1. Surat Cinta di lembar Ujian

26 6 2
                                    


Gurat amarah tergambar jelas di wajah Ibu Rostiana. Entah sudah berapa banyak bentakan dan teriakan yang dilontarkan kepada siswa yang duduk di hadapannya. Namun, siswa itu tampak santai bersandar pada kursi kayu. Sesekali matanya melirik genit ke arahku.

Astaga!

"Ruga! Kau dengar yang ibu katakan?" Bentakan Ibu Rostiana kembali terdengar.

"Dengar, Bu." Ruga mengalihkan tatapannya ke arah Guru BK itu.

"Apa yang kau dengar?"

"Ibu kalo marah-marah bisa tambah tua, loh."

Wajah wanita berumur empat puluhan itu memerah. Aku menggigit bibir bawah.

Bagaimana jika Ruga kembali berulah dan dikeluarkan dari sekolah? Berbagai pikiran buruk berkecamuk dalam kepala.

"Bu Rostiana. Maaf, tapi saya yakin Ruga hanya bercanda," ucapku mencoba menengahi mereka.

"Bu Nabila, dia sudah kurang ajar. Bagaimana mungkin seorang murid berlaku seperti itu pada guru? Apalagi dengan alasan bercanda, hah. Ini tidak bisa dibiarkan!" Bu Rostiana menatap tajam Ruga.

"Ruga, minta maaf sekarang! Dan katakan bahwa kamu cuma bercanda," titahku.

"Tapi gue nggak lagi bercanda, Bu. Gue serius. Dua rius malahan." Ruga mengangkat tangannya membentuk huruf V.

Masalah ini bermula saat aku membagikan lembar soal ujian Matematika tadi pagi. Sesuai jadwal hari ini, SMK Bungo akan mengadakan ujian Matematika, karena itu aku sebagai wali kelas sekaligus guru mata pelajaran Matematika mulai mengawas jalannya ujian di kelas XII Marketing 2.

Semua berjalan lancar hingga waktu pengumpulan soal. Namun, saat hendak mengoreksi lembar jawaban, aku terperangah. mataku menatap tak percaya pada lembar jawaban yang tengah kubaca. Kuulang berkali-kali demi memastikan apa yang tertulis di sana.

Persamaan garis vertikal dengan 2x-3y+8 dan melalui titik (-3,2) adalah ... Marry me, Bu Nabila, di sertai simbol hati.

Ruga Elvama, nama yang tertera pada lembar jawaban itu. Aku menekan pelipis yang tiba-tiba berdenyut. Mengoreksi berpuluh-puluh lembar jawaban cukup membuat lelah otakku ditambah lagi masalah ini.

Aku meletakkan asal lembar jawaban itu di sudut meja sebelah kanan. Biarlah, nanti siswa nakal itu akan kuproses ketika tugas hari ini telah selesai.

"Bu Nabila," panggil Bu Rostiana.

"Iya, kenapa, Bu?"

"Ibu masih sibuk, kah? Saya dan guru-guru lainnya berencana mengajak ibu makan siang bersama," ujarnya dengan logat khas Batak.

Aku mengedarkan pandangan ke tumpukan kertas ujian yang masih tersusun rapi. Ternyata Ibu Rostiana pun mengikuti arah pandangku. Namun,  belum sempat aku menjawab, wanita berusia empat puluhan itu mengambil selembar kertas di ujung meja sebelah kanan.

Mati aku! Itu 'kan lembar jawaban Ruga.

"Ibu, ini ...." Ucapannya terhenti. Kulihat kedua alisnya saling tertaut diikuti perubahan pada mimik wajahnya.

"Jawaban macam apa ini?" Tangannya menyibak kertas jawaban Ruga.

"Ruga Elvama. Dasar bocah nakal itu!" geramnya sembari berlalu ke luar.

Mataku terbelalak. Aku tahu apa yang akan dilakukan wanita paruh baya itu. Bu Rostiana terkenal tegas dan tak pernah tanggung-tanggung menghukum muridnya. Aku segera berlari mengejarnya, bukan maksudku menghalanginya menemui Ruga. Akan tetapi, memarahi anak lelaki itu bagiku bukan solusi yang tepat. Terlebih Ruga adalah siswa yang paling nakal.

Marry Me, Bu Guru!Where stories live. Discover now