang sudah terjadi. Astaga, kenapa dirinya bisa lupa begini?

Grrr

Jimin membeku saat mendengar suara geraman hewan buas tidak jauh dari tempatnya beristirahat.

"Setelah terlantar di tempat antah-berantah ini, apa sekarang aku harus mati di makan hewan buas?" Bisik Jimin pelan pada dirinya sendiri.

"Jika aku mati, kasihan Jungkook yang harus jadi duda. Seumur hidup Jungkook tidak akan bisa merasakan kenikmatan seks lagi. Dia kan hanya bisa seks denganku."

"Haish, tapi aku juga belum siap mati. Bagaimana ini?"

Grrrr

Jimin mencoba menggerakkan kakinya namun tidak bisa. Tubuhnya benar-benar pegal dan tidak bisa digerakkan. Sangat sakit.

"Hei, kaki! Aku harus berlari kenapa kau tidak mau bergerak?!" Maki Jimin pada kakinya.

Bolehkah Jimin menangis? Jimin takut!

"Eomma, aku takut!" Teriak Jimin saat geraman hewan buas itu semakin mendekat kearahnya.

"Hiks, Appa, maafkan aku yang suka kebut-kebutan di jalan. Maaf juga sering membuatmu naik darah. Tapi, Appa, aku sangat sayang padamu. Selamatkan aku!" Tangis Jimin pecah meratapi nasibnya yang sebentar lagi akan berada di perut harimau, singa atau hewan apapun itu.

"Jungkook, aku juga sayang padamu. Kau harus jadi duda. Berjanjilah agar tidak mencari uke lain!"

Grrrr

"Huaaa, Eomma!"



Tbc






Aku belum nemu raja penyihirnya siapa. Kira-kira siapa yang cocok jadi orang-orang di kerajaan itu?

Queen [Kookmin/Jikook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang