19. Garis Terdepan

915 198 65
                                    

Cuaca akhir-akhir ini memang tidak menentu. Satu jam lalu masih baik-baik saja, tetapi saat waktunya restoran tutup hujan deras langsung menyapa.

"Lo mau balik?"

"Ke mobilnya aja gue males, Kak," ucap Mao yang masih tetap diam sembari memperhatikan jalanan di luar melalui balkon atas. "Lo mau balik sekarang, Kak?"

Kadar hormat Mao pada Sei memang semakin pudar, bahkan menghilang. Selayaknya pada Kakak sendiri, Mao bahkan menggunakan kata ganti 'lo-gue'.

Restoran daging asap milik Seira sudah tutup, para pegawai juga sudah pulang. Hanya tersisa Seira dan Mao yang terlalu malas menerjang air hujan, walaupun keduanya membawa mobil.

Bang Asa is calling ....

"Apa, Bang--"

"Di mana? Kok, jam segini belum ada di rumah?"

"Hujan, Bang. Ngeri banget bawa mobil malem-malem hujan--"

"Sebentar, gue jemput ke sana--"

"Lah, mobil gue?"

"Tinggalin aja, masukin ke garasi samping punya restoran Seira."

"Ya, udah. Gue tunggu."

Seira sendiri sudah menurunkan satu kursi yang sebelumnya rapi di atas meja. Ia memainkan ponsel, walaupun tanpa tujuan. "Lo dijemput sama Asahi?" tebaknya saat Mao berjalan menghampiri.

"Iya, lo mau nebeng, Kak?"

"Kagak, mau ke McD dulu. Mau pamer GR Yaris, yang kemarin gagal."

"Cowok bawel yang lo bilang itu kagak dateng?"

Anggukan Seira menjadi jawaban untuk Mao. "Tumben banget itu manusia tiga hari berturut-turut kagak dateng, padahal biasanya juga muncul mulu." Tanpa terkendali bibirnya sudah sedikit maju dan tatapan mata tertuju pada jalanan di bawah sana.

"Namanya siapa, sih? Gue kenal nggak, Kak?"

Seira mengedikkan bahunya. "Gue lupa namanya siapa, yang pasti itu manusia tengilnya minta ampun. Haruto kenal sama dia, kayaknya satu squad soalnya pernah ngomongin grup chat."

"Asahi kenal?"

"Kayaknya," gumam Seira tidak terlalu yakin. Matanya seketika membuka, ia menoleh kepada Mao yang duduk berhadapan. "Dia yang ambil rapot di sekolah lo! Yang dibekep sama lo dan Haruto."

Sekarang tak hanya mata Seira yang membulat, Mao juga ikut membuka lebar matanya saat mengetahui siapa cowok bawel yang dimaksud Seira. "Bang Jihoon--"

"NAH, IYA! Lo kenal?"

"Beneran bawel, sih," gumam Mao menyetujui dengan panggilan Seira kepada laki-laki itu. "Kenal, Kak. Dia sering muncul di rumah gue, tapi akhir-akhir ini emang itu manusia jarang keliatan, sih. Disita sama negara kali."

Seira kembali memajukan bibirnya. "Jangan dulu, dong. Gue belum pamer mobil baru ke dia," ucapnya dengan wajah lesu. "Nanti aja pas gue udah pamer."

Kedua manusia itu asik tertawa. Membayangkan seonggok daging bernama Park Jihoon disita oleh negara rupanya cukup lucu untuk dibayangkan.

Sayangnya tawa mereka berdua harus terhenti saat sebuah mobil asing tiba-tiba saja masuk ke dalam parkiran resto yang terlihat dari lantai 2.

"Mereka nggak liat restoran udah ditutup apa?" dumal Seira yang langsung beranjak dan mendekat pada pagar balkon, berharap dapat melihat lebih jelas siapa yang datang. "Ibu-ibu?"

Mao yang awalnya hanya duduk kini ikut menghampiri Seira dan napasnya seketika tertahan saat mengetahui siapa wanita yang berada di bawah sana. "Ma-ma?"

METAMORPIKIR SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang