Say It First! | [09]

72.4K 10.1K 1K
                                    

Sekolah udah mulai tatap muka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sekolah udah mulai tatap muka. Walau ribet tapi seneng yakaaan. 🎉
***

"Iya, Tiana." Janari sudah menggantungkan tali id-card tanda panitia di tengkuk, tengah sibuk bolak-balik di depan aula bersama panitia lainnya. Dia hendak mengangkat kotak berisi peralatan inventaris BEM sebelum kembali mendengar Tiana bersuara di seberang sana.

"Aku ada jadwal terapi hari Minggu. Mas Ari bisa antar?"

Janari tertegun, dia masih berjongkok di samping kotak, satu tangan kirinya memegang earphone yang sejak tadi terpasang. Tidak ada alasan untuk menolak jika seseorang mengajaknya pergi di hari Minggu, dia belum memiliki rencana apa-apa. Namun, "Nanti aku kabari seandainya ... bisa."

"Mas Ari ada keperluan?"

Janari hanya bergumam tidak jelas.

"Oke, kabari aku kalau bisa antar, ya?" ujar Tiana. Seperti biasa, tidak pernah ada kesan memaksa di dalam suaranya, tidak pernah ada penekanan, tapi Janari justru selalu kesulitan menolak ketika mendengar sura sendu itu. "Sampai ketemu, Mas. Kita belum ketemu lho, semenjak aku sampai di jakarta."

"Oke .... Sampai ketemu." Atau malah sebaiknya tidak?

Janari menutup sambungan telepon, padahal Tiana yang menghubunginya lebih dulu. Dia belum beranjak ke mana-mana, masih diam di tempatnya. Setelah berbicara dengan Tiana efeknya selalu sama. Rasa bersalah, gusar, risau, semua saling himpit dan membuatnya sering merenung lama.

Apakah masalahnya sepelik itu? Atau memang dia sendiri yang membuatnya rumit?

Sebuah getar di tangan membuat Janari kembali menatap layar ponselnya. Ada sebuah pesan masuk. Yang sepertinya terabaikan sejak tadi karena telepon dari Tiana.

Chiasa Kaliani

Udah. Baru keluar kelas.

Acaranya di Aula Gedung A, kan?

Senyumnya tidak tertahan saat membaca pesan terakhir yang dikirim Chiasa, lalu membalasnya cepat, dengan senyum yang masih belum pudar. Gusarnya sirna, risaunya enyah. Ajaib, dia menemukan obat yang cepat melenyapkan perasaan buruk itu dalam sekejap setelah biasanya menghabiskan waktu termenung berlama-lama.

Mengingat lagi tentang kesepakatan keduanya semalam, obrolan di apartemen, juga percakapan di sepanjang perjalanan saat mengantarnya pulang, Janari sangat menunggu hari ini untuk melihat perubahan sikap perempuan itu.

Say It First!Where stories live. Discover now