feelings are fatal

2K 304 34
                                    

Pintu kafe baru saja tertutup sepenuhnya, membungkam suara deru angin musim dingin dan bising laju kendaraan di luar sana ketika Jake memutar badan menghadap pria yang memanggilnya.

"Sunghoon..." Suara Jake lemah, nyaris tak terdengar bila saja kafe ini memutar lagu yang terhubung dengan speaker di tiap sudut ruangan. Namun nyatanya suasana kafe dinilainya terasa terlalu tenang, bahkan untuk sebuah dog café sekalipun. Beberapa anjing terlihat duduk terdiam sambil memandang ke arah luar, sebagian lainnya tidur meringkuk, dekat dengan penghangat ruangan.

Tarikan napas di detik berikutnya terasa tertahan, membuat tenggorokannya terasa tercekat. Jake membuka mulut, mencoba memaksa otaknya untuk memikirkan kalimat untuk ia lontarkan secara asal, tetapi tidak ada yang terpikirkan olehnya.

Jake pikir ia siap — ia bahkan sudah beberapa kali memikirkan lima atau enam skenario berbeda, di mana ia bertemu lagi dengan Sunghoon setelah bertahun-tahun lamanya — hanya saja, tidak ada satu pun dari skenario tersebut yang dapat membantunya mengurangi katarsis yang sedang terjadi di kepalanya saat ini.

Perlahan, ia berdiri. Sunghoon terlihat lebih tinggi, walau hanya terpaut beberapa sentimeter saja dibanding ketika terakhir kali Jake melihatnya dari jarak sedekat ini. Senyumannya masih sama seperti milik Sunghoon yang ia kenal dulu, seolah ia sudah lupa — atau mungkin sudah memaafkan — Jake yang menghancurkan hatinya menjadi berkeping-keping.

Dan sebelum Jake dapat mengatakan apa-apa, pemuda itu berjalan mendekatinya dan memeluknya erat. Ia membeku, tidak tahu harus merespons bagaimana. Perasaan bersalah kembali menguliti dirinya, ujung-ujung jemarinya terasa lebih dingin dari sebelumnya, dan Jake ingin kabur saja dari sini, seperti yang sering ia lakukan jika ia menghadapi situasi yang dirasa tak nyaman — seperti itu adalah talenta tersembunyinya, untuk kabur dari masalah.

"Apa kabar?" tanya Sunghoon sambil melepas pelukan mereka dan mundur barang beberapa langkah. Senyumannya melebar.

"Baik..." jawab Jake, suaranya sedikit serak seperti kehilangan nafas. "Kamu? It's been awhile, right?"

"Iya," tatapan matanya berubah menjadi sendu, meski hanya bertahan selama sepersekian detik. "Well, aku baik-baik aja. Aku ganggu kah?" Netra Sunghoon tertuju pada Heeseung dan Sunoo.

"Ah!" Jake hampir saja lupa. "Where's my manner, I'm sorry. Sunghoon, this is Heeseung and Sunoo," tangannya membuat gestur menunjuk ketika ia melafalkan nama dari masing-masing. "Mas Heeseung, Sunoo, this is Sunghoon. He's my bestfriend while I was in college."

Heeseung melemparkan pandangannya pada Jake, kedua alisnya sedikit terangkat, seperti ia tahu siapa yang dimaksud Jake dengan "bestfriend in college".

Heeseung ikut menegakkan badannya dan berdiri. Dengan mencondongkan badan jangkungnya, ia menyodorkan tangannya pada pemuda itu. "Nice to meet you. I'm Lee Heeseung," yang lebih muda kemudian meniru gesturnya, menjabat tangannya dan mengenalkan dirinya sebagai Park Sunghoon.

Dan dari semua hal yang Jake hindari, entah mengapa mulutnya bekerja lebih cepat dibanding otaknya kala itu. "Mas Heeseung ini — " ia berhenti di tengah kalimatnya.

Pemuda Australia itu tidak pernah berpikir harus ia namai dengan label apa hubungannya dengan Heeseung hingga detik ini. Teman? Sepertinya tidak. Hubungan mereka tidak sedekat itu hingga ia bisa dengan gamblang menyebutnya sebagai teman. Kolega? Nampaknya bukan juga. Istilah kolega terlalu kaku rasanya. Lagipula pembicaraan di antara mereka bukan melulu tentang pekerjaan saja.

"Saya orangtuanya Sunoo." Heeseung memotong serentetan pikiran yang memenuhi isi kepala Jake saat ini. Ia melepaskan pagutan tangan mereka dan menunjukkan senyum simpul. "And Jake right here," pandangan mereka bertemu singkat. "He's Sunoo's homeroom teacher."

someone to take you home | HEEJAKEWhere stories live. Discover now