Bab 43

1.1K 130 10
                                    

Awalnya aku ingin membuat surprise untuk seluruh keluarga. Aku yakin, mama akan heboh jika melihatku tiba-tiba nongol di depan rumah malam ini. Bayangkan, Mama akan kaget, matanya melotot dan sedikit kebingungan, tapi pastinya dia akan happy ketemu aku. Itulah yang ada di bayangan otakku ketika pintu rumah dibukakan. Tetapi, ternyata rencanaku gatot. Gagal total.

"Neng Sandra, kok ada di sini?" kata Bibi yang terkejut ketika melihatku berdiri di depan pagar.

"Iya, Bi. Mau kasih kejutan. Papa, Mama ada?" tanyaku

"Haduh, tadi bapak, ibu, sama dede pergi keluar, Bibi ga tahu mereka pergi ke mana."

"Ah, ya sudah." Jujur saja, aku kecewa. Rencanaku tidak berhasil. Apa sekarang aku harus menelepon mereka? Bertanya jika aku bisa bergabung dengan mereka? Karena menurut perkiraanku, mereka pasti sedang pergi makan malam. Toh, baik aku maupun Steven juga belum makan. Tetapi, aku sedikit berat hati melakukannya. Mengatakan jika aku sudah ada di rumah, sama dengan membuat surpriseku benar-benar gagal 100%.

Bibi segera membukakan pintu pagar, Steven pun memasukkan mobilnya ke dalam carport depan rumah. Aku tidak mau mobil mahalnya cacat tergores karena parkir di pinggiran jalan depan rumahku. Lagipula jalanan sini memang kurang aman bagi mobil yang sering parkir di luar. Banyak berandalan yang hobi memecahkan kaca dan mencuri barang yang ada di dalam mobil. Itu sudah bukan rahasia umum di lingkungan tempat tinggal kami. Bayangkan berapa uang yang harus kuganti jika kaca mobil mulus itu pecah? Berapa harga kaca mobil itu? Pasti berkali-kali lipat gajiku.

Aku segera mempersilahkan Steven masuk ke rumahku. Mempersilahkannya duduk lalu segera pergi ke dapur untuk meminta Bibi membuatkan minuman hangat.

"Neng Sandra, pacarnya ganteng," bisik Bibi sambil menyeduh teh celup dari air panas.

"Bukan pacar, bi," bisikku. "Atasan, teman kantor."

"Ya, kalau jadi pacar juga ga apa-apa kok, selama dia masih belum ada yang punya. Menurut bibi, dia cocok sama neng Sandra," kata Bibi sambil cekikikan.

"Sttttt, ih, bibi mah, ngagossip wae."

"Ih, beneran atu neng. Coba dipikirkan lagi."

"Ya udah, ah. Makasih tehnya ya, Bi," kataku sambil membawa cangkir teh itu ke ruang tamu dan memberikannya pada Steven.

"Tenyata kamu punya adik laki-laki?" tanya Steven yang sedang memperhatikan foto keluargaku yang terpampang di ruang tamu.

"Bastian, dia masih kuliah. Yang kuharap, dia ga jadi mahasiswa abadi abadi kerena nilainya lebih sering kebakaran."

"Beda banget sama kakaknya ya, IPK 3,9?" kata Steven meledekku. Tentu saja itu meledek,  dengan nada bicara seperti itu, ia tidak terdengar sedang memuji. Dan tenyata semua orang di Ruanna memang tahu nilai IPKku. Ngg... jangan-jangan Madam Devil juga tahu. Apa yang akan dilakukannya pada karyawan seperti ku ya? Ah, bodo amat, aku juga tidak ingin mengetahuinya.

"BIBI...," teriak suara seorang wanita dari luar. Yup, suara mamaku, yang menggelegar dengan nada yang melengking memekakan telinga.

Bibi segera keluar untuk membukakan pintu. Dan kudengar Mama mulai mengoceh berisik dengan mobil asing yang diparkir di carport rumah.

"Bibi, ieu teh mobil saha?" kata Mama dengan wajah terkejut.

"Hai, Ma," sapaku melambaikan tangan sambil bersandar di kusen pintu depan.

Hal berikutnya yang terjadi, adalah apa yang sudah aku bayangkan beberapa menit yang lalu. Papa, Mama, terkejut dengan kedatanganku. Adikku? Adikku hanya menyipitkan matanya dan seperti biasanya, dia menyampaikan salam, lalu pergi ke kamarnya, tidak peduli. Mama segera memelukku sambil bicara tidak henti. Mengatakan jika ia sudah sangat rindu pada anaknya yang seperti hilang entah kemana. Ya begitulah. Tetapi, semua perhatian mama padaku segera usai setelah ia melihat Steven.

Ms. Newbie, Mr. Boss, & Mdm. DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang