What If [ Bonus Chapter ]

43K 5K 8.4K
                                    

Bagaimana jika kisah ini berakhir berbeda?

Bagaimana jika mereka masih bisa menghirup udara lebih lama?

Bagaimana jika Zaki menerima Nazel dan perasaannya?

Bagaimana jika Zaki dan Nazel menjalin hubungan dan memilih bersama-sama untuk menantang dunia?

Bagaimana jika ... hanya, bagaimana jika.

*****

Ini bukan another ending, bonus chapter ini gak masuk ke jalan cerita Bandung. Ini hanya menceritakan bagaimana gambaran JIKA Zaki dan Nazel pacaran, berikut dengan gaya pacaran mereka. Ini adalah bonus chapter yang pernah aku janjikan di Twitter.

Enjoy!

⚠️[ Peringatan : AWAS BAPER! ]⚠️

*****

ITU Minggu siang hari yang terik

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ITU Minggu siang hari yang terik. Musim panas membuat Bandung seperti tak biasanya, lebih menyengat dan lembab, tak ubahnya seperti Jakarta kala matahari berada tepat di atas kepala di hari-hari biasa.

Wajah penuh peluh itu tertekuk, netra Nazel menyipit, menatap sebal punggung lebar yang terpampang pada wajahnya sejak tiga puluh menit lamanya. Rekor baru untuk Nazel yang tak mengeluarkan umpatan karena diabaikan secara sadar oleh si kekasih yang lebih memilih memberi perhatian pada laptop dan tugas sekolahnya. Nazel berdecak, ia seperti sedang diselingkuhi tepat di depan matanya saja. Tolong jangan katakan Nazel hiperbolis di saat jutaan manusia di luar sana pasti akan mengamuk selayaknya banteng jika berada di posisinya.

"Zak?"

"Kulan?" (Apa?)

Zaki ada di sana, duduk tegak di kursi belajar dengan jemari bergerak lincah di atas keyboard laptop. Sebuah kacamata bertengger apik pada hidung mancung yang kerap kali Nazel gigiti jika sedang marah atau gemas, punggung lebarnya masih terpampang jelas, benar, Zaki tak bergerak sama sekali atas panggilannya yang entah ke berapa membuat bibir Nazel langsung maju beberapa senti, seperti bebek merajuk kalau kata si pemuda Bandung.

"Zaki." Nazel tak menyerah, memanggil kembali nama si pemilik hati. Kasur dengan sprei Batman yang sedang di dudukinya itu mulai terasa tak nyaman, Nazel telah duduk di sana tanpa dipedulikan sejak kakinya menginjak lantai kamar yang kerap kali ia kunjungi setiap hari.

Zaki berdehem. "Kulan kasep?" (Apa ganteng?)

Oh, sial. Bukan, ini pasti karena teriknya mentari yang sedang bertahta dengan pongahnya, semburat merah yang menyebar pada pipi dan telinganya pasti karena itu! Semua ini bukan karena jawaban Zaki!

Bandung [ ✓ ]Where stories live. Discover now