3. Dasar jahil

11 3 0
                                    

Ruga Coming. Yuhuu🤩 Sebelum membaca jangan lupa follow akunku agar enggak ketinggalan ceritaku.

Happy Reading😘

🐾🐾🐾

Part 3

Tak ada hal yang paling menyebalkan selain dijahilin siswa sepanjang jam pelajaran. Seperti halnya hari ini.

Selama seminggu mengajar di kelas ini, kupikir siswanya akan patuh seperti murid di kelas lainnya. Namun, ternyata di sini berbeda. Entah sudah berapa kali nasib sial menimpaku.

Kemarin, kursi guru yang biasanya kududuki  kakinya patah. Akibatnya, tubuhku terjungkang ke belakang. Bahkan rasa nyeri masih terasa hingga malam tiba, tetapi bukan itu masalah terberatnya. Puncaknya, saat aku menulis di papan tulis, justru tinta spidol permanen yang kugunakan.

Tak henti-hentinya aku merutuki kebodohanku. Kenapa tidak membaca tulisan pada bungkus spidol?

Aku tak habis pikir. Bukankah waktu pertama kali aku masuk di kelas ini, semua menyambutku dengan gembira. Berbanding terbalik dengan saat ini.

"Kalian sengaja membuat saya tidak betah mengajar di sini, ya?" tanyaku seraya memandang wajah-wajah tanpa rasa bersalah itu. Dijahilin sekali, masih bisa kumaafkan, tetapi tidak dengan kejahilan yang berulang kali dilakukan.

Hening. Tak ada satu pun yang bersuara. Beberapa siswa menunduk. Beberapa lainnya terlihat santai menatap ke arahku.

Sudut mataku menatap ke arah Ruga, bocah yang tempo hari menggodaku. Lihatlah, justru sekarang ia tengah tersenyum penuh kemenangan.

"Bu, kenapa ibu tak berhenti saja mengajar kami seperti guru-guru lainnya. Bukankah kami siswa paling nakal dan bodoh?" Seorang siswi berlipstik nude mengutarakan keinginannya.

Aku mengerutkan kening. Kenapa mereka berpikir seperti itu?

"Lebih baik ibu berhenti saja, daripada membicarakan hal buruk tentang kami di kantor," sahut siswa lainnya.

Lagi, untuk kesekian kali aku merasa aneh. Kapan aku mengatakan hal buruk tentang mereka?

"Dengar, saya tidak tahu darimana kalian mengambil kesimpulan itu, yang harus kalian tau, saya tidak pernah mengatakan hal buruk tentang kalian," terangku.

Mereka memang nakal. Aku tahu itu, tetapi aku tak pernah sedikit pun membicarakannya di kantor. Apakah ada yang tengah mengadu domba kami? Entahlah.

***

Pagi ini aku bergegas ke kelas XII Marketing 2, setelah pengakuan mereka kemarin, aku semakin yakin untuk mengajar mereka. Bagiku tak ada murid yang benar-benar nakal. Mereka hanya tersesat. Ya, tersesat. Dan aku yang akan kembali menuntun mereka ke jalan yang baik.

Rasanya sangat sulit, tetapi aku harus bisa, karena selain butuh uang aku juga ingin merubah pandangan guru lain terhadap mereka.

"Kenapa banyak siswa yang tidak hadir?" tanyaku seraya melirik beberapa bangku kosong.

Ada tiga kursi kosong di bagian depan dan empat di bagian belakang, termasuk kursi Ruga.

Beberapa lainnya mengangkat bahu, ada juga yang bersikap cuek dengan pertanyaanku.
Kuulangi lagi pertanyaan barusan. Entah kenapa, aku berkeyakinan ada yang tahu dimana kebaradaan siswa yang tak hadir hari ini.

"Kayak biasalah, Bu. Palingan mereka bolos," ujar seorang siswa yang duduk di meja paling ujung dekat pintu. Siswa tersebut kemudian membekap mulutnya sendiri.

"Kemana?" Aku menatap Andrew-siswa yang bersuara tadi.

"Ah, em, enggak tau, Bu."

"Jawab jujur. Kalo ternyata ketahuan kamu tau tempat mereka bolos, saya akan menghukum kamu, sama dengan mereka," ucapku penuh penekanan.

Marry Me, Bu Guru!Where stories live. Discover now