4. Hari Bersamamu

71.1K 11.6K 10.3K
                                    

"Hahaha gila ya lo!"

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

"Hahaha gila ya lo!"

Suara tawa Renjun yang menggelegar di antara desah napas terputusnya mengudara di sore hari, bersahutan dengan suara kendaraan dan percakapan orang-orang di sekitar.

Renjun membungkuk, bertumpu pada kedua lutut masih dengan tawa yang tersisa, napasnya tersengal. Jaemin di hadapannya tak kalah kacau, pria itu tertawa terbahak sambil memegangi perut serta pinggang.

"Ya ampun, itu sedikit lagi kita bisa kena timpuk."

"Lo sih! Ngapain lelagaan ngeganggu banci, diserang, 'kan?" Renjun tertawa, menampar bahu Jaemin pelan.

"Lah dia duluan yang ngegoda saya. Kesel lah, ya udah saya katain."

Renjun menggeleng, tak habis pikir. Emang sih, para banci itu yang memulai duluan. Menggoda Jaemin yang sedang asik memotret hal-hal random dengan kamera ponselnya dan mungkin karena kesal lelaki itu berbalik mengatai mereka dengan kalimat pedas, yang sejujurnya Renjun saja terkejut bahwa Jaemin bisa mengucapkan itu.

Dan berakhirlah mereka dikejar seperti buronan.

"Terus gimana nih? Kita balik lagi buat ambil motor lo?"

Jaemin mengangguk masih dengan napasnya yang tersenggal. "Ya iya atuh, kalo gak di ambil bisa ditabok Abah di tempat."

"Tapi jauh, capek ah!" Renjun berucap, menegakkan tubuhnya dan melihat-lihat sekitar.

Ah, mereka sedang berada di sebuah tempat dengan para pedagang yang berjejer disisi jalan. Ada lapangan di belakang mereka, tempatnya ramai.

"Istirahat dulu atuh, minum apa kek, saya juga capek."

Tawaran Jaemin terdengar menggoda. Maka dari itu, Renjun langsung berjalan mengikuti pemuda itu yang melenggang pergi begitu saja dengan santai.

Renjun mendengkus, mencoba menyamakan langkah dengan Jaemin. Netranya berpendar menatap para pedagang yang menjajakan dagangannya, terlihat menggoda, apalagi banyak makanan serta minuman beraneka ragam.

Jaemin membawanya pada seorang lelaki paruh baya yang sedang berdiri di samping gerobaknya. Lelaki itu tersenyum sopan. "Pak, pesen es cendolnya dua gelas ya. Di minum di sini."

Lalu mereka duduk dikursi kayu di samping gerobak, tepat di bawah pohon, terasa sejuk.

"Makasih, ya." Renjun berucap pelan sembari meluruskan kakinya yang terasa pegal karena dipaksa berlari jauh. Bisa dia lihat melalui ekor matanya, Jaemin menatapnya kebingungan.

"Makasih buat apa?"

"Buat ngajak gue keliling Bandung."

Jaemin tersenyum, mengibaskan rambutnya yang terasa basah oleh keringat. "Sama-sama, saya juga mau ngucapin terima kasih."

"Makasih buat apa? Perasaan gue gak ngelakuin apa-apa," ucap Renjun, dia menatap Jaemin dengan sebelah alis terangkat. Karena memang, seharian ini Renjun tak melakukan hal yang berarti sehingga membuat Jaemin harus berucap terima kasih.

Bandung [ ✓ ]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum