Bab 61

1.2K 125 29
                                    

"Drrrttt... Drrrrttt...," handphoneku bergetar, aku segera membaca sebuah pesan yang baru saja masuk.

Ci Chien : "Sandra, kamu di mana? Sudah OTW pulang? Kamu ga apa-apa kan?"

Sambil merintih, aku memandangi ponselku, berpikir, jawaban apa yang harus keberikan pada Ci Chien tanpa harus membuatnya khawatir.

Aku : "Aku tidak apa-apa, Ci. Semua baik-baik saja. Ini baru keluar dari pesta, lagi di jalan pulang."

Tidak apa-apa? Aku tidak mungkin cerita tentang bogeman maut Tyo, bukan? Ci Chien akan khawatir jika ia tahu apa yang terjadi padaku hari ini. Dan kurasa, aku sudah cukup merepotkannya, jadi... sebisa mungkin aku tidak perlu membicarakan hal yang tidak perlu diketahuinya.

Ci Chien : "Oh, baiklah. Kamu pulang sama siapa?"

Aku : "Bareng Steven, ci. Dia yang anterin aku pulang."

Ci Chien : "Ok, kalau begitu aman. Hati-hati di jalan! Ng... nanti kalau sudah dekat, kamu WA cici lagi. Cici tungguin kamu di depan rumah."

Aku : "Tapi, apa aku ga ganggu kalau ke rumah cici tegah malam? Karena sepertinya aku perlu waktu sedikit lebih lama. Ada hal yang perlu aku selesaikan dengan Steven terlebih dahulu.

Ci Chien : " Ga ganggu, kok. Kamu tenang aja, kita juga rencana bergadang sampai pagi. Pokoknya nanti kabarin aja. Good Luck untuk urusannya."

Aku : "Thanks, Ci..."

Aku menarik nafas dalam-dalam, mencoba menahan rasa perih akibat memar di dadaku. "Hssss...," rintihku sambil memegangi lukaku. Kulitku sudah sedikit bengkak, dan mulai berubah warna menjadi ungu kebiru - biruan. Rasanya? Nyeri, dan perih tetapi tidak senyeri ketika aku melihat wajah Steven saat ini.

"Sabar sedikit, sebentar lagi kita sampai ke rumah sakit," kata Steven sambil melajukan mobilnya secepat mungkin.

"Bisakah kita pergi ke tempat lain? Aku tidak mau ke rumah sakit!" kataku agar Steven mengubah haluan mobilnya. Akan tetapi, Steven tidak melakukan apapun. Ia tetap mengendarai mobilnya dengan serius. Sangat serius, seolah-olah ia tidak mendengarkan perkataanku.

"Steven!" panggilku sekali lagi.

"Iya?" sahutnya dengan sedikit kesal.

"Kamu dengar aku kan? Aku tidak mau ke rumah sakit!" kataku mengulangi permintaanku sekali lagi.

"Sandra, apa kamu tidak lihat lukamu itu? Itu lebam, bonyok, lagipula bagaimana jika organ dalam kamu terluka. Dan kalau tidak diobati bisa..."

"Bisa apa? " tanyaku kesal. "Kemarin seluruh badanmu bonyok, aku tidak keberatan ketika kamu menolak pergi ke rumah sakit! Kanapa hanya karena sebuah pukulah, aku harus ke rumah sakit?"

"Kenapa?" sahutnya tidak terima, sambil menatap wajahku. Kami saling berpandangan, staring contest untuk mempertahankan ego masing-masing. Hingga akhirnya Steven memutar kedua bola matanya dan menyerah dengan teguhnya pendirianku. Yes, i win!!

"Fine..., tapi jangan salahkan aku jika terjadi sesuatu padamu," kata Steven sambil memutar balik mobilnya.

"Tidak mungkin terjadi sesuatu padaku. Percayalah, aku tidak akan mati hanya karena sebuah tonjokan," kataku kesal.

"Ehm..., masalahnya bukan hanya karena luka itu saja," bisik Steven, lalu ia mendumel pada dirinya sendiri. Bisik-bisik tidak jelas yang tidak bisa kudengar jelas artinya.

Apa kalian mengerti isi pikirannya? Aku tidak tahu apa yang pikirkannya, sehingga ia harus begitu emosi malam ini. Ya, Steven tidak tampak seperti biasanya. Sejak peristiwa di rumah Madam Devil, ia telihat sangat kesal dan marah.

Ms. Newbie, Mr. Boss, & Mdm. DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang