the art of making a bad decision

6.7K 1.1K 92
                                    

"Pagi-pagi udah ngelamun aja, Kak." Jungwon membuyarkan pikirannya. Ia kemudian duduk di ayunan tepat di samping lelaki Australia.

Di hadapan mereka terbentang luas lapangan bermain. Dan tugas mereka berdua selama istirahat kali ini adalah mengawasi anak-anak. Mengamati kalau semuanya bermain sesuai dengan prosedur keamanan dan tidak ada satu pun yang berkelahi.

"Tadi Pak Inho manggil gue ke kantornya, terus bilang kalo TK ini bakalan ikut partisipasi lomba matematika," jawab Jake.

"Kok gue sama Miss Jennie ga dipanggil?"

"Nah, karena ketentuan umur buat peserta lombanya tuh umur lima sampe enam tahun, which means, anak-anak kelas gue doang yang bisa ikut. Anak-anak kelas caterpillar sama kelas lo ga bisa daftar."

"Oh, gitu..." Jungwon mengayun pelan ayunan yang ia naiki. "Terus letak masalahnya di mana? Kok keliatan kaya bingung gitu."

"Ada dua. Yang pertama, gue kudu daftarin at least satu anak dari kelas Butterfly. gue udah nyoba buat nego ke Pak Inho, kalo misal ga ada anak yang bersedia ikut gimana, tapi Pak Inho tetep bilang itu tuh wajib. Itung-itung naikin nama sekolah juga, katanya. Dan yang kedua, ini lombanya berbasis Bahasa Inggris."

Seketika ayunan Jungwon berhenti. "Hah?"

"Yeah, I know right?! It's such a terrible idea. Why would they give five years old math problems and an English quiz, both at the same time? Apalagi Bahasa Inggris bukan bahasa pertamanya mereka." Jake mendecak frustasi.

"Aduh. Sulit sih, Kak. Apalagi Pak Inho bersikeras begitu," yang lebih muda membuat bibirnya menjadi seperti satu garis lurus. "Terus gimana? Udah Kak Jake omongin ke anak-anak kelas?"

"Belom. Gue aja belom ada bayangan siapa yang mau gue korbanin buat ikut lomba ini."

"Gimana kalo Sunoo?"

"Ddeonu kenapa?"

"WAH!!" // "KABJAGIYA!!"

Mereka secara bersamaan menoleh ke sumber suara dan di belakang mereka, ada Sunoo yang sedang memeluk mainan Buzz Lightyear. Matanya menatap Jungwon dan Jake secara bergantian.

"Ada apa sama Ddeonu?" tanyanya ulang. Semakin lama kedua guru itu terdiam canggung, semakin Sunoo mendekat ke keduanya.

Jungwon melirik Jake, lalu menyenggol sikunya. Jake berdehem, "Um...Sunoo, do you like math?"

"I guess," gumam Sunoo. "Katanya Ayah, Ddeonu jago ngitung."

Jake mengangguk. Memang benar, Sunoo pandai berhitung. "Then, do you want to join a math competition? Sunoo mau ikut lomba matematika?" Ia mengulang kalimat yang sama namun dalam Bahasa Korea agar Sunoo paham. Kemudian ia menambahkan, "But it's going to be in English."

"Kalo Ddeonu ikut, Ddeonu dapet piala?"

"Uhm, kalo Sunoo menang dapet piala," Jake mengoreksinya sedikit.

Ia harap Sunoo menolaknya. Dengan begitu, selepas jam terakhir nanti ia bisa datang ke ruang kepala sekolah dan beralasan kalau tidak ada satu pun murid di kelasnya yang bersedia ikut, lalu mengusulkan agar sekolah ini berpartisipasi di lomba bidang lain saja. Bidang olahraga misalnya, seperti relay, atau mungkin di bidang seni, seperti mewarnai. Apa pun itu selain matematika dan Bahasa Inggris.

"Oke! Ddeonu mau ikut lombanya."

'Oh, sial.'

Jake menekan batang hidungnya dengan telunjuk dan jempolnya, dan Jungwon bilang, "Semangat ya, Kak, ngebimbing dia. Sunoo pinter, kok. Pasti gampang diarahin."

─────────────────────────

"Ayaaah!"

Jake mengangkat kedua alisnya ketika ia mendengar Sunoo berteriak dari ambang pintu. Kepalanya menyembul di balik jendela kelas, sekadar memastikan kalau ia tidak salah dengar. Dan ternyata memang benar, hari ini Sunoo dijemput oleh ayahnya. Di situ ia melihat Heeseung yang sedang berjalan mendekat sebelum kemudian memeluk anaknya.

"Hey! Mau mampir makan waffle?" tanya Heeseung, tangannya melepas tas ransel kuning yang bertengger di punggung Sunoo dan menjinjingnya.

"Mau!" Sunoo melompat kegirangan. "Oh iya, Yah. Tadi Jake-ssaem nawarin Ddeonu buat ikutan lomba matematika. Iya, kan, ssaem?"

Jake yang mengamati keduanya dari balik jendela tersentak ketika Sunoo tiba-tiba menoleh padanya, seakan tahu kalau sedari tadi Jake menaruh atensi pada mereka. Dan tentu saja, lelaki itu—yang diam-diam Jake sebut sebagai The Hottest Dad Ever Exists—mengikuti arah pandang Sunoo dan menatapnya.

Buru-buru Jake melangkahkan kakinya keluar kelas dan berhadapan dengan keduanya. Heeseung mengamati Jake dari atas ke bawah. Lelaki itu sebenarnya terlihat rapi, hanya saja karena ia masih mengenakan apron berwarna biru muda yang penuh dengan cipratan warna-warni cat air dan beberapa jepit rambut berbentuk macaron yang terselip di sela-sela rambut cokelatnya, membuat Heeseung berpikir,

'Susah ya cari duit.'

"Hi, Sunoo. I heard you were calling my name," kata Jake dengan nada bicaranya yang terkesan ceria, meskipun ia masih merasa malu karena habis terpergoki memperhatikan mereka.

"Eung!" si kecil mengangguk. "You say- you said that you want me to join."

"Oh, the kindergarten math competition for next month? Yes," Ia mengangguk, lalu sedetik kemudian ia menggeleng. "Well, I mean, only if you want to." Jake mengalihkan pandangannya dari Sunoo ke Heeseung tepat saat ia mengatakan kata 'you'.

"Ayah, Ddeonu pengen ikut lombanya. Boleh, kan?" Lee kecil menatap mata Heeseung penuh harap.

Sedangkan si ayah hanya bisa menjawab pertanyaan anaknya dengan selembut mungkin, "I know, Sunoo. Tapi Ayah sibuk. Ayah ngga bisa ngajarin Sunoo buat persiapan-"

"I'll teach him," potong Jake.

Heeseung mengangkat pandangannya, menoleh pada si guru muda. "That's very kind of you," Heeseung tersenyum canggung. "Tapi Anda kan guru bahasa Inggris."

"Saya sebenernya lulusan statistika. I won Math and Physics Olympiads too back in high school. And it's just basic math for kids up to five years old. I'm sure I can handle it," jelas Jake.

Heeseung mengalihkan tatapannya ke lantai, merasa malu dengan perkataannya sendiri karena tadi ia terdengar sedikit tidak sopan, seperti meragukan kemampuan pria di hadapannya. Namun Jake paham mengapa Heeseung ragu-ragu, ia tidak ingin memaksa keputusan pria yang lebih tua.

Sunoo menarik-narik ujung kemeja Heeseung, seakan menunggu jawabannya. Dan pada akhirnya, pertahanan Heeseung runtuh melihat bagaimana lebarnya senyuman di wajah Sunoo. Ia terlihat sangat antusias untuk mengikuti lomba ini.

Heeseung menghela, "Okay. Sunoo boleh ikut lombanya," yang Sunoo balas dengan sorakan. Heeseung lalu menatap Jake, "Is every Saturday okay for you?"

"Yeah, totally. I can teach him at my place, or—"

"At your place," kata Heeseung tegas, bahkan sebelum Jake menawarkan opsi lainnya. Tapi, pun, jika sudah di sejauh ini, apa pun jawaban Heeseung akan Jake terima.

"All right. It's settled, then. Math lessons for Sunoo every Saturday."

someone to take you home | HEEJAKENơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ