47. Proses Berdamai

616 167 41
                                    

Ini timeline-nya bareng sama Ulang Tahun Haruto yaaa

🦋

Semakin malam, acara semakin ramai. Lantunan lagu koplo, remix, jedag-jedug terus bergantian dengan para manusia yang juga bergantian menguasai mikrofon. Kali ini bagian dua kakak laki-laki Haruto yang menjadi biduan setelah tadi terdapat jeda drama Dahyun yang cosplay menjadi pawang kambing.

"Kepada Nyonya Ahn Hanna dan Tuan Kim Heechul, sawerannya masih kami tunggu," suara berat pria memegang mic itu semakin membuat halaman depan menjadi heboh. Belum lagi saat pria paruh bayah ikut bergabung sembari mengeluarkan dompetnya. "Yuhuuu, rezeki Papa mudaaa, Biiin!"

Tak hanya keluarga inti yang ikut dalam keseruan itu. Tamu undangan yang lain pun sibuk dengan kesenangan mereka masing-masing. Ada yang lanjut wisata kuliner, gibah dengan kelompoknya, foto-foto, sampai berburu flash sale.

"Mau pulang aja?" bisik Jihoon yang sudah tak tahan melihat Seira semakin mengisolasi diri di pojok dekat stand makanan. "Pulang aja, deh--"

"Nanti!" tahan Seira. Ia masih ingin mengetahui sejauh apa traumanya tersisa. Perempuan ini memang sedang mengobservasi perasaannya sendiri. "Masih aman."

Seira bilang masih aman, tetapi remasan tangannya di ujung kaus Jihoon semakin kencang. Apalagi saat melihat penampilan dari keluarga harmonis yang sedang asik bernyanyi dan menyawer beberapa lembar uang. Walaupun kepala Sei tidak lagi berisik saat melihat istri kedua papanya itu tersenyum bahagia, tetapi hatinya masih tetap merasa ganjal, dan sialnya memori saat dulu sayup-sayup berputar. "Gagal," gumamnya pelan.

"Pelan-pelan, kan ada prosesnya," balas Jihoon yang ternyata mendengar jelas gumaman perempuan di sampingnya itu. "Nggak gagal, justru ini hampir berhasil."

Jihoon paham ke mana arah pembicaraan Seira. Lelaki itu masih tetap santai menikmati sisa steak di piring, tetapi Seira tak pernah lepas dari perhatiannya. Bahkan, sedari awal mereka menginjakkan kaki ke halaman rumah keluarga Kim, tidak sedetikpun Jihoon membiarkan Seira sendiri.

"Pulang aja, yuk?"

"Gue pulang sendiri aja--"

"Nggak! Lo ke sini sama gue," potong Jihoon cepat. Piring yang masih menyisakan sedikit daging dan sayuran tak lagi Jihoon hiraukan. "Langsung pulang aja kali, nanti gue chat Teh Dahyun buat pamit."

Ya. Seira datang ke acara perayaan ulang tahun Haruto karena Dahyun yang mengundang. Kakak perempuan Haruto yang lain itu bahkan sampai rela-rela datang ke SeiRa Meats tadi siang. Sedangkan Haruto sendiri, ia berusaha terlihat biasa saja. Walaupun sesekali ikut memperhatikan Seira karena khawatir.

"Lo pasti mau ikut dangdutan sama yang lain, kan? Tapi karena ada gue, jadi lo kagak bisa gabung--"

"Kagak, bosen gue dangdutan mulu," balas Jihoon yang sudah bangkit dari duduknya. "Ayok!" Lelaki itu mengulurkan tangan pada Seira, membantu perempuan itu untuk bangkit.

Namun, belum ada sambutan dari Seira. Perempuan itu masih menatap kosong pada sudut halaman bagian para biduan bernyanyi. Kali ini bagian Bunda yang berduet dengan beberapa menantunya. Melihat senyum bunda yang merekah justru berhasil membuat kepala Seira kembali berisik.

Rasa sakit yang ia rasakan saat kecil seketika muncul tanpa bisa dikendalikan. Padahal, beberapa hari kemarin Seira sedang berusaha untuk ikhlas dan belajar untuk tidak lagi menyalahkan masa lalu. Namun, ternyata usahanya tidak semudah itu.

Jihoon maju beberapa langkah mendekati Seira. Ia memblokir arah pandang perempuan itu. "Ayok, pulang. Ke rumah gue aja, lebih deket."

Kali ini Sei menurut, perempuan itu bangkit dan berjalan mengikuti Jihoon. Namun, pergerakan keduanya teradar oleh Dahyun yang sudah selesai menggila dengan para keluarga. "Seiii, lo mau pulang?"

METAMORPIKIR SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang