7. Gombalan Receh

6 2 0
                                    

Bab 7

"Buah duku, buah sawo
Dibawa Udin ke Surabaya
Oi, Ibu berbaju putih ijo
Kuy, temanin gue ke KUA!"

Teriakan itu terdengar nyaring dari koridor sekolah. Aku yang tengah memberi pengarahan ke beberapa murid di lapangan pun membelalakkan mata. Degup jantung kian menggila seiring dengan wajah yang tiba-tiba memanas.

Siswa yang tengah kuberi pengarahan tak lagi berkonsentrasi dengan apa yang barusan kukatakan. Mereka saling melirik satu sama lain seraya terkekeh geli. Beberapa di antara mereka bahkan terang-terangan bersuit menggoda.

"Diam!" Aku berteriak. Rasanya aku ingin menghilang dari sini saat ini juga. Satu per satu murid yang ada di hadapanku berhenti tertawa.

"Jadi, kalian dengar, kan, apa yang barusan saya katakan?" tanyaku mencoba bersikap abai akan kelakuan Ruga barusan.

"Dengar dong, Ibu Sayang. Jangankan kata yang barusan, kata hati pun aku dengarkan!" teriak Ruga lagi seraya berjalan melewati kerumunan tempatku berdiri.

"Ruga!"

"Dalem, Sayang," sahutnya dengan nada mendayu.

"Dalem, Sayang," sahutnya dengan nada mendayu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku menepuk pelan keningku. Apa lagi yang harus kulakukan terhadap bocah itu. Aku sudah pernah memarahinya karena bersikap seperti itu, tetapi ia tak juga berubah, malah semakin menjadi. Bahkan, dia sekarang berani menggodaku di hadapan para siswa. Ini, kan, namanya sudah jatuh, guling-guling lalu tertimpa tangga.

Dulu, aku juga pernah menanyakan hal ini kepada para guru lain, apa Ruga bersikap sama kepada mereka? Aku terkejut ketika mendengar jawaban mereka. Ruga hanya bersikap seperti itu kepadaku. Apa dia benar-benar suka?

Aku menggeleng, mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran aneh yang bersarang di kepala.

Ayolah, Bila, sadar. Itu tidak akan mungkin.

"Bu."

"Iya Ruga."

"Ciee."

Teriakan para siswa membuatku tersadar atas ucapan yang keluar dari bibirku barusan.

Astaga, Bila. Jangan malu-maluin.

Aku mengumpati kebodohanku. Bagaimana mungkin hanya karena tingkah konyol Ruga, membuatku gugup dan salah tingkah di hadapan para siswa?

"Baik. Sa-saya harap kalian mendengar dan mau mengikuti arahan saya barusan. Sekian, wassalamu'alaikum." Aku segera mengakhiri pengarahan hari ini.

***

Suara bel tanda istirahat berbunyi, aku segera berlalu ke kantin. Tadi pagi karena buru-buru ke sekolah, aku melewatkan sarapan. Mungkin karena hal itu, aku kurang fokus saat di lapangan tadi pagi.

"Bakso, satu, ya, Bu. Banyakin sambalnya," ujarku kepada ibu penjaga kantin.

"Siap, Bu Guru. Minumnya apa?"

"Es satu, Bik." Salah satu siswa memesan di sampingku.

"Es teh tawar!" ucap kami berbarengan. Spontan aku menoleh ke arah siswa tadi.

Astaga, Ruga.

"Ehm, kok, teh tawar? Biasanya anak seumuran kamu sukanya es teh manis?" tanyaku seraya menautkan kedua alis.

"Takut diabetes, Bu. Soalnya liat Ibu udah manis."

Ucapan spontan bocah berpakaian SMK itu membuat pipiku kembali memanas. Untung saja bakso yang kupesan sudah siap, sehingga aku tak perlu berlama-lama di samping Ruga.

"Eh, tunggu, Bu. Ada yang ketinggalan?"

Meski tengah dilanda kebingungan. Aku tetap berbalik menghadap ke arahnya." Apa?"

"Jejak-jejak cinta gue untuk Ibu."

Aku melotot tetapi si pelaku hanya tersenyum menggoda.

Allah. Cobaan apa lagi ini.

Dengan menahan kesal, aku segera berlalu ke meja kosong di pojok. Kantin ini berbentuk huruf L di mana tempat berjualan dan tempat menyantap makanan dipisah. Awal masuk ke sini, aku kebingungan melihat jejeran penjual makanan dan minuman tanpa ada tempat untuk menyantap makanan dan minuman itu. Ternyata ruangan di bagian ujung adalah tempat khusus makan.

"Bu, Ibu pacaran sama Ruga?" Seorang siswi yang tadinya duduk membelakangiku beralih duduk di sebelahku.

"Enggak, kok. Siapa bilang."

"Banyak yang bilang, Bu."

"Hah?" Bibirku menganga. Semangkok bakso yang sebelumnya begitu menggoda pun sementara kuabaikan. Aku terlanjur tertarik dengan cerita siswa yang ber-name tag Sherina ini.

"Terus, gosip apa aja yang kamu dengar tentang Ibu?" Aku menatap lekat siswi itu.

"Em, tapi, ibu jangan bilang kalo saya yang cerita, ya?" bisiknya.

Aku semakin terbawa rasa penasaran. Selama aku mengajar di sini, aku memang jarang berbaur dengan para siswa di luar jam pelajaran, jadi tak heran jika gosip tentangku pun luput dari pendengaran.

"Iya, iya. Apa?"

"Katanya, tuh, Bu. Ibu sama Ruga ...."

"Ehm."

Aku dan Sherina spontan menoleh ke arah suara. Ruga menarik kursi di depan mejaku. Sherina hendak berpindah tempat. Namun, segera kuraih tangannya agar kembali duduk menemaniku. Ya, setidaknya aku tidak sendirian menghadapi bocah ini.

"Maaf, Bu. Saya, kebelet," ujarnya seraya berlalu.

Aku gusar. Bagaimana caranya agar aku tak duduk berduaan dengan Ruga?

"Pindah!" titahku seraya menatap tajam ke arahnya.

Ruga mengembuskan napas lalu menarik tanganku.

"Loh, kok, malah narik Ibu?"

"Tapi tadi ibu minta pindah. Ya, ayok, kita pindah. Pindah ke pelaminan. Eak eak eaak."

Hah?

🐾🐾🐾

Gimana udah baper sama Ruga belum? Bantu komen dan vote ya, biar aku tambah semangat nulisnya. Happy weekend🥰

Marry Me, Bu Guru!Where stories live. Discover now