36. Pelindung

570 169 77
                                    

"Asahi? Lo tinggal di kawasan ini?"

"Masuk!" perintah Asahi yang masih duduk di balik kemudi.

Cuaca sore ini sedang mendung, suara petir bahkan beberapa kali terdengar. Asahi rencananya akan pulag ke rumah orang tuanya, tetapi ia melihat seseorang yang tak asing saat memasuki perumahan tempatnya tinggal.

"Lo mau mana?" tanya Asahi saat Winter sudah duduk di jok samping kemudi. "Kok bisa masuk ke sini? Ada kartu aksesnya?"

Winter menghela napas. "Rumah bokap gue di sini," jelasnya pelan. "Bisa anter ke Jalan Flamboyan?"

Kepala Asahi hanya mengangguk. Lelaki itu membelokan Juke milik Mao di pertigaan menuju Jalan Flamboyan. Suasana mobil benar-benar hening, helaan napas Winter bahkan terdengar jelas. Perempuan itu terlihat sedang gelisah. Sedangkan Asahi yang tentu saja malas membuka topik pembicaraan lebih memilih diam dan fokus pada kemudi.

Winter itu teman kuliah Asahi, mereka beberapa kali berada di kelas yang sama. Perempuan berambut pendek dengan poni seperti Dora ini dikenal periang oleh anak-anak kelas. Winter bahkan selalu banyak omong dan paling gemas pada Asahi yang hanya diam saja di kelas. Namun, berbeda dengan biasanya, kali ini Winter terlihat murung, bahkan beberapa kali menghela napas berat, seakan sedang menahan rasa takut.

"Di pager rumah itu, Sa." Winter menunjuk sebuah rumah dengan tembok abu sebagai pagar. Perempuan dengan kaus putih berlogo salah satu brand luar negeri itu langsung membuka pintu mobil dan bersiap keluar. "Makasih, ya, Sa."

Lagi, Asahi hanya mengangguk dan masih tetap diam. Bahkan, saat Winter sudah memasuk setelah dibukakan pagar oleh seorang security pun Asahi masih tetap diam. Entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang tidak beres pada Winter.

"Pulang ..., tunggu ..., pulang ..., tunggu?" seperti anak kecil yang sedang bimbang, Asahi beberapa kali menggumamkan dua kata yang berlawanan itu. "Pulang aja kali, dia ada di rumah bapaknya, ngapain gue tungguin."

Dengan santai Asahi menekan pedal gas. Sekilas ia menekan klakson pada security di rumah papanya Winter. Lelaki itu sengaja masuk lebih dalam ke jalan Flamboyan, sengaja ingin mutar-mutar komplek perumahannya dulu. Jarak dari rumah papanya Winter ke rumah keluarga Asahi itu cukup jauh, bahkan melewati sungai kecil dan beberapa taman komplek. Perumahan elit ini memang didesain seperti kota kecil yang menenangkan.

Rintik air hujan mulai membasahi kaca mobil Asahi, lelaki itu paling menyukai suasana sore seperti ini. Adem, sepi, dan menenangkan. Asahi bahkan dengan sengaja membawa mobilnya dengan pelan, menuju ujung komplek perumahannya, sebelum nanti kembali ke arah rumahnya di jalan Melati.

Hujan turun semakin deras saat Asahi melewati lapangan tenis. Lelaki itu tak berminat menekan semakin dalam pedal mobilnya. Ia masih santai menikmati jalanan komplek yang lega dan sepi. Namun, mata lelaki itu membulat sempurna saat melihat seorang perempuan berambut pendek muncul dari persimpangan jalan Flamboyan.

"Winter?" gumam Asahi tak yakin, tetapi ia semakin dalam menekan pedal gasnya agar dapat mendekat pada perempuan yang berjalan di tengah guyuran hujan. "Lah, beneran Winter."

Honda Juke kembali memelan saat sejajar dengan Winter. "Lo kok ada di sini?" tanya Asahi saat sudah membuka kaca mobilnya. "Cuma sebentar di rumah papa lo? Masuk mobil gue!"

Tak ada jawaban dari Winter, pundaknya naik turun, beberapa kali ia mengusap wajahnya, antara mengelap tetesan air hujan atau air mata. "Nggak .... Ng-ng-nggak usah."

"Masuk, Wiin! Ujannya makin gede," paksa Asahi yang masih berusaha mengikuti Winter yang terus melangkah. "Ayo, masuk!"

Winter makin menggeleng, napasnya sudah sesak, tetapi ia berusaha menutupi tangisnya. "Lo pe-per-gi aja!"

METAMORPIKIR SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang