Say It First! | [03]

85.3K 11.5K 1.5K
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Chiasa menemukan sepasang bangku menghadap sebuah meja bundar di depan sebuah Indomaret Point. Ada beberapa kerumunan anak laki-laki berusia sekitar SMP atau SD, di beberapa meja lain, bising, penuh tawa dan obrolan tanpa henti bersama gadget yang tidak lepas dari genggaman.

Chiasa tidak bisa berjalan lebih jauh, tidak bisa menemukan tempat yang lebih baik lagi untuk beristirahat setelah berjalan kaki beberapa ratus meter tanpa henti. Isi kepalanya bahkan lebih buruk lagi dalam bekerja, karena bisa-bisanya sosok Hakim yang pertama terlintas dalam ingatan untuk diminga datang menemaninya saat ini.

"Jumpshot!" teriak salah seorang anak laki-laki sambil terus bergelut dengan gadget-nya.

Sejak tadi Chiasa mendengar kalimat. "Haha. Knock anjir!" Atau, "Anjir sandwich!" Dan istilah-istilah lain yang sama sekali tidak dia mengerti.

Mungkin berselang tiga detik setelah melirik kebisingan anak-anak itu, sosok Hakim muncul dari balik pintu kaca Indomaret sambil menenteng sekantung belanjaan. Laki-laki itu menaruh bawaannya beserta kunci motor di atas meja sebelum menarik kursi dan duduk di hadapan Chiasa.

Tangannya sesaat merogoh kantung plastik, mengambil minuman kalengan dan membukanya sampai menghasilkan suara buih yang terbebas. "Bisa buka segel minunan sendiri, kan?" tanyanya sembari menyerahkan botol air mineral pada Chiasa. "Gue bukan Kae yang selalu ada buat bukain segel botol minum Jena."

Chiasa meraih botol air itu, lalu melirik lagi pada sumber suara teriakan di samping kanannya. Bocah-bocah itu lagi.

"Indomaret Point banget, nih?" tanya Hakim seraya mengetuk-ngetuk meja, kembali menarik perhatian Chiasa padanya. "Jadi, gimana?" Bertolak belakang dengan ucapan sebelumnya, melihat Chiasa diam saja, Hakim membukakan segel botol dan menaruhnya kembali begitu saja. "Minum dulu nggak?"

Chiasa mengeluarkan sekotak alat kontrasepsi yang sempat dibelinya, menaruhnya di atas meja.

Dan hal itu berhasil membuat Hakim melongo. "Chia ...."

"Belum," ujar Chiasa. "Belum gue pakai, kok."

"Lo mergokin dia selingkuh sebelum pakai ini?" Hakim menunjuk benda sialan itu.

"Dia beneran selingkuh, ya?" Pertanyaan yang sebenarnya jatuh untuk dirinya sendiri.

"Apa?" Hakim sampai mencondongkan tubuhnya ke depan. "Cewek. Malam-malam datang ke apartemen cowok. Disambut dengan kata sayang—"

Chiasa menatap Hakim. Jika tidak langsung melihatnya dan mendengar dari orang lain seperti biasanya, Chiasa bisa berkata, mungkin saja salah dengar, atau salah orang. Namun, ia tahu betul tangan Ray yang terulur dari dalam pintu menyambut lengan perempuan tadi sebelum menariknya masuk.

"Chia, tolong kali ini .... Kalau lo nggak pinter, seenggaknya jangan goblok-goblok banget."

"Di kamar Ray ada foto kami berdua, dia pasang di dinding dekat tempat tidur."

Say It First!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang