2. Jangan dekati dia

15.5K 1.7K 34
                                    

Jaemin tidak tahu, apa alasan Jeno menguncinya di ruangan pribadi pemuda itu. Tapi yang Jaemin tahu, Jeno saat ini tengah berada di antara pelajar tawuran. Dari sini ia bisa mendengar pecahan kaca jendela, atau lemparan batu pada atap sekolah.

Jujur saja, ini pertama kalinya Jaemin berada di situasi seperti ini. Belum ada satu tahun ia menduduki bangku sekolah disini, namun sudah dua kali ia mendengar tawuran yang terlibat dengan Sekolah ini.

Pertama, adalah saat ia tidak masuk sekolah di karenakan menemani Bang Jaehyun cabut gigi. Dan kedua, ia benar-benar merasakan tegang nya tawuran meski ia tidak melihat sendiri tawuran itu seperti apa.

Lelah mondar-mandir di depan pintu, akhirnya Jaemin memilih mendudukkan bokongnya di sofa ruangan Jeno. Hingga beberapa saat berlalu, suara sirine polisi terdengar bersamaan dengan suara pecahan kaca yang menghilang.

"Apa sih untungnya tawuran? Dapet duit kagak, babak bunyak iya juga." Gumamnya.

Meski Jaemin dulu adalah seorang pembuly, namun ia tidak pernah sekalipun mengikuti aksi tawuran antar pelajar. Selain tidak bermanfaat, Papa Siwon bisa ngamuk dua hari dua malam.

Larut dalam pemikirannya sendiri, hingga membuat mata Jaemin mengantuk. Pemuda itu menyenderkan punggungnya pada senderan sofa meskipun ada kasur di pinggir ruangan.

Hendak mata sayu itu terpejam. Suara derit pintu yang di buka mengambil alih atensinya. Membuat kantuk Jaemin lenyap begitu saja saat melihat Jeno dan para sahabatnya datang.

Jaemin hanya diam, kendati sedikit kasihan saat melihat sudut luka di bibir Jeno terlihat membiru dan mengeluarkan darah.

"Hai, Jaemin kan?" Kakak kelas yang bernama Lucas itu menegur ramah. Membuat Jaemin tidak enak jika tidak membalas sapaannya itu.

Ia tersenyum tipis sembari mengangguk," Iya, Kak." Jawabnya.

Lucas hendak kembali membuka suara yang di tujukan pada pria manis di depannya. Namun Jeno sudah memotong niat nya berbicara terlebih dahulu dengan bisikan. Terlihat wajah terkejut Lucas, kemudian menatap Jeno dengan pandangan tidak santai. Namun Jeno tidak peduli dengan tatapan itu.

"Wah, padahal udah mau jadi target gue." Lucas bergumam, namun sampai ke telinga Jaemin.

"Gimana, Kak?" Tanya Jaemin namun Lucas menggeleng dengan cepat. Memilih bergabung dengan Mark, Jean dan Sungchan di sisi sofa lainnya.

"Udah natapnya?" Suara rendah Jeno itu membuat Jaemin mengalihkan pandang dari Lucas. Melihat raut datar yang terpajang di wajah Jeno itu membuat Jaemin menelan Saliva nya dengan susah payah.

"Sekarang Obatin gue!" Ujar Jeno.

Ia menyerahkan kotak P3K pada Jaemin. Tidak kuasa menolak, Jaemin menurut. Toh membantu seseorang bukan lah perbuatan buruk, kecuali jika orang nya seperti Jeno. Seharusnya Jaemin tidak usah membantunya.

"Heh, gue nyuruh Lo buat Obatin gue. Bukan melamun!" Perkataan Jeno itu mampu menarik atensi tiga pemuda yang ada di sudut ruangan.

"Jen ..." Mark menegur. Menatap Jeno dengan tatapan tidak biasa yang di balas dengusan sebal dari sang empu.

Menghela nafas pelan. Jaemin mengambil kapas kemudian menuangkan alkohol di atasnya. Ia mendongak, menatap wajah Jeno yang lebih tinggi darinya itu. Kemudian membersihkan luka itu dengan hati-hati, tidak ingin membuat Jeno kembali mengomel.

Tidak ada ringisan atau umpatan sakit yang keluar dari bibir Jeno. Padahal Jaemin yakin jika luka itu pasti sangatlah sakit. Dasar, Jaemin jadi yakin jika Jeno itu manusia setengah iblis.

Merasa di perhatikan, Jaemin beralih menatap Jeno yang kini turut menatapnya intens. Ada sengatan tersendiri yang mengalir di darah keduanya. Terasa nyaman saat menatap satu sama lain.

Dari jarak sedekat ini. Jeno bisa melihat paras cantik di wajah Jaemin yang terlihat sangat dekat di depan mata. Kulit halusnya tampak berseri di matanya. Terlihat lebih cantik dari biasanya.

"Ekhem. Jen, gue duluan ya?" Sungchan berdehem, menepuk bahu Jeno sebelum keluar dari ruangan bersama Mark dan Lucas.

Meninggalkan Jaemin yang gugup setengah mati di buatnya. Ia merutuki dirinya dalam hati. Bisa-bisanya tenggelam dalam manik tajam milik Lee Jeno yang selalu merundungnya.

"Udah belum?" Jeno bertanya datar, tanpa tahu jika hatinya pun merasa gugup.

"Kak, udah kan? Gue mau balik ke kelas." Ujar Jaemin membuat Jeno menatapnya sejenak.

Anggukan dari Jeno membuat Jaemin memekik senang dalam hati. Ia segera berlalu, namun saat masih di ambang pintu. Jaemin sempat mendengar Jeno berujar.

"Jangan deket-deket Hyunjin, atau Lo tau akibatnya."

_____

Bantingan pensil itu terdengar. Jaemin menghembuskan nafas nya lelah sembari merenggangkan otot-otot nya yang kaku. Menyalin Matematika karena tertinggal materi jauh membuatnya kewalahan.

Belum lagi tugas nya yang lain masih menumpuk belum sempat di kerjakan. Ini semua berkat Lee Jeno setengah iblis yang membuat ia meninggalkan pembelajaran dengan sering.

Jika di tanya lelah atau tidak, sudah pasti Jaemin sangat lelah. Alasan ia bersekolah di sekolah elite ini adalah untuk merubah diri menjadi pribadi yang lebih baik, bukannya menerima karma karena dulu adalah seorang perundung.

Helaan nafas kasar kembali ia lontarkan, kesekian kali hingga Renjun yang duduk di sebelahnya pun ikut menoleh. Pemuda mungil itu menatap lamat wajah lelah sahabatnya.

"Mau gue bantuin, Na?" Renjun bertanya. Merasa kasihan dengan sahabatnya yang satu ini.

Namun Jaemin menggeleng sebagai jawaban. Hingga kepala itu kembali mendongak saat seseorang menepuk bahunya. Jaemin membalas senyuman yang Hyunjin lontarkan untuknya.

"Capek ya?" Tanya Hyunjin pelan. Melihat wajah kusut Jaemin membuat Hyunjin yakin jika anak itu pasti baru mengejar tugas yang menumpuk.

Anggukan Jaemin berikan. Ia menatap Hyunjin lamat, sahabat SD nya itu terlihat berbeda hari ini.

"Lo kenapa?" Jaemin bertanya saat tahu bahwa yang berbeda dengan Hyunjin adalah lebam biru di pelipisnya.

Namun Hyunjin menggeleng," gue gak papa."ujarnya pelan. Namun Jaemin tidak percaya begitu saja. Pemuda itu bangkit untuk memeriksa lebam keunguan itu. Hingga menekannya tanpa sadar membuat Hyunjin meringis.

"Jujur sama gue, Lo kenapa?" Jaemin bukan tipe sahabat yang acuh, ia peduli pada Renjun juga Hyunjin yang selalu bersamanya sejak kecil.

"Biasa, cowok kan gini Na." Jawab Hyunjin membuat Jaemin mendengus.

"Cowok sih cowok. Gue juga cowok, tapi gak sampe babak belur gitu tuh." Jaemin mengomel, namun tetap tersirat nada khawatir di dalamnya.

Pemuda itu mengambil kotak P3K yang ada di dalam lacinya. Kemudian menyuruh Hyunjin untuk duduk si sebelah Renjun, sementara ia mengobati luka pemuda itu.

Namun belum sempat tangannya menyentuh lebam di kulit Hyunjin. Seseorang menarik Jaemin hingga terhuyung ke belakang. Beruntung orang tersebut menahan tubuhnya hingga ia tidak sampai terjatuh.

Jaemin mendesis pelan, kemudian berniat mencerca habis si pelaku yang menariknya. Namun semuanya tidak berjalan dengan benar saat tahu siapa yang baru saja menariknya.

Jaemin baru sadar jika kelas nya saat ini sudah ramai, terutama saat kehadiran Jeno dan para sahabatnya.

"Ikut gue, Na jaemin!"





____

King Posesif [Nomin]Where stories live. Discover now