6. Kesalahan Fatal

74.7K 10.8K 11.6K
                                    

(Tolong dibaca perlahan tanpa ada yang di skip.)

⚠️Warning : rape⚠️

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⚠️Warning : rape⚠️

SEBULAN.

Sebulan sudah terlewati dengan menjauhnya Jaemin. Lelaki itu seolah-olah tak pernah hadir sebelumnya di kehidupan Renjun. Seolah-olah tak pernah memberi bahagia, tawa, dan juga menghadirkan perasaan ini padanya.

Jaemin menjauhinya selayak dia adalah hama.

Hama yang harus dibasmi.

Setiap kali ada waktu mereka berpapasan, Jaemin akan membuang muka, menatapnya jijik dan yang paling menyakitkan adalah saat lelaki itu berbisik dengan penuh amarah yang terlihat sangat jelas dimatanya.

"Homo menjijikan!"

Katanya, dia adalah homo menjijikan yang seharusnya tak pernah ada di dunia, tak seharusnya terlahir.

Renjun terkekeh miris, menenggak gelas berisi alkohol dengan penuh amarah. Kepalanya menggeleng acak, menekan dahi pada meja bartender.

Dia sudah mendengar perkataan itu tak hanya dari Jaemin, dia sudah pernah mendengar itu dari kedua orangtuanya sekaligus dari sekumpulan manusia yang dulu dia sebut teman.

Dia pernah mendengar itu dari sosok yang dia cinta sebelumnya.

Demi Tuhan! Bahkan demi seluruh dosa-dosa yang telah dia perbuat, Renjun pun tak ingin memiliki orientasi seksual yang menyimpang, dia tak ingin mencintai manusia yang memiliki tubuh yang sama seperti dirinya. Dia tak ingin seperti ini, Renjun tak ingin merasakan berdebar karena lelaki, tak ingin mencintai seorang lelaki.

Namun memangnya dia siapa? Dia bisa apa? Dia tak bisa mengendalikan perasaannya sendiri, begitupun dirinya. Renjun sangat ini memprotes pada Tuhan mengapa membuatnya menjadi manusia menjijikan seperti ini, dia sangat ingin memaki-maki Tuhan mengapa harus membuatnya hidup diantara manusia dan dunia yang sangat mengerikan ini.

Renjun ingin, sangat.

Renjun pun ingin seperti lelaki lain, mencintai seorang wanita yang cantik jelita, yang ingin ia limpahi dengan kasih sayang dan cinta, namun dia tidak bisa, perasaan dan dirinya tidak bisa.

Tanpa sadar air mata sudah mengalir dari kedua matanya, Renjun terisak. Kepalanya terasa sakit, begitupun juga hatinya. Dia terisak semakin keras namun tak terlalu keras untuk mengalahkan dentuman musik yang memenuhi pub yang sedang ia kunjungi.

"Lo harus segera pulang, pub hari ini ditutup lebih cepat."

Dengan napas yang tersendat, Renjun mengangkat wajahnya dari lipatan tangan, pandangannya buram karena air mata namun dia masih bisa melihat seorang bartender lelaki yang tadi mengguncang bahunya. Lelaki itu terlihat memasang wajah penuh kasihan dan prihatin yang sangat Renjun benci. Dia benci saat ditatap seperti itu.

Bandung [ ✓ ]Where stories live. Discover now