5. Kado

822 202 33
                                    

"Happy Birthday, Kak Maaay!"

Mao langsung tersenyum saat menginjak anak tangga terakhir di lantai satu. Ruang makan di dekat dapur bersih sudah dihiasi oleh balon warna-warni dan sebuah kue coklat besar di tangan Mami Hamada. Belum lagi topi kerucut yang dipakai oleh Asahi, Eunseo dan Tuan Hamada.

"Selamat ulang tahun, ya, Kakak," sahut Tuan Hamada. "Ayo tiup lilinnya dulu."

"Maaf ya, Kak. Mami sama Papa baru dateng tadi subuh, jadi surprise-nya telat sehari."

"Makasih, Mi," ucap Mao yang sudah berusaha menahan tangisnya. Ia meniup lilin setelah memejamkan mata sebentar. Selama ia hidup, ini ulang tahun terindah yang ia rasakan.

Eunseo dengan semangat bertepuk tangan, bersahutan dengan Asahi yang membuat keributan dengan meniup terompet kecil milik adik bungsunya.

"KAK MAAAY, HAPPY BIRTHDAAAY!" Eunseo adalah manusia yang paling semangat. Ia bahkan bangun sangat pagi karena tak sabar memberikan kejutan untuk kakak tersayangnya. "Aku bikin hadiah buat Kakak."

Kertas putih yang sedari tadi Eunseo pegang kini sudah beralih kepada Mao. Gambar seorang perempuan berambut panjang dengan dress merah muda memegang tangan bocah berambut panjang dengan dress berwarna biru muda.

"Ini Kak May?" tanya Mao dan dijawab anggukan Eunseo. "Makasih, Eunseo. Nanti Kakak pajang gambarannya di dinding kamar."

Senyuman tak hanya terbit di bibir Eunseo dan Mao. Mami Hamada dan suami, serta Asahi juga ikut menarik dua sudut bibir ke atas.

"Kakak mau kado apa?" tanya Tuan Hamada. "Ganti mobil? Atau kayak Abang, beli apartemen?"

"Jangan. Jangan apartemen," larang Mami Hamada. "Mao perempuan, Mami khawatir. Yang lain aja. Paket liburan mau nggak, Kak?"

"Liburannya sama aku!" sahut Eunseo semangat. "Aku mau ke Disneyland sama Kak May."

"Adek nggak ulang tahun, masa dikasih kado." Mami Hamada menggoda putri bungsunya. "Kecuali kalau Kakak mau berbagi kado sama adek."

Mata Eunseo sudah berbinar kepada Mao. Bibirnya mengerucut, ia berusaha terlihat imut.

"Kadonya buat Kakak sendiri dooong," goda Mao. "Kalo Adek mau, tunggu ulang tahun Adek."

"Aaa Kak Maaay," rengek Eunseo membuat ruang makan keluarga Hamada menjadi penuh dengan tawa.

"Atau kado Kakak buat Adek, tapi Adek pergi sendiri," sahut Tuan Hamada yang ikut bercanda. "Gimana?"

"Terus nanti di Disneyland ketuker sama Moana." Asahi ikut bergabung dengan frekuensi candaan papanya.

Berbeda dengan Mami, Mao dan Eunseo. Mereka bertiga hanya diam dan menganggap candaan dua pejantan itu sangat garing.

"Udah, Pah, fokus cari duit aja," kata Mami yang disahuti anggukkan Mao dan Eunseo. "Abang juga, mending main musik di studio."

Kasihan sekali Asahi dan sang papa, mereka kalah suara karena hanya berdua, sedangkan Mami memiliki 2 pasukan di belakangnya.

Tuan Hamada berdeham. "Ayo kita sarapan," ajaknya yang lebih dulu duduk di kursi makan. "Kakak sekolah bawa mobil atau dijemput Haruto?"

"Dijemput, tapi bukan sama Haruto, Om."

"Sama siapa?" serobot Asahi. Lirikan matanya menajam sakan sudah siap siaga jika ada lelaki yang mendekati adiknya.

"Ada, senior di sekolah. Temennya Kak Yedam."

"Koi jadi jemput, Kak?" Mami ikut bertanya. "Mami mau liat dong Koi yang mana. Kata Haruto dia bule."

Haruto memang sangat dikenal oleh keluarga Hamada. Selain karena sering main bersama Asahi, lelaki itu juga memiliki sifat sok akrab dengan orang tua teman-temannya.

METAMORPIKIR SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang