11.Tidak biasa.

12.2K 1.1K 136
                                    

Sore seperti ini, saat hempasan angin terasa sejuk dan berhamburan. Sang Surya belum sepenuhnya padam, langit masih cerah, secerah senyum seorang pemuda yang saat ini berdiri di depan rumah seseorang. Di tangannya terdapat sebuket bunga mawar berwarna merah dan terlihat segar, juga sekotak cokelat yang terlihat menggiurkan dan berharga mahal.

"Mapas, gue kek udah bawa seserahan buat ngelamar Nana aja." Mendengus geli, bergumam pelan dan tertawa sendiri. Jika dilihat orang, mungkin Jeno sudah dianggap gila saat ini.

"Ya Fortuna, bantu gue hari ini. Kalo semuanya lancar, gue janji bakal kasih lu pesawat jet tempur."

Tidak membuang waktu lama, Jeno segera membuka gerbang yang tidak ada apa-apanya dengan gerbang rumahnya. Tapi tetap saja, ingin sesederhana apapun rumah itu, jika ada Nana di dalamnya, pasti terasa sangat mewah dan nyaman. Ah, Jeno tidak tahu sejak kapan ia menjadi bucin seperti ini. Padahal dulu, ia lah yang menjadi penyebab Nana dimusuhi satu sekolahan.

Berjalan mendekat ke arah pintu, langkah Jeno terhenti kala mendengar sebuah suara yang amat familiar tertangkap Indra pendengarannya. Menajamkan rungunya, Jeno tentu tidak salah dengar jika suara itu adalah milik Nana. Suara itu berasal dari halaman samping.

Membuat Jeno urung untuk melangkah mendekati bel, pemuda itu justru berbelok ke arah halaman samping. Maniknya terpaku, tubuhnya mendadak beku dengan lidah kelu. Jeno bisa melihat Nana yang tengah tertawa lebar digendongan seseorang. Kali ini bukan Siwon, apa lagi Yoona.

Tapi seorang pemuda yang memiliki perawakan besar. Dari samping Jeno sudah bisa melihat wajahnya yang tampan bak dewa Yunani. Ah Jeno benci bahwa ia baru saja memuji seseorang. Namun terlepas dari semua itu, Jeno merasakan dadanya sakit. Ia tidak bisa berkata-kata bahkan hanya untuk membuat perhatian Nana teralih padanya.

Buket dan cokelat itu ia lempar begitu saja ke tanah, Jeno berbalik dengan lesu. Keluar dari teritorial keluarga Na dengan wajah pundung. Hah, mengapa susah sekali mendapatkan seseorang yang ingin ia miliki? Apakah ini karma dari semesta karena sikapnya selama ini?

Jeno tahu ia bukan orang baik, ia jahat dan ia tidak segan untuk menyakiti orang. Tapi mengapa melihat Nana yang berdua bersama seorang pemuda benar-benar membuat hatinya sakit? Tidak memikirkan apa-apa lagi, Jeno segera melesat dari sana. Menjauhi kediaman Na yang baru saja mematahkan hatinya.

Sementara itu di sisi lain, Nana yang tengah tertawa itu tampak berhenti. Kini menoleh ke halaman depan rumah tempat seseorang berdiri sebelumnya. Ia mengernyitkan dahi, ada sesuatu yang mengganjal, tapi ia sendiri tidak tahu apa.

"Hei, ada apa?" tanya pemuda yang saat ini masih memandangi sang adik.

"Hyung, Nana mau yang manjat pohon," katanya. Pemuda cantik itu menunjuk pohon mangga yang berbuah lebat. Pemuda dewasa yang tengah menopang tubuhnya itu menggeleng dengan cepat.

"Jangan dek, kamu kan masih sakit. Jangan bandel deh," kata pemuda itu.

Pemuda yang kerap disapa Jaehyun itu adalah saudara satu-satunya Nana. Baru pulang sesaat setelah Siwon mengomel dan memberitahu jika adik kesayangannya sakit karena rindu padanya. Bukan hal yang langka lagi, itu sudah biasa, oleh sebab itu Jaehyun selalu berusaha menyempatkan dirinya pulang di tengah kegiatan sibuknya.

"Oppa~" Nana beraigo, Jaehyun mana bisa menolak kalau sudah seperti ini.

_____

Hal yang membingungkan bagi Nana saat pertama masuk sekolah setelah tiga hari tidak masuk adalah eksistensi Jeno yang sama sekali tidak mengganggunya. Ia sempat melihat pemuda itu yang tengah bermain basket. Namun saat manik mereka bertemu, Jeno mengalihkan pandang dengan cepat. Hal itu membuat Nana bingung, namun ia tidak mau berburuk sangka terlebih dahulu.

Namun itu hanya pendapat awalnya, sesaat setelah jam istirahat kedua, bahkan Jeno sama sekali tidak mendatanginya. Benar-benar tidak biasa yang membuat Nana bingung setengah mati. Berakhir dengan pemuda cantik itu yang memata-matai Jeno.

Kini Nana sudah berada di depan ruang pribadi Jeno, berdiri dengan bingung. Entah apa yang bisa membuat kaki Nana terarah ke sini, tapi yang pasti ketidakhadiran Jeno di matanya hari ini benar-benar sebuah hal yang langka. Seharusnya, Nana merasa senang, bukan kah ia tidak suka dengan Jeno karena selalu merundung nya? Lantas saat Jeno tidak terlihat sehari saja, mengapa Nana merasa ada yang kurang?

Lamunan Nana buyar ketika pintu di hadapannya terbuka dengan tiba-tiba. Membuat Nana sontak berjengit atas tatapan datar yang Jeno berikan. Hell, katanya Jeno ingin merubah sikap untuk mendapatkan hatinya, tapi mengapa saat ini terlihat berbeda sekali?

Pemuda yang lebih tua itu sama sekali tidak melontarkan sepatah kata, berlalu begitu saja dari hadapan Nana. Melihat itu tidak membuat Nana diam di tempat, pemuda cantik itu mengintili Jeno dari belakang, mencoba menarik perhatian si pemuda brandal.

"Kak, lo marah sama gue ya?" tanya Nana namun hanya dibalas hening. Jeno tetap melangkahkan kakinya ke manapun.

"Kak Jeno, gue punya salah?"

"Kak! Jawab gue dong, gue salah apa, kenapa lo jauhin gue gini?"

"Kak Je--"

Brukk

Suara itu bukan berasal dari Jeno yang marah dan memukul sesuatu seperti di film kebanyakan. Tapi suara tubuh Jeno yang terjatuh menghantam lantai. Rupanya diikuti oleh Nana membuatnya gugup, hingga tidak fokus saat kakinya menginjak tali sepatu yang lepas. Dalam posisi tengkurap, Jeno mengumpat, selain malu dilihat Nana, tapi ia tengah menjadi pusat perhatian di koridor anak kelas sepuluh kini.

"Kakak gak papa? Sini gue bantu." Jeno menepis tangan Nana begitu saja, membuat sang empu terdiam dengan hati sakit akibat penolakan.

Pemuda yang lebih dewasa itu melangkah menjauhi kerumunan termasuk Nana dengan langkah terpincang. Ah, sepertinya kakinya terkilir.

"Kak Jeno kenapa sih?" tanya Nana dalam hati. Pemuda itu berbalik dengan bibir yang mengerucut ke depan, membuat Lucas yang sedari tadi diam memperhatikan merasa gemas.

Pria muda itu mendekat ke arah Nana, berjalan mengiringi di samping yang lebih muda. Tampaknya Lucas lupa akan peringatan Jeno kala itu, ah tidak apa, toh sepertinya Jeno pun sudah menolak Nana. Maka tidak ada alasan bagi Lucas untuk tidak mendekati Nana.

"Hai dek," sapanya. Nana menoleh sebelum tersenyum tipis sebagai bentuk kesopanan terhadap kakak kelas.

"Iya kak?"

"Ikut gue yuk. Gue lagi kebanyakan duit nih, gue traktir eskrim pulang sekolah nanti mau?" Manik Nana membola seketika, ia mengangguk dengan cepat. Jika seperti ini mana mungkin Nana bisa menolak.

"Mau kak! Mau!" Lucas tersenyum tipis sebelum mengusak rambut Nana. Merasa gemas dengan sikap pemuda itu.




_____

Makasih ya sudah mampir dan kau setia nunggu cerita ini.





You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 01, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

King Posesif [Nomin]Where stories live. Discover now