Nakamoto Mara

1.1K 238 17
                                    

"Non, sabtu ini ada pertemuan sama salah satu putra petinggi Fast Holding."

Mara mengangguk. "Makan malam kan?" tanyanya memastikan. "Besoknya tolong kosongin jadwal saya, ya, Mbak. Ada kerja kelompok sama anak-anak kelas."

"Baik, Non."

"Perkebunan belum ngirim laporan bulan ini ya?" Mara menyuap salomnya. "Kebiasaan banget telat dari waktu yang ditentukan. Kalo sampe bulan depan telat lagi. Siapin jadwal buat aku sidak ke sana, Mba."

"Baik, Non." Wanita yang menjadi asisten Mara dalam urusan pekerjaan langsung mencatat permintaan tersebut. "Semalam Nyonya menelpon saya. Beliau ingin berbicara dengan Nona."

Mara langsung terdiam. Tadi malam ponselnya memang terus-terusan berdering. "Biarin aja," jawab Mara. "Nanti aku telpon kalau urusan bulan ini udah selesai. Mama paling butuh presentasi bulanan dari anak cabang."

"Semalam Nyonya nanyain kondisi Non Mara," jelas Mba Yumi--asisten pekerjaan Mara--yang masih tetap menemani Mara sarapan. "Nyonya khawatir Nona sakit lagi."

"Formalitas," gumam Mara. "Nanti aku telpon Mama, Mba--"

"Maraaa." Suara heboh dari arah pintu masuk dapur membuat rumah megah ini menjadi lebih bising. "Maraaa, gue berangkat sama lo, ya."

Senyum Mara yang sebelumnya sempat pudar kini kembali mengembang. "Ke sini sama siapa, May?" tanya Mara. "Udah sarapan?"

"Sama Asahi," jawab Mao. "Gue minta anterin ke rumah lo aja. Orang gila emang itu manusia, setengah enam udah nganterin gue sekolah." Roti tawar yang ada di meja makan menjadi korban pelampiasan emosi Mao. Ia memakan sarapan milik Mba Yuni dengan penuh dendam.

"Kak May, itu sarapan saya."

"Eh? Aduh Mba maaf. Aku tadi terlalu emsoi, jadi langsung hap yang ada di depan mata." Mao sudah akrab dengan seluruh penghuni di rumah Mara. Perempuan itu bahkan sering bergunjing dengan asistem rumah tangga temannya. "Mau bagi dua sama aku? Berbagi sama anak yatim pahalanya gede loh, Mba."

"Non Mara maaf. Ponselnya dari tadi bunyi." Asisten pribadi Mara--Mba Hera--datang membawa ponsel majikannya. "Nyonya yang menelpon."

Mara mengela napas. Ia menerima ponselnya. "May, aku terima telpon dulu ya," katanya sebelum pergi meninggalkan ruang makan. Perempuan berseragam itu sudah melangkah menuju kamarnya.

"Halo? Kakak?"

"Ya?"

"Kakak? Hallo Kakak? Kakak sehat?"

"Ya."

"Nggak ada keluhan kan? Gimana berobatnya? Semua lancar?"

"Ya."

"Kakak butuh sesuatu?"

"Nggak."

"Di sana sekarang pagi ya? Kakak mau berangkat sekolah sekarang? Bawa bekal apa?"

Tak ada niatan dari Mara untuk menjawab pertanyaan sang Mama. Ia justru memutus panggilan itu dengan sepihak. "Kalo pengen tau, ya liat sendiri!" sewotnya pada layar ponsel yang menampilkan wallpaper seorang anak perempuan bersama wanita anggun.

"Ra, gue nggak jadi berangkat sama lo." Mao tiba-tiba saja muncul dari balik pintu. "Mami gue jemput, dia mau sekalian nganterin Eunseo."

Mara langsung tersenyum tipis. Ia mengangguk kepada Mara. "Salam buat Mami, ya," pintanya dan dijawab acungan ibu jari oleh Mao.

Tatapan mata Mara langsung berubah menjadi sendu saat Mao tak lagi terlihat. "May yang ibu kandungnya nggak peduli aja masih punya Mami yang sayang sama dia."

•Nakamoto Mara•Kalo rame, aku double update

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Nakamoto Mara•
Kalo rame, aku double update


METAMORPIKIR SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang