from the kitchen counter

5.3K 904 51
                                    

"Mas Heeseung?"

Tidak biasanya Heeseung menelponnya di jam-jam seperti ini. Coret. Heeseung memang tidak pernah menelepon Jake tiba-tiba begini. Tiap kali Heeseung ingin menghubunginya, ia pasti akan bertanya terlebih dahulu lewat chat, seperti 'Nanti malam saya bisa vc kah?' atau 'Kamu lagi sibuk, ngga? Saya mau telfon' . Namun tidak begini — sekonyong-konyong telepon ketika ini jelas-jelas masih menjadi jam kerja bagi keduanya.

Tetapi Jake menerima pesan seperti itu juga karena waktu itu ia harus menjaga Sunoo selama seminggu penuh. Tentu, si ayah butuh mendengar kabar anaknya sendiri, makanya sebisa mungkin Heeseung menghubunginya tiap hari. Namun semenjak kembalinya Heeseung dari Frankfurt Bookfair, ia sudah tidak pernah lagi mendapatkan pesan atau telepon dari lelaki yang lebih tua. Jadi Jake juga sudah tidak lagi menyiapkan dirinya sendiri untuk situasi seperti ini karena ia memang tidak mengira hal ini akan terjadi sewaktu-waktu. Dan jika Jake bilang kalau jantungnya seakan tak mau lompat ke tenggorokan ketika ia melihat nama Heeseung muncul di layar ponselnya, ia berbohong.

"Maaf saya tiba-tiba telfon kamu, tapi saya boleh minta tolong, ngga?"

Bel pulang sekolah baru saja berbunyi lima belas menit yang lalu. Yang artinya, ketika tadi ponselnya bergetar di saku celana, ia sedang berada di depan kelas, mengucapkan sampai jumpa pada tiap murid yang sudah dijemput. Namun aturan tetaplah aturan, dimana ia tidak seharusnya menjawab telepon di jam kerja dan di dalam area sekolah, apalagi ketika ada murid-murid di sekitarnya. Jadi yang Jake lakukan ketika ia mendapatkan panggilan dari Heeseung adalah melangkah secepat yang ia bisa ke ruang guru dan mengangkat teleponnya.

"Minta tolong apa, Mas?"

"Gini," Jake dapat mendengar suara Heeseung yang sedang berdehem pelan di seberang sana, sedangkan di sekelilingnya adalah gaduh yang diciptakan oleh suara langkah kaki, mesin printer, dan dering telepon yang bersahutan. Tanpa perlu Heeseung jelaskan pun, Jake sudah dapat menyimpulkan kalau lelaki itu sedang sibuk-sibuknya di kantor. "Tadi Jay ngabarin saya kalo dia ga bisa jemput Sunoo karena ada urusan mendadak, dan saya juga mau ada meeting sama penulis novel habis ini."

Jake mengangguk, sebelum kemudian ia merasa kalau dirinya adalah manusia bodoh. Tentu Heeseung tidak bisa melihatnya, ini 'kan sambungan telepon.

"Kira-kira kamu keberatan, ngga, kalo misal kamu yang nganterin Sunoo pulang?"

"Oh! Engga kok. Ngga keberatan. Hmm," Jake mengulum bibir bawahnya, berpikir sebentar. "Tapi aku harus nungguin sampe semua anak kelasku dijemput... Sunoo ga keberatan kah kalo kayak gitu?"

Pria di seberang sana mendesis, dan Jake dapat membayangkan ekspresi Heeseung yang sedang mengernyitkan alisnya. "Aduh, saya ngga tau... Coba kamu tanya ke Sunoo deh, meskipun saya berharap dia ngga keberatan kalo harus nunggu agak lama. Soalnya yaa itu tadi, ngga ada yang bisa jemput dia hari ini. Dan saya juga ngga punya pilihan lain selain minta tolong ke kamu."

"I know. I know..." Jake agak mencebikkan bibirnya, seketika merasa bersalah pada Sunoo karena ia tidak bisa mengantarkannya pulang di menit ini juga. Bagaimana jika Sunoo hari ini kelelahan dan ia ingin pulang sekarang? "Okay, aku bakal ngomong ke dia deh."

Jake baru saja ingin mematikan sambungan teleponnya ketika ia mendengar suara Heeseung lagi. "Hey, Jake?"

"Ya?"

"Nanti hati-hati ya di jalan."

"Oh," Jake mengusap tengkuknya, merasa tersipu oleh hal sekecil itu. "Okay."

Ketika sambungan telepon terputus, ia pun berjalan keluar ruang guru dan mulai mencari keberadaan Sunoo. Langkahnya membawanya ke ruang kelas, karena biasanya Sunoo berada di sana sambil menunggu Jay untuk menjemputnya. Ia melongokkan hanya setengah badannya saja di depan pintu, melihat satu persatu muridnya yang bermain di kelas. Hanya ada dua anak kecil saja di sana, dan Sunoo bukan merupakan salah satu di antara mereka.

someone to take you home | HEEJAKEWhere stories live. Discover now